Showing posts with label pernak-pernik hidup. Show all posts
Showing posts with label pernak-pernik hidup. Show all posts

Saturday, September 26, 2009

Thanks to Thufail Al Ghifari

bukan untuk idola dan diidolakan semua karya ini. tapi cuma sekedar menunjukkan keterbatasan diri. jika ada yang berharap menjadi raja, maka disini bukanlah tempat yang cocok untuk dirinya. irama ini hanyalah bisikan yang selama ini gagu. gagasan ini hanyalah geliat yang selama ini kaku. … … lisan yang selama ini selingkuh dengan dusta, kita bersihkan dengan asmara. dulu kita masih kecil, lebih kecil dari lubang jarum. sekarang saat kita sudah besar, tanggung jawab kita bertambah-tambah. sudah bisa dinilai orang. karena kita sudah sering kelihatan. berhati-hatilah dengan sanjung puji. karena mengharap sanjung puji hanya ada di benak bukan orang yang terpuji. (Thufail Al Ghifari on INTRO)

Sudah lama saya ingin sekali menulis ini. tentang Thufail Al-Ghifari. Seorang rapper muslim Indonesia yang saya banggakan. Lirik-liriknya yang keras, menggelitik, mengkritik sangat saya sukai. tidak peduli jika terlalu keras karena kritik. toh terkadang saya lebih suka lagu humanis dan kritis daripada lagu cinta yang mellow. bisa dibilang untuk urusan genre pop atau lagu populer saya lebih memilih lagunya Iwan Fals daripada lagunya KD. tapi untuk sekian lagu, saya paling suka lagunya Thufail Al-Ghifari. seorang rapper yang juga seorang muallaf. sebab terlahir dari keluarga pendeta.

ya, ia hanyalah seorang rapper biasa yang terlahir dari keluarga pendeta yang religius. namun pencarian kemurnian melabuhkan hatinya kepada Islam pada tahun 2002. karir bermusik sudah ia mulai sejak SMP kelas 2 dengan membentuk band Raflesia. dan hal ini berlanjut hingga ia duduk di bangku SMA, dengan membentuk band yang berbeda-beda. hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk bersolo karir setelah band terakhirnya, Stompkin, bubar. namun solo karir pun tidak semulus yg dibayangkan. butuh waktu 2 tahun sebelum album pertamanya ‘Syair Perang Panjang’ dirilis. sebab ia telah terlahir dari pembinaan keluarga kristiani selama 20 tahun dan mungkin ini halangan terberatnya, dari keluarga yang taat pada agama lamanya. selain itu, album pertamanya yang juga merupakan indie label ini menuai banyak kritik. meski pada akhirnya Thufail tak pernah peduli dengan kritik dan tetap melanjutkan merilis album pertamanya yang luar biasa ini. untuk profil Thufail Al Ghifari selengkapnya bisa dilihat disini.

Kenapa saya berterima kasih untuk Thufail? sebab, musik-musiknya selalu menemani saya ketika saya tengah berkutat dalam hal-hal yang sulit seperti di saat saya sedang mengerjakan skripsi dan merasa terpuruk dengan hal itu. ketika saya merasa lemah dan terpuruk akan kekuatan diri dan merasa terzholimi dan merasa kecewa dengan apa yang diberikan Tuhan kepada saya. lirik-lirik Thufail yang mengingatkan bahwa pemikiran saya ketika itu salah. tapi kadang merasa bersalah juga terlalu menjadikan musik Thufail sebagai tameng iman dan hati. padahal ada murottal yang bisa membangkitkan semangat keimanan. dan pasti Thufail sendiri juga tidak setuju dengan aksi saya ini. karena ia tidak suka jika lirik hip hopnya sampai dipuja secara fanatis.

lirik terbarunya ialah DEMOCRAZY. sangat kejam dalam mengkritik. hihi.

Hati-hati freemasonri
Terbangun Dari Rotasi Konspirasi
Energy Hirarki Para Tirani
Kamuflase Hak Asasi

tapi yang paling saya suka ialah lagu INTEGRITAS. sangat menggugah. untuk lihat video klipnya bisa lihat disini.

Dapatkah kau tetap bijak? Walau kepercayaan tertikam dari belakang. Dapatkah termaafkan salah? Lalu panjatkan syukur dan meredam prasangka, reduksikan amarah di indahnya hegemoni kita. Di hadirat Ilahi ku bertahan. Dalam telapak tanganNya ku berteduh. Dan iman ini sejukkan nurani. Masih perdulikah Tuhan pada diri ini? Entahlah! Bersyukur lalu ku bersujud, rebahkan lutut takkan ku ratapi maut. Disetiap batas waktu ku berserah, dan restui rencana perjuangkan takdir hidupku. Jika dapat ku bentangkan mimpi, dan ijinkan ku menjinakkan duka. Karena mata ini terlalu lelah menyimak derita, dan hati ini terlalu letih menapaki hari. Disetiap langkah, ku menyimak nestapa. Waktu yang selalu melukis cerita; luka, duka dan suka. Menjadikan semua kenangan yang penuh canda tawa. Kadang hari pula begitu membosankan, menyulut emosi di setiap batas-batas mimpi kita. Kau dan aku, kawan, kita semua, akan ku kenang selalu di dalam hatiku…

Kuharap kau..tetap terjaga..tirai-i langkah dengan doa..Kuharap kau.. tetap terjaga..tirai-i langkah dan doa..


dan sekarang ini, tepatnya sejak setahun lalu, Thufail sudah vacuum dari solo-nya. ia kini berada dalam sebuah band rock n roll yang bernama THE ROOTS OF MADINAH. dalam band tsb, Thufail menjadi lead vocal. untuk lebih lanjut bisa dilihat di http://therootsofmadinah.multiply.com/

sumber:

http://thufailalghifari.multiply.com/; http://therootsofmadinah.multiply.com/; http://nasyidindonesia.co.cc/; http://topikliriklagu.com/.

PS: saat ini saya sudah pindah blog ke http://dhila13.wordpress.com

Tuesday, April 21, 2009

Allah swt, Pulsa, dan Komik Jepang: Resensi Tentang Kehidupan dan Penciptanya


“Allah itu ada dimana-mana, bahkan di angka nol sekalipun. Karena nol pangkat nol sama dengan SATU. Eh, bener kan yah analisa matematikanya. Hehe” ~quote-nya Dila yang suka ga jelas.



Ah, lagi-lagi rasa ‘bungah’ itu datang ketika saya mendapat buku (objek) yang menjadi bahan bacaan baru bagi saya. Seperti tulisan pada paragraph pertama pada artikel saya yg berjudul Menyiapkan Momentum: Karena Kita adalah Bagian dari Momentum itu (ulasan dari bukunya bang Rijalul Imam yang berjudul “Menyiapkan Momentum”) saya pun kali ini juga menulis tentang perasaan bungah ketika bertemu dengan buku dan ketika harus mengulasnya. Hmm… *senyum-senyum sendiri*

Buku yang ingin saya ulas kali ini ialah buku karya pak (atau saya panggil om aja nih) Tauhid Nur Azhar yang berjudul Allah Swt, Pulsa, dan Komik Jepang: Menelusuri Jejak Tauhid. Saya baru saja mendapat pinjaman buku ini dua hari yang lalu dari seorang teman yang sangat baik. Ketika itu saya dengan wajah memelas memintanya untuk meminjamkan buku kecil itu pada saya. Lalu dia bilang, “boleh, tapi seharinya….” Teman saya itu menggantungkan ucapannya. Saya pun keburu malas, karena biasanya nada-nada seperti itu alamat tidak memperbolehkan barangnya dipinjam orang lain. Tapi ternyata saya salah, dia mau meminjamkannya dengan tulus pada saya karena kebetulan ia sudah membaca. *asiikkk….!!* hati saya bersorak ramai.

Allah Swt, Pulsa, dan Komik Jepang merupakan judul yang cuku menarik dan bikin penasaran khususnya bagi para pembaca awam yang tidak tahu strategi marketing pemasaran buku (kayak Dila tau ajah deh). Pasalnya teman saya yang meminjamkan buku ini pada saya itu bilang, “Tapi judul-judul ini engga nyambung satu sama lain, Dil. Ceritanya terpisah semua. Kirain bakalan ada hubungannya satu sama lain. tapi keseluruhannya bagus kok.”. Saya hanya manggut kecil. Sebenarnya dari judulnya saya sudah tau jika ini pasti tentang penggalan-penggalan kisah sarat hikmah yang pada ujungnya selalu terkait dengan keesaan dan keberadaan Tuhan. Dan ternyata memang benar, kurang lebih isinya seperti yang saya duga.

Menelusuri Jejak Tauhid pun merupakan judul yang oke dan bermakna ganda yang keren menurut saya. kenapa? Ya, karena pertama, menelusuri jejak tauhid bisa diartikan menelusuri keberadaan Tuhan dan keesaan-Nya seperti yang telah saya kemukakan diatas. dan yang kedua, menelusuri jejak tauhid bisa diartikan menelusuri jejak atau cerita hidupnya si-Tauhid, sang pengarang buku ini. Nyambung kan? Menarik kan? Hebat yang bikin judul. Entah sengaja atau tidak mau buat sub judul seperti ini, tapi semuanya bermuara pada hal yang saling terkait yakni tentang cerita si-Tauhid dalam rangka mengenal Ketauhidan Tuhan.

Saya hanya butuh seharian membaca buku ini. Di tempat tidur kosan, di kantor tempat magang (sambil ngawas orang-orang yang lagi test TOEFL), di bus way dan di angkot yang alhamdulillah lampunya cukup terang menerangi saya membaca pada senja yang gelap. Sambil menahan guncangan jalan raya yang rusak (nakal betul Dila ini, udah tau minus dan silindernya gede betul, tapi masih aja suka baca di angkot. Kata guru fisika SMP itu justru bikin mata makin rusak), saya berusaha menahan air mata dan tawa saya ketika membaca kisahnya pak Tauhid. Mengharukan dan benar-benar membuat iri (aduh ngapain iri sih, manusia kan ditakdirkan memiliki rezeki masing-masing). Semua kisahnya saya suka. Namun ada satu artikel yang saya kurang mengerti, yakni yang mengenai ikan salmon. Atau saya yang bebel yah, hehe. Dan yang paling membuat saya terharu ialah tiga kisah terakhir yang tercatat di daftar isi. So sweet!

Hidup ini memang indah, terutama bagi mereka yang bisa memaknai dan mengambil hikmahnya. Dan hidup ini adalah sebuah satu paket perjalanan menyenangkan termasuk suka dan dukanya, juga pahit, getir, asam, asin hingga manisnya. Namun sayang, ternyata banyak yang tidak bisa mengambil hikmah dan mengambil sisi keindahan dari kehidupan yang dimilikinya. Sehingga yang ada hanyalah kesempitan dan kesempitan. Penuh sesak dan ditekan dengan makhluk yang bernama ‘stress’ sehingga bisa menimbulkan penyakit kanker. Ya ga pak Tauhid J ?

Ah, Cuma segini yang bisa saya ulas. Tidak sebagus Om Pepeng yang menulis kata pengantar buat bukunya pak Tauhid ini tentunya. Tapi saya senang bisa menuangkan apa yang saya rasakan ke dalam tulisan. Dan ini seperti biasanya, ya seperti biasanya. Saya selalu menulis tentang mereka yang saya kagumi (termasuk pak Tauhid. Semoga kapan2 bisa ketemu dan bisa wawancara seperti wawancara saya pada semua orang yang saya kagumi) seperti tukang sayur berwajah teduh, tukang Koran yang selalu ber-ikhtiar, atau kisah tentang adik saya yang buta sebelah, atau pula ketika saya bercengkrama dengan capung.

Thursday, April 9, 2009

Dari TPS 13 Kami Meletakkan Harapan


Prolog: akhirnya, saya menggunakan hak pilih saya setelah 4 kali berturut-turut saya tidak mendapat hak itu. senang, cukup senang perasaan ini. Sebab saya bisa memilih siapa wakil bagi rakyat yang sesuai dengan hati. Dan saya tidak mendapat dosa label dari MUI, karena saya tidak golput.

Pada hari kamis ini saya berharap cemas bersama adik saya yang juga menunaikan hak perdananya untuk memilih calon wakil rakyat yang berhak duduk di kursi dewan. Kami mencoba menenangkan diri dengan melihat contoh kertas suara dan melihat calon yang akan dipilih dari dekat. Siapa yang mau dipilih ya? Bingung, terlalu banyak! Tapi kami berdua lekas tersenyum ketika mengingat perkataan ayah kami soal siapa yang harus dipilih, “Pilih partai yang gak menang aja. Kasian gak ada yang milih. Udah keluar modal banyak, eh gak ada suaranya. Entar stress lagi.”

Ketegangan makin bertambah ketika nomor urut kami dipanggil. Kami pun bergegas maju menuju panitia dan menerinma 3 kertas suara untuk kemudian mengantri menunggu kosongnya bilik suara. Dan tibalah kami harus menuju bilik dan menunaikan hak kami. Gemetar kami memegang kertas suara, seperti sedang ujian rasanya. Sebab saya dan adik betul-betul tidak tahu dan tidak kenal siapa calon-calon yang namanya tertera disana. Makin bingung! Tapi saya tetap harus memilih, tidak boleh tidak. Dan ini harus cepat usai, karena masih banyak pemilih yang tengah mengantri di luar bilik. Dan beberapa menit kemudian, akhirnya kami telah menentukan pilihan. Ahh, PLONG rasanya!

Para kalian yang terpilih nanti, yang menjadi dewan terhormat nanti, yang menjadi wakil kami nanti,

Kami telah memilih sesuai HATI NURANI kami. Dan pilihan kami adalah anda, tidak mungkin salah. Karena kalian adalah orang-orang yang termasuk dalam GOLONGAN KARYA dan ber-SARIKAT INDONESIA yang selalu ber-KARYA PEDULI BANGSA.

Kalian adalah orang-orang yang PEDULI RAKYAT NASIONAL, yang tidak hanya mementingkan PENGUSAHA DAN PEKERJA INDONESIA saja, namun juga BURUH.
Kalian adalah PEMUDA INDONESIA yang PATRIOT dan PELOPOR di REPUBLIKA NUSANTARA ini.

Maka jika memang kalian ditetapkan menjadi perwakilan kami, jangan pernah lagi mengkhianati kami. Tetaplah dalam BARISAN NASIONAL ini. Sebab tetap rakyat yang memiliki KEDAULATAN, bukan kalian atau mereka yang secara prestise memiliki embel-embel lebih.

Para kalian yang nanti terpilih,
Demi BULAN BINTANG dan MATAHARI BANGSA ini, wujudkanlah apa itu definisi KEADILAN SEJAHTERA dan apa itu KEADILAN DAN PERSATUAN INDONESIA kepada aksi yang lebih nyata. Rakyat tidak mengerti sesuatu yang absurd, tidak mengerti sesuatu yang abstrak. Yang kami hanya tahu ialah kenyataan yang diwujudkan dengan bukti dalam DAMAI SEJAHTERA.

Para kalian yang menjadi BINTANG REFORMASI di hati kami, kami hanya minta agar hidupkanlah kembali PERSATUAN PEMBANGUNAN ini. Dan wujudkanlah PERSATUAN DAERAH agar terwujud GERAKAN INDONESIA RAYA yang konsisten.

Sebab meski beragam suku, bahasa, agama hingga pemikiran kita mengenai NASIONAL INDONESIA MARHAENISME, DEMOKRASI PEMBARUAN, DEMOKRASI KEBANGSAAN, DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN, atau tentang makna DEMOKRAT. Kita tetaplah PENEGAK DEMOKRASI INDONESIA ini yang bersatu dalam padu. Satu darah dan satu tulang yang tentunya selalu bermesraan dalam KASIH DEMOKRASI INDONESIA. Ah, lagi-lagi Indonesia, ya jelas, karena kita tinggal di Negara yang makmur ini.

Para kalian yang terpilih nanti, meski berbeda partai, namun susunlah kembali PERJUANGAN INDONESIA BARU bersama. Karena yang kalian lakukan ialah sebuah KARYA PERJUANGAN bagi bangsa ini. Sebab sesungguhnya bangsa ini telah bangkit dan sadar, namun sayangnya terkesan berjuang sendiri-sendiri. Satukanlah KEBANGKITAN NASIONAL ULAMA dalam PERSATUAN NAHDLATUL ULAMA INDONESIA sehingga akan memperkuat KEBANGKITAN BANGSA ini. Agar bangsa ini lebih tegar dan kuat daripada NASIONAL BANTENG KEMERDEKAAN *sebab kita kan manusia, bukan banteng*. Kalau banteng saja bisa di-nasionalkan untuk kemerdekaan, apalagi manusia yang notabene lebih cerdas.

Above all, para kalian yang terpilih nanti,
Kami sepakat untuk satu tujuan Negara kami, yakni agar Indonesia ini menjadi lebih MERDEKA. Merdeka dari intervensi apapun! Merdeka mengembangkan negaranya sendiri, mengurus bangsanya sendiri tanpa campur tangan bangsa lain. INDONESIA SEJAHTERA, itulah benar-benar harapan kami.

Thx to:
Nama-nama dari 44 partai yang saya gunakan untuk coretan ini. Jazakumullah…

Wednesday, April 8, 2009

Jangan Pilih Caleg Poligami: LHO, EMANGNYA KENAPA??



*Poligami: Keluarga Di Zhalimi,
Bangsa Apalagi…
Tolak Caleg dan Partai Pendukung Poligami*


Tulisan kali ini Mengenai kampanye gelap agar tidak milih caleg poligami atau yang berasal dari partai yang mendukung poligami, dsb. dasar aneh. Coba teman-teman lihat foto yg saya ambil diatas. Foto itu merupakan stiker yang ditempel sembarang di dalam angkot. Saya terbelalak ketika pertama melihatnya. Lho, kenapa ini? Maksudnya apa? Emang kenapa sama poligami? Benarkah praktek poligami menzholimi? Lebih zholim mana sebenarnya antara poligami dan selingkuh??

Sudah sejak 2 minggu lalu sebenarnya saya ingin menulis ini. Namun sayang, memang ide-ide dalam pikiran harus mengantri, menunggu giliran untuk dikeluarkan dalam tempat yang nyaman di atas kertas. Ya, baiklah tidak usah panjang lebar prolognya. Langsung saja ke topik utama.

Entah kenapa, topik jahatnya poligami muncul lagi. Saya heran dengan ini. Sebegitu ngerikah para feminis itu? para aktivis perempuan itu? ngeri dengan praktek poligami yang diisukan menzholimi keluarga dan merugikan perempuan. Bahkan saking ngerinya isu ini diangkat hingga ke panggung pemilu 2009. sampai-sampai ada caleg yang mempromosikan bahwa dirinya tidak poligami di sebuah iklan tv supaya bisa dipilih. Iya mungkin dia tidak poligami, tapi selingkuh. Lebih zholim selingkuh kan? *weits dil, jangan suudzon!*

Di sebuah Koran berbahasa Inggris, Jakarta Globe (Saturday/Sunday, march 28/29, 2009), spot news mengenai feminis yang mengeluarkan data caleg yang berpoligami pun ditulis. Untuk apa sampai mengeluarkan data seperti itu? seperti tidak ada yang diurus saja. Alasan mereka sih, dalam news tersebut, “we do not want to tarnish their (candidate) image, we just want the voters to know, their background. It’s up to the voters whether to cast for them or not”. Artinya, “kami tidak bermaksud mencoreng nama mereka, kami hanya ingin para pemilih tau latar belakang mereka. Selebihnya terserah pemilih, mau memilih mereka atau tidak”. Tapi ya tetap saja, kurang kerjaan.

Kenapa saya bilang kurang kerjaan, karena poligami itu sudah jelas hukumnya yakni: dibolehkan! Jika mereka paham Islam, pasti mereka mengerti dan paham soal ini. Kenapa hukum yang sudah jelas ini harus diprotes lagi? Poligami itu tidak menzholimi, malah mungkin menjadi solusi bagi dunia ini dimana jumlah wanita lebih banyak daripada pria. Tapi tentu saja poligami pun tidak bisa dilakukan sembarang orang. Jika seorang merasa bisa berlaku adil, maka dibolehkan menikahi perempuan lebih dari satu hingga empat. Sebab Allah dalam firmannya QS. An-Nisa: 3,


“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”


Jika dibaca dan dipahami dengan baik, kita bisa melihat bahwa Allah membolehkan berpoligami jika memang ia adil terhadap hak-hak istri yang dinikahinya. Namun memang jika tidak mampu, dianjurkan untuk menikahi seorang istri saja. Karena jika tidak mencukupi syarat berpoligami, maka akan menjadi perbuatan yang aniaya.

Jadi begitu, poligami tidak menzhalimi. Namun entah mengapa, SELINGKUH lebih dianggap fair dari pada POLIGAMI. Seharusnya para feminis itu mengkampanyekan untuk TIDAK MEMILIH CALEG YANG SELINGKUH, YANG SUKA MELECEHKAN PEREMPUAN, YANG SUKA MAIN PEREMPUAN. Begitu lebih fair. Karena, sekali lagi poligami jelas hukumnya, karena ia memang merupakan hukum yang berasal dari Allah Swt.

Wallahua’lam

Thx to:
Allah Swt & Alquran Al Karim
Artikel: Menafsir Ayat Poligami

Sunday, April 5, 2009

Situ Gintung: Antara MITOS Dulu dan KENYATAAN Sekarang

Malam Sabtu kemarin saya menginap di kosan adik saya seperti biasanya. Hal ini memang sering saya lakukan jika memang ada keperluan di kampus selama beberapa hari. Beruntung saya memang sudah cukup kenal dengan dua orang teman kosan adik saya, sehingga dengan mudah saya bisa tinggal bermalam jika ada perlu meski adik tidak ada di kosannya.

Seperti biasa pula, jika saya bermalam disana, kondisi kekeluargaan selalu menyeruak dalam tiap obrolan yang kami adakan. Kebetulan ketika itu obrolan kami masih seputar Situ Gintung yang seminggu kemarin diberitakan jebol dan menelan korban ratusan jiwa. Salah seorang teman kosan adik saya mulai bercerita tentang mitos Situ Gintung yang kerap dibicarakan orang sebelum adanya musibah sekarang ini.

Teman adik (T): kak, tau ga dosen cerita gini, lucu deh.
Saya (S): apa? (dengan tampang antusias)
T: iya dosen di kelas bilang gini ‘ibu saya bilang dulu tuh ya ada mitos kalo di Situ Gintung ada buayanya. Makanya kenapa orang ga boleh mancing sampe ke tengah-tengah. Soalnya sering banget tiba-tiba orang tenggelem disana dan ga pernah ditemuin mayatnya kecuali bajunya aja.’. gitu kak.
S: terus-terus… gimana??
T: iya terus dosen bilang, sekarang kan Situ Gintung udah kering ya, udah ga ada airnya. Dia mikir, mana buayanya? Katanya banyak buaya, kok ga ada?? Yang ada malah ikan segede-gede meja.
S: (sambil tertawa)… ya ampun, aneh-aneh aja orang. Dasar orang-orang zaman dulu. sekarang baru kebukti deh kenyataannya klo mitos itu ga bener.

Sebenarnya percakapan saya dengan teman adik itu masih berlanjut, namun saya singkat sampai situ saja. Dan sekarang yang ingin saya kemukakan ialah, ternyata begitulah mitos yang berkembang pada masyarakat, selalu berbeda jauh dengan kenyataan. Hal ini terjadi pada objek mana saja, termasuk Situ Gintung. Kata ahli Geologi, hilangnya orang yang memancing di tengah itu bukan karena buaya atau mahluk halus melainkan struktur lumpur dalam situ yang mungkin tebal sehingga membuat orang yang memancing di area tengah tersebut terhisap lumpur dan tenggelam.

Situ Gintung memang sudah lama ada di daerah Cireundeu. Menurut info, waduk ini memang sudah lama dibangun oleh Belanda sebagai tempat penampungan air hujan. Jadi wajar jika ketika tanggulnya jebol, air langsung habis dan waduk pun mengering. Karena Situ Gintung memang bukan sungai melainkan hanya waduk yang berfungsi mengaliri air hujan yang tertampung ke sawah-sawah yang terletak dibawahnya. Sawah-sawah itu saat ini memang sudah beralih fungsi menjadi pemukiman warga, sehingga wajar jika perumahan wargalah yang dialiri air. Karena sifat air itu mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan memang air tetap harus mengalir. Kalau kata Gesang dalam syair ‘Bengawan Solo’nya, “air mengalir sampai jaaauuuhhh. Akhirnya ke lauuutt…”. Tapi sayangnya di area Cireundeu ini, air Situ Gintung tidak sampai menuju laut, namun menerjang rumah-rumah dan mengendap pada lapisan tanah merah atau berkumpul dengan air di kali Pesanggrahan.

Kondisi terbaru korban Situ Gintung

Mengenai hal ini, tidak banyak perubahan yang terjadi sebenarnya. Korban masih banyak yang hilang. Rumah semi-permanen yang sedang dibangun untuk para pengungsi belum jadi sehingga pengungsi masih harus tinggal di tenda. Para pejabat masih mencari kambing hitam soal siapa yang salah mengenai IMB dan jebolnya tanggul, yang jelas warga tidak bisa disalahkan sepenuhnya dalam hal ini. Ahh… rumit!

Makanya pemerintah dan para pejabat, besok-besok jika menerapkan peraturan, diharapkan lebih tegas! Juga kacung-kacung pejabat yang ada dibawahnya, jangan asal mau nerima duit demi proyek yang merugikan. Atau jangan asal jualin harta dan proyek milik Negara-lah demi duit yang engga seberapa. Kayak kasus Situ Gintung nantinya, dulu para warga yang tinggal di bawah tanggul mengaku mereka membeli tanah dan rumah tersebut dari seorang tuan tanah *padahal ga ada sertifikatnya*. Dan ketika mereka mengurus izin tanah tersebut, dikatakan bahwa tanah itu milik Negara sehingga tidak bisa mendapat sertifikat serta IMB.
Juga untuk para warga, jika ada peraturan dari pemerintah demi kebaikan bersama, tolonglah dipatuhi. Jangan ngeyel kalo dibilangin!! Terkadang karena kesalahan sendiri, langsung menyalahkan pemerintah. Contoh kecil, warga senang sekali buang sampah tidak pada tempatnya. Kali menjadi tempat favorit untuk tempat sampah. Akibatnya, banjir kan tiap hujan. Atau mungkin merokok, kebiasaan ngetem para supir angkot, dll. Bangsaku-bangsaku, kepribadiannya masih harus diatur. *mungkin termasuk kepribadian yang nulis artikel ini*

Wednesday, April 1, 2009

Cerita dari Balik Posko Sekitar Situ Gintung


Akhirnya, setelah empat hari bencana Situ Gintung saya bertolak juga menuju Ciputat dan mampir ke salah satu Posko di lokasi kejadian. Banyak hal yang saya amati disana. Mulai dari crowded-nya ‘wisatawan bencana’, sibuknya para penjaga posko baik itu dari mahasiswa, kampus, lembaga pemerintah & swasta, LSM, dan partai, para warga yang mampir ke posko dan mengaku sebagai korban agar dapat bantuan, wartawan dari berbagai media yang terkadang saya pikir cukup memanfaatkan korban sebagai komoditi bagi medianya, dsb. Baiklah, saya akan mulai ceritakan apa saja yang terekam ke otak saya ketika kunjungan di hari Selasa (31/3) kemarin.

Senin sore dengan menggunakan bus AC dari terminal Senen saya bertolak menuju kota Ciputat, kota dimana kampus saya berada pun sekaligus tragedi Situ Gintung yang dekat. Sejak naik bus hati saya sudah berdebar tidak karuan, sebab tidak sabar melihat keadaan Ciputat yang sudah lama tidak saya kunjungi juga ingin tahu bagaimana situasi kota tersebut sebenarnya pasca musibah yang terjadi di Situ Gintung. Apakah benar ia terisolasi? Atau bagaimana?

Suasana hati semakin tak karuan ketika bus sampai di area Lebak Bulus lalu melewati area depan perumahan Cireundeu Permai, salah satu lokasi yang terkena lumpur Situ Gintung. Situasi jalanan memang macet disana, tapi saya pikir macet seperti ini memang sudah menjadi hal yang wajar sehari-hari. Jadi saya cukup lega sambil berkata dalam hati, “Ooh, engga terlalu ribet suasana aslinya. Kegiatan sehari-hari masih berjalan normal dan santai. Masih ada yang mampir di tukang VCD bajakan, masih banyak angkot nge-tem, dsb.” Dan bus terus berjalan. Namun mata saya dan penumpang lain tak berpaling dari jendela sebelah kiri demi melihat suasana posko yang ada di Situ Gintung. Ya, banyak terdapat posko disana, terutama ketika saya melewati depan kampus STIE Ahmad Dahlan dan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Bahkan sebenarnya posko pun sudah ada di area Pasar Jumat. Saya kembali bernapas lega dan mengulas senyum, ternyata kota ini tidak terisolasi dan kemacetan serta crowded yang ada memang sudah jadi hal yang biasa, jadi tidak perlu dikagetkan. Ketika itu hari sudah malam dan saya memutuskan untuk menuju ke kosan adik saya dulu sebelum keesokan harinya bergabung bersama teman-teman di posko KAMMI.

Pagi hari bertandang ke bumi, akhirnya saat yang ditunggu tiba. Saya bersama seorang adik kelas menuju posko sekitar jam 7 pagi. Sampai disana posko masih sepi tapi semangat tetap tidak luntur untuk hari ini: siap membantu! Posko KAMMI tampak sedikit sesak dengan barang logistic yang penuh menumpuk. Namun ketika saya disana, ternyata ada peraturan baru, yakni tidak boleh asal memberi bantuan ketika orang-orang berkunjung ke posko. Sebab ternyata cukup banyak warga yang memanfaatkan kejadian ini dengan berpura-pura menjadi korban dan mengambil barang sesukanya dengan tidak hanya sekali, namun lebih dari itu! menyedihkan bangsa kita ini. Belum lagi pemulung dan pengemis yang datang dan memelas meminta barang *aduh, bukannya kita ga mau kasih, namun ini lebih diproritaskan untuk korban*. Maka ketika para warga bertandang ke posko dan meminta berbagai macam kebutuhan, kami menge-check dulu data warga tersebut. Apakah tercantum di data korban yang kami pegang atau tidak. Memang sedikit repot birokrasinya, namun ini demi kebaikan bersama.

Bukan hanya para warga yang mengaku sebagai korban yang saya amati, namun juga ada para ‘wisatawan bencana’ alias para warga yang datang dengan tujuan hanya ingin melihat-lihat lokasi kejadian. Kebanyakan para warga ini merupakan ibu-ibu dengan paying dan kaca mata hitamnya. Waduh, Situ Gintung, meskipun udah kena musibah tetap jadi tempat favorit untuk berwisata ternyata. Hmm…

Juga para wartawan dan relawan yang kerap mondar-mandir melewati posko KAMMI. Mereka memang cukup sibuk pada momen ini. Dan untuk wartawan yang menurut saya terkadang memanfaat korban untuk diwawancara sebagai komoditi bagi medianya. Hmm, kasian korban kalau memang benar begini.

Ataupun para parpol yang semakin melebarkan sayapnya dengan entah apa maksudnya. Politis deh! Dan para tentara dan polisi yang selalu siap siaga turun ke lapangan. Mereka memang sangat dibutuhkan. Juga supir-supir mobil truk-ambulan yang siap membawa barang logistic atau korban meninggal ke tempat tujuan. Ya beginilah, sungguh banyak pengamatan.


Musibah Situ Gintung *terlepas dari permasalahan siapa yang salah soal IMB dan tanggul jebol*, cukup mengundang perhatian banyak pihak. Dengan sigap dan tangkas banyak orang yang siap membantu. Mungkin karena letaknya di kota, jadi bantuan begitu gampang mengalir. Namun entah sampai kapan. Karena saya pikir, korban tidak hanya butuh bantuan yang bersifat jangka pendek, namun juga jangka panjang. Seperti pembangunan kembali rumah mereka dan masa depan mereka. Bagaimana pendidikan anak-anak mereka selanjutnya juga pekerjaan yang akan melangsungkan kehidupan mereka di masa depan.

Friday, March 27, 2009

Situ Gintung, Doa Kami Menyertai

Jumat (27/3) pagi tadi saya tersentak mendengar kabar bahwa jebolnya tanggul Situ Gintung yang terletak di wilayah Banten untuk yang kedua kalinya. Pintu air itu telah melimpahkan air bah kepada warga pada pukul 01.00 dini hari ketika para warga masih tertidur lelap. Dan diberitakan kini ratusan rumah terendam, beberapa diantaranya hancur, pun sekitar 58 orang tewas hingga artikel ini ditulis. Ya Allah, sungguh… mengerikan!

Mungkin bisa dibilang sebagai alasan kuat mengapa saya merasa sangat kehilangan dan berduka dengan musibah yang terjadi di Situ Gintung. Sebab situs tersebut cukup dekat dengan kampus kami yakni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Situs tersebut merupakan tempat yang familiar dengan kami. Situs itu tempat syuro kami, tempat rihlah kami, tempat mabit kami. Dan di wilayah tersebut ada sebagian orang-orang terdekat kami tinggal; dosen kami, teman kami, saudara kami, ah. Sehingga cukup wajar jika kami luar biasa terkejut dengan adanya musibah yang menimpa wilayah tersebut.

Musibah ini mengundang perhatian berbagai pihak. Mulai dari warga, mahasiswa, tim SAR, caleg, hingga SBY-JK. Cukup senang banyak pihak yang cepat tanggap dalam hal ini, terutama mahasiswa yang berada di sekitar lokasi kejadian *untuk KAMMI UIN Jkt…salute*. Ya, memang seharusnya beginilah reaksi positif ketika mendengar saudaranya tertimpa musibah. Pertolongan pertama sangat penting ketimbang kampanye atau berkelahi tidak jelas.

Kepada Saudara kami yang tertimpa musibah Situ Gintung, baik yang rumahnya terendam banjir dan hancur, yang saudaranya hilang dan meninggal, yang kehilangan harta dan benda, semuanya yang merasa pedih, kami turut berduka sedalam-dalamnya. Semoga musibah ini menjadi hikmah bagi kita semua. Yakinlah Allah tidak mungkin memberikan musibah kecuali tanpa hikmah dan pelajaran didalamnya. Dan bersabarlah, saudaraku. Sesungguhnya Ia selalu beserta orang-orang yang sabar.

Kepada teman-teman juga saudara kami yang tidak tertimpa musibah tersebut, mari kita bersama menyumbang tenaga-doa-dana-logistik-ilmu atau apapun yang bisa kita bisa berikan bagi saudara-saudara kita disana yang membutuhkan bantuan. Apapun bentuknya itu, pasti membantu, insya Allah. Disertai niat tulus ikhlas tentunya. Mari. BISMILLAH!

Tuesday, March 24, 2009

Tukang Koran yang Eksis di Kampus


Akhirnya saya kembali menuliskan kisah orang lain yang ada di sekitar saya dan insya Allah menginspirasi bagi yang lain.

Dia adalah TUKANG KORAN di kampus saya. Namanya kak Iskandar *gapapa ya kak, disebutin namanya*. Tidak ada civitas akademika yang tidak tahu tentangnya *mulai dari OB-mahasiswa-dosen-staff-pudek-dekan-purek-rektor-satpam*, yah kalaupun tidak tau minimal pernah melihat wajahnya. Karena ia memang sering thawaf alias keliling kampus menjajakan Koran. Ia memang mahasiswa juga di kampus saya, namun atas inisiatifnya ia bekerja sebagai loper Koran untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan hasilnya, kini ia bisa memiliki motor *awalnya Cuma sepeda*, juga laptop dan bahkan menghidupi istri dan kedua anaknya. Subhanallah, sungguh perjuangan yang tidak mudah tentunya.

Umm, apalagi ya. Mungkin cerita lengkapnya nanti deh. Kalo ketemu kak Iskandar dan wawancara dia

Monday, March 23, 2009

SAYA GOLPUT dan SAYA TIDAK BERDOSA


Pesta demokrasi mulai lagi di negeri ini. Ah, tak terasa sudah hampir 5 tahun. Padahal baru kemarin rasanya para mahasiswa demo menagih janji 100 hari SBY-JK. Baru kemarin rasanya saya merasakan kehidupan baru berkuliah di PTN *ya, usia pemerintahan SBY-JK memang sama dengan usia perkuliahan para mahasiswa angkatan 2004*. Baru kemarin-dan baru kemarin. Hidup memang tidak mengenal “baru kemarin”.

Hangatnya PEMILU tahun 2009 pun telah terasa jauh-jauh hari. Seperti halnya pemilu di USA. Desas-desus Obama akan jadi presiden USA pun telah ada sejak tahu 2007 *wah berarti desas-desus saya jadi presiden boleh diisukan dari sekarang donk... kidding*. Lalu ada survey yang mengatakan bahwa tingkat pemilih untuk pemilu saat ini sangat rendah dan menurun. Mungkin masyarakat semakin tidak percaya dengan elite politik dan pemerintah yang dianggap tidak bisa memenuhi kesejahteraan mereka. Sehingga animo untuk memilih pun semakin hilang *kampanye dan hadiah dari partai bolehlah, tapi milih, suka-suka donk*, begitu kira-kira.

Maka dari itu, untuk mengantisipasi penurunan hasrat untuk ikut pemilu di masyarakat, KPU gencar sekali mengkampanyekan pentingnya PEMILU, sampai-sampai grup band COKELAT buat lagu yang berjudul “5 Menit untuk 5 Tahun”. Bahkan tidak hanya sampai disitu MUI pun turut serta ikut andil dalam meningkatkan hasrat masyarakat untuk ikut pemilu tahun ini, sehingga ditelurkanlah fatwa bahwa GOLPUT = HARAM!! Wuih, saya cukup kaget dengan pemberitaan ini. Golput haram? Jadi selama ini saya... berdosa?

Kebetulan ketika itu saya sempat menonton ‘Apa Kabar Indonesia Malam’ di TVOne yang ketika itu membahas tema GOLPUT HARAM bersama narasumber Ali Mustofa Yaqub, ketua Fatwa MUI yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal yang juga Pemilik Pesantren Ilmu Luhur Hadis (Hadis Science) Darus Sunnah *jadi inget gagal masuk pesantren ini pas kuliah. Soalnya tesnya pake bahasa Arab semua sih? Mana daku mengerti* dan juga Bima Arya Sugioanto, pengamat politik muda. Ketika pak Ali ditanya oleh Bima Arya soal “bagaimana dengan pemilih yang golput karena bermasalah dalam hal administrasi, tidak terdaftar misalnya?”. Pak Ali menjawab “Oh kalo itu tidak mengapa, ini kan haram untuk pemilih yang sudah terdaftar namun tidak mau memilih!”. Dan seketika itu saya pun langsung bernafas legaaaaa.... phuih. Saya tidak dosa kan jadinya pak?

Saya ini memang belum pernah memilih dalam ajang pemilu tingkat nasional *payah nih, padahal kalo di tingkat kampus selalu aktif bahkan jadi yang dipilih*. Saya bahkan merupakan PEMILIH AWAM untuk pemilu nasional. Kenapa awam, karena saya sudah tidak pantas disebut sebagai PEMILIH PEMULA lagi *kalo pemilih pemula mah khusus buat yang baru berusia 17 tahun atau lebih dikit deh dan langsung terdaftar sebagai peserta pemilu*


Ya begitulah nasib saya. Terlahir dari keluarga yang ternyata sebagian besar “GOLPUT” akhirnya harus ikut golput juga. Padahal jika saya terdaftar, saya bisa menyumbangkan suara untuk dua DAPIL sekaligus. Ya, kepemilikan saya atas dua Kartu Tanda Penduduk (Jakarta & Bekasi) harusnya bisa membuat salah satu partai tertambah pointnya. Tapi ternyata tidak. Ah, beginilah nasib “istimewa” pemilik dua kewargakotaan ini. Sehingga bisa ditotal bahwa hingga kini saya telah kehilangan kesempatan 4 kali hak bersuara. Pertama, ketika PEMILU Nasional pertama kali berlangsung tahun 2004 *waktu itu sebenernya sih belum genap usia memilih, jadi wajar ga dapet kartu*. Kedua, ketika PILKADA GUBERNUR DKI Jakarta *udah ga terdaftar, lagi KKS pula di Garut. Sehingga harus jauh dari ibukota*. Ketiga, ketika PILKADA WALIKOTA BEKASI *yang ini bokap lupa daftarin. Ternyata beliau masih nganggap saya dan adik belum cukup umur untuk memilih. Haha lupa dia*. Keempat, ketika PILKADA GUBERNUR JAWA BARAT *ternyata masih belum terdata juga nama saya di data voter. Tapi gapapa, HADE udah menanglah. Tinggal liat aja, janji mereka terbukti ga?*

Lalu bagaimana dengan kini? Oh, saya tidak tau pasti bagaimana *meski sebenarnya perasaan APATIS makin tumbuh*. Jika terdaftar, ya pasti saya milih. Jika tidak, ya ndak apa-apa. Yang jelas saya ndak terlalu minat dengan pemilu ini. Jadi teringat dengan pertanyaan seorang teman, “Dila nanti milih apa? Pe-Ka-eS yah?”. Saya jawab, “waduh, ga tau” dengan nada sok ekslusif. Teman saya bilang lagi, “gapapa, bilang aja.” Saya Cuma nyengir sambil berkata dalam hati, “TAU GA SIH, GUE TUH GOLPUT. Hehe.”

Teman-teman, saya hanya selalu teringat dengan pesan bapak saya yang amat NETRAL *padahal pernah ditawari jadi dewan syuro salah satu partai berlambang bulan sabit kembar, padahal pernah diundang partai Islam ini-itu*,“halah, mau jadi apa sih negeri ini kalo calegnya aja begini. Sekarang tuh yang dibutuhkan orang yang BERANI. Aktif atau lincah atau pinter tapi ga BERANI buat apah?!” begitulah saya yang golput dan keluarga saya yang netral *see
MENERTAWAKAN PEMILU 2009*.

Pesan saya, jangan terlalu men-cap orang yang golput dengan pandangan marjinal atau apapun. Barang kali mereka punya alasan tertentu yang memberatkannya. Bersikaplah terbuka.

Saturday, March 21, 2009

Fadhilatul Muharram for Indonesia President in 2029 (Please Support me, Dude!)


This title above, ah I don’t know, I just dream of it. Between conscious and unconscious. Between dream and not. Between doubting and undoubting. Above all, I have dream for my country, INDONESIA.

Indonesia is a big country. It has so rich nature resources. It is the place for the biggest Muslim population in the world. But it’s so sad if you realize that Indonesia still stay on the poor rank. It never leaves that poor place. Indonesia is the worth country but why it still steered by other countries who act as the power country in this world? You have an honor, Indonesia. Let your self to be free and independent!!

As Indonesian people *and if I get my dream to be a future president*, I want nationalize all Indonesia companies. No foreigners sit on there. No foreigners gain profit from my country. We the people never enjoy the rich directly. We stay inside with the poorness. But they gain all rich and enjoy it with innocent. Return them to us. Nationalize ours!

Then, I want human resources in Indonesia get their privilege of schooling and educate themselves. Many people here still are in illiterate case. As the next golden generation I want force-FORCE-force my people to educate themselves. To encourage them making creativity and be brave to stand independent.

Third, I want to grow up the economics. No loan anymore. See IMF, NO LOAN ANYMORE for INDONESIA! Because your loan ruin us. If you want to help us, JUST HELP but don’t take our resources. Get it? We are the honor nation. Don’t make us poor anymore.

Fourth-fifth-sixth-etc are UPHOLD the JUSTICE, SHARE the LOVE, once again BE INDEPENDENT and BRAVE, etc. We need them to make Indonesia be a worth country. The golden nation shall overcome. Wait, we still prepare it for now. No doubt anymore, because we shall overcome.


PS. To get Indonesian version article click here.

Thursday, March 19, 2009

Fatwa Rokok Haram: BENARKAH MUI KURANG KERJAAN??


Waduh, kontroversial ngga ya judul ini?? Haha, tidak apalah jika ia memang benar kontroversial. Sebenarnya saya tidak akan menulis artikel ini dengan judul yang keren seperti judul diatas kalau tidak ada situasi yang memberi inspirasi pada saya. boleh cerita sedikit alasan dasarnya ya.

Senin kemarin (16/3) saya bertemu dengan teman sekelas kuliah di Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Senang rasanya melihat ia kembali. Setelah menyelesaikan beberapa urusan, saya bersama ia menuju mushola lt.4 FAH. Kami masih ngobrol bercengkrama hingga ia melihat sebuah spanduk bertuliskan “SAATNYA HARAMKAN ROKOK SEPERTI HARAMNYA ZINA DAN NARKOBA” di fakultas sebelah yakni Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (ini fakultas yang paling saya favoritkan di UIN, kenapa dulu ga masuk syariah aja ya. Lho?). seketika itu ia berkomentar, “Aduh, MUI, kurang kerjaan ga sih rokok diharamkan begitu. Menurut lo gimana, kalo menurut gue sih kurang kerjaan tuh MUI.” Saya tidak menjawab. Diam. Tersenyum. *soalnya kalo jawab khawatir dia jadi mati kutu atau mungkin nantinya kita berdebat, padahal mau sholat. Jadi saya agak malas menjawabnya*

Rokok itu, tidak diragukan lagi “KEJANTANANNYA” dalam membunuh banyak nyawa. Tidak diragukan lagi “PRESTASINYA” mengakibatkan hal-hal yang kurang baik. Rokok sendiri pun mengakui bahwa dirinyalah yang menyebabkan Merokok dapat menyebabkan kanker, gangguan jantung dan impotensi, kehamilan, janin. Ya, begitulah track record sebuah batang putih-kuning ini.

Korban keganasan rokok pun sudah banyak beredar di negeri ini. Lihat saja si-Jantung dan paru-paru bolong merupakan salah satu akibat yang disebabkan rokok. Belum lagi pemborosan. Belum lagi rokok ialah merupakan PINTU MASUK atas segala bentuk NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif). Dan yang paling parah, orang yang paling menderita akibat rokok ialah orang yang tidak merokok alias PEROKOK PASIF! Kemana-kemana orang-orang pasif ini terjebak asap rokok, yang seringnya sang PEROKOK AKTIF pun cuek dan malah sengaja “menghambur-hamburkan” kepulan asap putihnya. Entah ada maksud pamer atau mau ngajak “sakit” juga. Emang dasar orang yang “penyakitan” engga pernah mau merasakan “sakitnya” sendirian. Ya, begitulah alasan kenapa rokok harus dihindari. Untuk lebih jelas, bisa klik disini, klik disini juga.

Kurang kerjaan-kah MUI??

Saya pernah membaca sebuah artikel yang terselip sebuah kalimat “…fatwa rokok ini pesanan dari kak Seto!”. Waduh, orang ini. Jika saya boleh egois dan menjadi orang yang menyebalkan, saya akan menjawab “emangnya kenapa kalo ini pesenan kak Seto? Suka-suka donk.” Tapi engga jadi, karena ini bukan jawaban yang ilmiah. Lagipula, jika memang benar fatwa ini merupakan pesanan, dikarenakan memang sangat penting untuk dikeluarkan kebijakannya. Dan MUI pun tidak akan pernah ngasal mengeluarkan fatwa. Pastinya akan ada pertimbangan matang dulu. akan ada peninjauan dulu dari segi syariahnya, kesehatannya, mudhorot-maslahatnya, dsb. Tidak pula sembarang orang yang ikut memutuskan perkara ini. Insya Allah orang-orang yang ikut mensyurokan fatwa ini ialah orang yang berilmu. Mereka mengerti dan paham mengenai Quran dan Sunnah. Jadi tidak mungkin MUI kurang kerjaan dalam memutuskan sebuah perkara.

Kira-kira Efektifkah Fatwa ini??

Jika ditanya efektif atau tidaknya, saya akan jawab tidak terlalu efektif. Bangsa Indonesia ini bukannya tidak pintar, mereka tahu segala sesuatu termasuk bahaya merokok ini. Hanya saja bangsa kita ini tidak cerdas, sebab sudah tahu keburukannya masih saja dilakukan. Pernah ingat PERDA Jakarta mengenai pelarangan merokok di tempat-tempat pendidikan pada tahun 2005? Ketika itu disosialisasikan pula mana area merokok dan mana yang tidak. Namun kini perda tinggal perda. Masyarakat cuek bebek dengan adanya perda ini, sehingga mungkin saat ini sudah (sengaja) terlupakan dan dilupakan. Hmm, miris betul. Sebab masyarakat berpendidikan pun tidak bisa diandalkan untuk sosialisasi anti rokok ini. Saya sering melihat fenomena ini khususnya di kampus. Bukan, bukan sekedar mahasiswa dan OB kampus yang suka merokok di area pendidikan, namun juga PUDEKnya pun pernah bahkan kerap melakukannya dengan santai tanpa merasa bersalah!

Mungkin betul jika dikatakan bangsa Indonesia sulit bangkit dari segala keterpurukannya di berbagai bidang (termasuk kesehatan). Amanat baik yang dibebankan pemerintah pun jarang ada yang mau memperdulikan. Merokok, buang sampah masih sembarangan, dsb.

Eh, Tunggu Dulu, Akibat Diharamkannya Rokok ini Apa Ya??

Rokok, seperti yang sudah terekam melekat erat di otak kita, ialah sangat berbahaya bagi tubuh. Namun jika kita mau melihat secara menyeluruh soal fatwa ini, ternyata ada pihak-pihak yang pastinya merugi (kalo para perokok aktif sih udah pasti merugi karena mulutnya yang akan selalu asam akibat engga ngerokok, tapi mereka mah bodo amat! Hehe). Pihak yang merugi tersebut ialah, para buruh yang kena PHK dan pengusaha rokok pribumi yang mengelola UKM di daerahnya (bukan perusahaan rokok besar kayak Gudang Garam, dsb ya). Jadi bagaimana ini ya? Kasihan juga kan. Apalagi cari pekerjaan itu susah. Meski ada juga orang yang bilang, “kan masih ada pekerjaan lain yang lebih halal”. Tapi tetap aja prakteknya sulit, apalagi untuk sebagian masyarakat kita yang pendidikannya rendah. Lalu bisakah tembakau dan cengkeh diproduksi menjadi bahan lain selain rokok?

Hmm. PHK. Pengangguran. Kerugian sebagian besar masyarakat menengah kebawah. Aduh, gimana ini? Gimana??

Penawaran Solusi

Rahman Toha, Ketua Umum PP KAMMI mengatakan, “bagi saya fatwa haram rokok bagus2 saja, tapi tidak begitu strtaegis dan penting sekali saat ini..kenapa MUI ga mengeluarkan fatwa haram menaikan harga BBM..?..”

Ya, beliau mengatakan seperti ini karena memang MUI tidak menawarkan solusi konkrit bagi sebagian masyarakat yang akan kehilangan pekerjaan jika rokok ini diharamkan. Mungkin sebaiknya seperti ini, MUI pun berdiskusi dengan pihak-pihak yang terkait mengenai pengalihan pekerjaan para buruh dan pengusaha rokok yang akan kehilangan sumber rezekinya. Karena tembakau dan cengkeh ialah komoditi yang cukup bagus untuk pemasukan ekspor negara kita. Makanya saya bertanya, apakah bisa jika tembakau dan cengkeh dijadikan bahan selain rokok? Untuk sayur mayur misalnya? Kue? Obat-obatan? Atau mungkin dijadikan sepatu (eh, ngomong-ngomong sepatu, ada saran dari Menteri Fahmi Idris untuk wajib membeli sepatu buatan asli Indonesia.)? atau mungkin juga tas? Kain batik?

Hmm, *menyebalkan* saya belum punya penawaran yang solutif untuk hal ini. Saya hanya bisa mensugesti bahwa pemerintah dan MUI untuk kembali mendiskusikan nasib para buruh yang kehilangan pekerjaan akibat fatwa ini. Jika memang disediakan pekerjaan sih tidak masalah. Namun, ini hampir tidak ada. Apalagi kondisi pendidikan masyarakat kita yang rendah.

But, above all, saya tetap mendukung fatwa ini. *sambil memikirkan apa solusi yg tepat atas akibat yang ditimbulkan*

PS.
Terima kasih untuk teman-teman yang sudah mau saling sharing pendapatnya.
Ardiansyah Oktaf, Olia Desconova, Ahmad Supriyadi, Laily Hidayati, Muhamad Solihin, Muthia Bayhaqi, Mustofa Zahri, Joe Hendri, Rahman Toha B., Qory Nadezha, Uut Pradama, Bang Oyi, Zahril Syafrizal Habibie, As Syakila, Arsy Kumala Anggraeni, Ahmad Syahril Baidillah, Acun Saja, Dhimas Lazuardi Noer.

Untuk melihat pendapat mereka bisa dilihat (klik) disini.

Monday, March 16, 2009

Menertawakan PEMILU 2009 *hahaha*

Pagi seperti biasa saya menonton acara berita pagi di berbagai channel bersama bapak saya yang memang maniak berita. Biasanya kami mengomentari isi-isi berita nasional ataupun internasional. Kebetulan saat ini tengah hangat-hangatnya berita pesta demokrasi yg biasa disebut pemilu oleh bangsa ini. Heboh benar panggung demokrasi taun ini *lho, bukannya dari dulu juga heboh ya?*. ya, heboh dengan segala kebingungannya. Mulai dari perlombaan narsis para caleg, sikap PANWASLU yang suka ngikutin caleg *getol banget ngawasin caleg dan partai* dan KPU yang pastinya ribet abis dengan pemilu kali ini.

Bingung-bingung. Yakin bingung dengan pemilu kali ini *kecuali para pesertai pemilu tentunya*. Sebab partai yang ikut pemilu kali ini banyak sekali. Belum lagi CALEGnya yang ada lebih dari 50. waduh, kebayang betapa luasnya kertas suara itu yah?? Lalu gimana biar ga bingung? Golput aja kali yah? Atau milih semuanya? Hehe. Golput-golput… meskipun MUI telah menyatakan haram, yakin deh banyak masyarakat yang tidak mempedulikan fatwa ini.

Kembali kepada situasi dimana saya dengan bapak saya menonton bersama acara berita pagi *kebetulan saat itu memang lagi diputar berita pemilu*. Kemudian terbitlah percakapan saya VS bapak:
Saya (S): Pak, aku terdaftar ga?
Bapak (B): Yaaa ga tau.
S: terus nanti aku ga milih ya?
B: bapak aja ndak tau terdaftar atau ngga. Lagian emang mau ngapain? Kalo dipanggil namanya, ya milih. Kalo engga, yaudah. Ga ada yang bener kok pemilu.
S: ....

Haha, saya diam sambil tersenyum tipis. Patut diketahui saya ini sudah GOLPUT sejak usia 17 tahun. Bukan karena apa-apa, karena saya memang selalu tidak terdaftar di TPS. Dulu sih, gelisah bgt, ngerasa unrest gituh. Soalnya saya mauu banget ngerasain nyoblos. Tapi semakin kesini, semakin mati keinginan saya untuk ikut pemilu. Semakin apatis perasaan saya. ah, biarlah saya duduk menertawakan. Menertawakan para caleg, partai, panwaslu, juga kpu dan bahkan diri saya sendiri yang hanya bisa tertawa tanpa memberi solusi.

Friday, March 13, 2009

Mengenang Tawuran

Hmm, kekerasan-hegemoni-bullying , apa lagi ya? Begitu banyak kekerasan yang kita lihat di sekitar. Tapi saat ini saya hanya ingin membatasi pada tingkat siswa dan mahasiswa saja. Baik, kita mulai dengan kata TAWURAN.

Saya mengenal kata ini sejak SMP kelas 1. ketika itu sedang seru-serunya era tawuran-demo-reformasi-kerusuhan-penjarahan. Apalagi sekolah kami berada di pinggir jalan Salemba. Jika boleh disebutkan nama sekolahnya yakni SMPN 216 Jakarta yang terletak di Jl. Salemba Raya No.18 (masih hapal gw,, hehe). Hampir setiap hari saya melihat fenomena seperti ini. Berangkat dan pulang sekolah terkadang dengan diliputi dengan perasaan takut-takut. Akan ada apa hari ini? Tawuran apa lagi ya? Mana sama mana ya? Ada kerusuhan ga ya? Ada demo ga ya? Begitulah.

Saya melihat hal ini dengan penuh miris (pastinya). Kenapa sih para generasi muda kita ini? Ampun deh. Mereka bukan tidak bersekolah, juga bukan berasal dari keluarga yg tidak berpendidikan. Tapi mental berkelahi pun memenuhi awang-awang syahwatnya. Tidak habis pikir juga mereka rela mati konyol demi tindakan hegemoni kelompok dan pribadi yang meliputi diri mereka. Menjadi bullying yang tidak pernah habis. Padahal di sekitarnya orang-orang merasa ngeri. Astagaaaa…

Jadi teringat kejadian yang terjadi ketika saya kelas 2 SMP (buat yg dulu anak kelas 2-2, gapapa ya gw cerita ini). Ketika itu para siswa laki-laki suka melakukan simulasi tawuran dengan kertas yang dibentuk menjadi bulat padat dan dijadikan senjata. Kelas jadi ramai penuh kertas terlempar-lempar. Saya Cuma bisa bengong *wah, teman-teman gw…*. Saya pikir simulasi ini hanya berhenti sampai disini saja, tapi ternyata tidak. Ketika itu ada waktu santai selepas pelajaran olahraga. Para siswi pun bergegas menuju kantin atau kelas, sedang siswanya masih asyik main di luar gerbang *meski masih dalam komplek sekolahan SD kenari-216-SMA 68*. Dan waktu terus berjalan, namun tiba-tiba beredar kabar ada kecelakaan yang menimpa salah seorang teman yang berinisial GA (bukan Gapura Angkasa atau Garuda Indonesia ya). Usut punya usut kecelakaan itu terjadi akibat simulasi tawuran yang dilanjutkan selepas olahraga, dan kini tidak lagi menggunakan batu yang terbuat dari kertas, tapi… ah entah yang jelas ketika itu mata GA berdarah dan segera dilarikan ke RS terdekat entah RSCM atau Saint Carolus, lupa.
Dan akhir kejadian itu ialah, GA tidak masuk beberapa hari, sedangkan para siswa lelaki dihukum untuk mengumpulkan batu sebanyak 1000 buah tiap hari (berapa hari nih ya?). ck-ck… dasar anak muda, moga kapok. Dan gimana kabar GA saat ini? Insya Allah baik dan sehat, beliau sedang menyusun skripsi saat ini. Kebetulan saya bertemu lagi dengannya pada fakultas yang sama di universitas.

Lalu bagaimana saat ini? Masih adakan tawuran? Mungkin tidak seheboh zaman dulu ya. Tapi bullying masih ada aja. Dan bahkan terjadi di beberapa SMA unggulan di bilangan Jakarta *nama SMAnya tidak perlu saya sebutkan*. Entah itu perkelahian antar angkatan, geng, ketika OSPEK, dll. Yang menarik terkait dengan kasus yang terjadi di belakangan ini. Entah itu kasus geng Motor, geng Nero (anggotanya hobbi banget nge-burning kali ya. Makanya namanya NERO), juga geng dll. Atau juga kasus perkelahian antar siswi yang marak dan diliput video HP Cuma gara-gara berebutan laki-laki, bahkan sampai ada yang dibekali sarung tinju oleh guru olahraganya. Itu tingkat SMA.

Kalau tingkat Universitas, wah di UIN sih kadang suka *berantem* gara2 perhitungan suara pemira. Ya ga? Hehe *ups piss*. Tapi kalo saya sering mengamati, di wilayah Sulawesi kayaknya sering juga ada kerusuhan mahasiswa. Kalo di bilangan Jakarta, paling-paling ada tawuran yg terjadi antar beberapa kampus swasta yg ada di bilangan Salemba-Paseban-Matraman. Waduh-waduhh…

Lalu bagaimana kita menyikapi hal ini? Bullying…bullying. Salah satunya ialah, para generasi muda ini lebih diperhatikan! Mereka harus diberi pengertian dan pemahaman yang baik mengenai bagaimana cara yang baik menyalurkan kreativitas. Bukannya malah berantem ga jelas. Kalo nafsu banget berantem, ya masuklah kelompok seni bela diri. Kalo pengen terkenal dan diperhatikan, jadilah artis *tapi jangan jadi model iklan sabun yang tertipu*. Kalo mau jadi pemimpin, jangan abal-abalah, sekalian saja total di salah satu organisasi *meski pada awalnya nafsu pengen jabatan, tapi pasti lama-lama sadar diri kok*. Kalo suka “bersumpah-serapah” *salurkanlah lewat tulisan-puisi-artikel-lirik lagu*. Kalo suka banget nyorat-nyoret, jangan suka bikin jelek tembok orang *mending belajar gravity, atau ikutan lomba. Kabarnya ada LOMBA MURAL yang diadain KAMMI PUSAT tuh, dibuka minggu depan sama wapres JK*.

Gimana teman2, ada solusi lain? atau mungkin ingin berbagi kisah tawuran-kekerasan-kerusuhan-bullying yang pernah dialami atau dirasakan? Mungkin di bilangan Bekasi-Tangerang-Depok atau yang lain? Silahkan. Saya mendengar dan menyerap. *lagi latihan jadi pemimpin masa depan, hehe*

Tuesday, February 24, 2009

Mana yang lebih baik, Tukang Pijat Refleksi – Pengamen – Pengemis??


Hidup memang butuh uang, meski uang bukan segalanya. Fenomena kemiskinan yang melanda tidak hanya terjadi di satu kota, provinsi atau Negara saja, tapi di multi tempat. Bahkan termasuk USA yang disebut-sebut Negara adidaya di dunia, pun masih memiliki kota kumuh dan miskin (coba tengok kota Bronx yang ada di New York).

Untuk hidup, manusia butuh matapencaharian dengan penghasilan sebagai kompensasinya. Namun bagaimana jika “meminta” dan “mengaku” sebagai si-miskin dijadikan sebagai profesi demi uang? Ah, hidup ini memang begitu keras, sehingga berpura-pura pun dianggap halal.

Foto diatas ialah foto tukang pijat refleksi yang saya ambil ketika tengah makan malam di sebuah warung lesehan di area Malioboro. Ya, di jalan yang cukup terkenal di Yogya itu memang cukup banyak orang yang mengambil kesempatan untuk bekerja menjadi apa saja. Entah itu pengamen, pelukis jalanan, tukang pijat refleksi, tukang becak, tukang baju, atau bahkan pengemis. Menjadi dan bekerja apa saja tidak masalah, asal halalan thoyyibah. Lalu bagaimana dengan pengemis?

Pengemis, hal ini yang menjadi salah satu pikiran saya. Pengemis adalah mereka yang tampak lemah-menderita. Mereka yang tampak lusuh-bau-tanpa uang. Mereka yang membuat diri mereka sendiri hina-dina-nestapa. Mereka yang, ah, harus ku apakan mereka ini???? Itulah pertanyaan yang saya miliki sebenarnya. Harus kuapakan mereka? Agar derajat mereka naik kembali, tidak hina-dina seperti sekarang ini.

Kembali kepada judul diatas, manakah yang lebih baik, tukang pijat refleksi atau pengamen atau bahkan pengemis? Ketiganya sama-sama berkeliling mencari objek yang mampu memberi kompensasi. Ketiganya sama-sama menanggalkan rasa gengsi demi kompensasi (lagi-lagi). Namun mana yang lebih berderajat? Saya pikir jawabannya pun sudah terbaca, karena akal sehat dan pikiran telah memberi tahu sesuai kemampuannya. Ya, menjadi tukang pijat refleksi dan pengamen lebih baik sedikit dari pada pengemis.

Ada pepatah “tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah”, memang benar hal ini. Dulu pun ada kisah seorang pengemis yang selalu meminta uang kepada Rasulullah SAW. Rasulullah pun selalu memberi uang kepadanya, namun ketika pengemis itu berpapasan dengan beliau dan meminta uang untuk yang ketiga kalinya, Rasulullah malah memberi sebuah kapak padanya. Artinya ialah, bekerja itu lebih baik daripada meminta upah/hibah/bantuan tanpa melakukan apa-apa. Menyedihkan sekali. Karena meminta/mengemis ialah merupakan kelakuan yang merendahkan derajat seseorang. Dalam hal pemberian zakat saja, sebaiknya sang pemberi zakat menghampiri langsung orang yang menurutnya pantas menerima zakat. Bukannya penerima zakat itu disuruh antri berjam-jam demi mendapat uang/angpau yang tidak kurang dari 10.000 misalnya.

Ya begitulah. Pengemis-pengemis, makin banyak ajah di Negara kita ini. Heran sekali ketika mereka merasa nyaman berprofesi sebagai orang miskin. Heran sekali ketika mereka merasa nyaman berada dalam standar kebodohan tanpa ingin maju dan lepas dari cengkraman kemiskinan dan ketidaksejahteraan. Heran sekali mereka merasa nyaman berprofesi sebagai penipu ulung dengan alasan sakit atau cacat sehingga tidak bisa bekerja, padahal masih sehat. Heran sekali ketika mereka merasa rezeki mereka baik dan berkah hasil dari mengemis. Memang sih banyak orang yang hidupnya makmur bahkan sangat makmur meski dengan hanya mengemis.

Padahal yang mereka lakukan hina-dina. Padahal yang mereka perbuat cukup membuat mereka mendapat pandangan tercela. Lalu kenapa ketika ditawari pekerjaan yang lebih baik tidak berminat? Lalu kenapa ketika ditawari sekolah gratis banyak yang menolak? Haduh, bangsaku, mengapa hanya “money oriented” yang jadi pandanganmu?

JANGAN MAU JADI PENGEMIS, bangsaku. Karena ia tidak lebih baik dari pemulung.


PS. Sepertinya dulu sempat ada PP larangan untuk memberi uang kepada para GEPENG, tapi kenapa sekarang seolah tidak ada ya. Saya cukup setuju dengan adanya peraturan itu. memberi pelajaran kepada para pengemis bahwa hidup ini butuh kerja keras dan usaha, bukan hanya meminta.

Sunday, February 15, 2009

Daerah "JEPITAN" ada ngga ya??

Setelah tau pasar Selasa dan pasar Sabtu ada dimana, saya mencoba menelusuri pertanyaan-pertanyaan "nakal" dalam benak saya. Selama ini, sebagai pengamat yang baik, saya selalu menyimpan apa-apa yang saya lihat. Salah satunya nama-nama daerah yang ada di JADEBOTABEK ini.

Dulu ketika SMP, kami biasa meledek teman yang rumahnya di daerah Kampung Rawa Sawah yang ada di bilangan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. "Wah, si Hume, udah rumahnya di Kampung, Rawa, Sawah lagi. heheheh." begitulah kami biasa meledek (Maaf ya Humaedi). Di Jakarta ini pun ada dua nama daerah yang sampai sekarang saya masih penasaran dengannya. Yakni PUPAR yang ada di bilangan Cakung, Jakarta Timur dan PUPAN yang ada di bilangan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. PUPAR dan PUPAN itu kepanjangan dari apa yah? Clue-nya dua daerah ini sama-sama dekat dengan Pom Bensin milik PERTAMINA. Ada yang tau? Mungkin para Caleg mengerti??

Lalu ke bagian Bekasi. Wah kalo ini nama daerahnya agak lumayan (yang orang bekasi jgn Ge-Er). Kalo disini sebagian besar udah disulap jd perumahan siihhh. Ada Harapan Indah, Kemang Pratama, Harapan Baru, dll. Tapi ada satu yang unik yakni Tambun. Kalo mau diistilahkan, Tambun ialah julukan u/ seseorang yang berbadan subur. Tapi eh, nambah lagi, ada daerah PAKU dan Na’in di Bekasi. Uniknya.

Lalu, umm, nah ke daerah TANGERANG. Disini banyak nama daerah unik (meski banyak juga nama daerah (baca: perumahan) yang bagus dan cantik). Di Kosan, saya beserta adik dan dua temannya, yg salah satunya orang Tangerang aseli, cukup seru membahas nama-nama daerah di Tangerang. Disana ada daerah Mauk, Cisauk, Gadog, Balaraja, PIPITAN, KUNCIRAN, dll. Dua nama terakhir inilah yang menarik perhatian saya. Pipitan juga Kunciran. Saya iseng bertanya, “Kunciran itu bukannya yang buat ngiket rambut yah?”. Ifah, adik kelas yang aseli Tangerang itu tertawa lucu. “Wah, kak Dila nih.”, katanya. Seketika itu saya kepikiran, jikalau daerah “Kunciran” ada, berarti daerah “JEPITAN” juga adakah? Hehe.
Silahkan bagi yang bisa menjawab pertanyaan saya, baik dengan ilmiah atau sekedar guyonan penyegar. Atau mungkin juga, teman-teman nemu nama daerah yang unik lagi? Wah serunya di Indonesia ini, nama daerahnya unik-unik.

Monday, February 9, 2009

Obrolan dari Tukang Becak

Seperti biasa setiap kali sampai di Pangkalan angkot Taman Harapan Baru, saya memanggil becak untuk melanjutkan perjalanan ke rumah. Sebenarnya rumah tidak begitu jauh, namun setiap kali pulang saya merasa lelah dan ingin sekali dibonceng becak, angkutan kesukaan saya. Ketika duduk, seperti biasa juga, ada perasaan lelah yang terhempas dari bangku yang saya duduki. Dan ketika itu tukang becak yang sudah tampak tua mulai menggayuh pedalnya. Dia mulai membuka obrolan singkat kami.
"Wah, Neng. Nanti kalo Neng nikah dan punya anak, bakalan tambah banyak manusia. Makin padet aja neh." Ujarnya pada saya yang tengah menatapi gelap malam yang ramai dan padat dengan sepeda motor, angkot, mobil dan pejalan kaki yang menuju arah yang sama yakni perumahan.
"Apa pak?" Tanya saya meminta penegasan ulang pertanyaannya.
"Iya, nanti kalo Neng kawin kan punya anak tuh, nanti makin padet (daerah ini) deh. Dulu taun tujuh puluh belum sepadet ini, Neng. Motor juga cuma ada satu-dua."
Saya tersenyum. Ya iya-lah, ujar saya dalam hati.
"Sekarang manusia makin tambah banyak ajah. Yang lahir serebu yang mati cuman dua ratus. Yang namanya manusia kan maunya nambah terus. Saya aja di rumah anaknya udah banyak noh." Ujarnya lagi dengan aksen betawi yang kental.
"Bapak asli sini ya." Tanya saya.
"Iya Neng. Dulu mah yak, disini masih sepi." Ujarnya mengulangi pernyataan tadi.
Saya tersenyum lagi, sambil melihat ramainya malam.
"Sekarang mah kalo malem pada keluar semua, usaha. Kalo dulu pada ta'lim, pada ngaji. Beda." Ujar tukang becak itu lagi mengomentari keramaian ketika memasuki perumahan yang cukup penuh dengan ruko dan manusia.
Saya terdiam. Benar, lain dulu lain sekarang. Cepat sekali perubahan itu datang. Sehingga tanpa sadar pun saya sudah memasuki tahapan dewasa awal dan akan segera memiliki dan membentuk sebuah keluarga (suatu hal yang tidak terlalu saya pikirkan selama ini).
Saya masih terdiam, mendengar ocehan tukang becak mengenai kehidupan sehari-hari dan realita dulu dan sekarang. Sampai-sampai kacamata yang pernah dibagi-bagikan Soekarno kepada tukang becak dulu pada zamannya pun dibahas. Saya cuma diam dan tersenyum (lagi-lagi). Saya ini memang bukan orang yang pandai mengembangkan topik pembicaraan dengan orang yang baru dikenal.
"Alhamdulillah, nyampe Neng." Akhirnya tanpa sadar kami sudah sampai depan rumah saya. Terkadang saya ingin tertawa sendiri, ternyata hampir semua tukang becak di pangkalan sudah tau rumah keluarga saya ini. Memangnya seberapa sering ya saya naik becak dari pangkalan itu (jadi mikir sendiri). Hmm, tukang becak yang baik. Semoga Allah merahmatinya. Amin

Thursday, January 22, 2009

Pria Berkalung Zionis



"Serunya" peperangan antar Palestina dan Israel memang berhasil menarik perhatian banyak orang di seluruh dunia. Ada yang pro dukung Palestina dan ISLAM yang notabene memang 'berperan' sebagai victim. Ada pula yang membela Israel dengan segala pembelaannya (emang apaan sih yg dibelain?).

Baiklah, saat ini saya ingin bercerita tentang apa yang saya temui dan amati pukul 11 tadi (23/1) di Bus Trans Jakarta jurusan Pulogadung - Harmoni. Saya melihat seorang pria dengan gaya sporty melangkah masuk ke dalam bus. Sejak awal masuk, saya langsung memperhatikan pria itu sedetail mungkin (wah, emang kebiasaan nih dila, suka merhatiin orang dari ujung rambut sampe ujung kaki). Tapi yang membuat saya tertarik bukanlah fisik atau penampilannya yang dandy, hanya ada satu benda yakni KALUNG ZIONIS yang dipakainya. Saya tersenyum melihat kalung dan pemakainya itu. Saya jadi 'wondering', heran, bertanya-tanya, kenapa pria ini memakai kalung itu di luar hem-nya, seolah-olah memperlihatkan hal itu kepada orang lain.
Akhirnya, saya langsung reflek merogoh tas untuk mengambil kamera yang tadinya akan saya gunakan untuk memotret JOHN PANTAU yang awalnya saya temui di terminal Pulogadung, tapi ga jadi motret, soalnya bus Trans Jakarta udah dateng (weh, betawinye keluar).

Saya berusaha menyembunyikan kamera buluk saya, namun tetap berusaha memotret pria tersebut. Perlahan-lahan saya matikan blitz kamera, dan mencoba memotret. Dan akhirnya, dapat juga.

Oke, lanjut kepada pertanyaan kenapa pria tersebut memakai kalung dengan bintang daud itu? Saya punya dua kemungkinan jawaban. Pertama, ia menggunakan itu karena memang mendukung ZIONIS. Kedua, ia cuma seorang pria yang sedang mencari SENSASI. Ia bukannya tidak tahu tengah ada invasi Israel ke Pakestina, dan ia bukannya tidak tau bahwa INDONESIA mendukung Palestina. Lalu kenapa? Ya, itu dia, pastinya cari sensasi. Saya lebih cenderung kepada pendapat yang kedua ini. Bagaimana dengan teman-teman? Ada tanggapan lainkah?

Seperti Apa Nusantara ini??


Tidak ada yang saya ketahui tentang negeri ini. Kecuali sejengkal rumah yang saya tinggali. Kecuali luasnya mal-mal yang pernah saya kunjungi. Kecuali kotornya sungai dan kali. Kecuali jalanan yang sering macet. Kecuali penuhnya orang di diskotik daripada di masjid. Kecuali penuhnya asap di langit karena kota pabrik. Ya, kecuali kota sempit modern yang tengah saya tinggali saat ini.

Saya hanya tahu betapa indahnya nusantara dari buku dan lagu. Beruntung saya punya TV, jadi program ‘jalan-jalan’ yang sering ada di TV cukup menghibur dan menambah pengetahuan saya tentang negeri ini. Dan saya tidak pernah melihatnya langsung, seperti apa itu. Tidak pernah ada keindahan yang mampir dalam wawasan mata saya. seperti apa nusantara ini? Saya hanya tahu JADEBOTABEK ditambah Bandung dan sebagian daerah Jawa Tengah. Wah, sedihnya jadi orang Indonesia seperti saya. Saya pun sempat malu ketika ditanya salah seorang bule bahwa apakah saya pernah berkeliling Indonesia? Dan saya jawab: BELUM, tetapi saya mau.

Seperti apa ya nusantara ini? Beruntung kemarin saya baru saya menyelesaikan bacaan saya terhadap novel “5 cm”. jadi beruntung pula saya, sedikit banyak bisa merasakan salah satu keindahan nusantara, yakni penceritaan dan penggambaran mengenai gunung Mahameru (bedanya sama gunung Semeru apa sih? Tuh kan, ga tau). Eh, tunggu dulu sebelumnya, saya udah tau soal semeru dan mahameru (barusan nyari di blog orang). Ternyata mahameru itu puncak dari semeru. Hihi, dasar norak ya!

Ya, begitulah salah satu problem anak bangsa seperti saya. belum pernah mengelilingi negerinya sendiri. Jadi jika ditanya soal keindahan alam, saya akan jawab setengah-setengah (belum pernah ngerasain sendiri sih). Apalagi jika ditanya soal perubahan apa yang akan dilakukan. Untuk pertanyaan ini kemungkinan adalah jawaban klise yang muncul dari otak saya, yakni “sebagai generasi muda, pastinya belajar adalah salah satu andalan jitu untuk merubah bangsa.” Kalau bukan belajar, pasti demontrasi, karena saya mahasiswa yang pastinya akan selalu protes jika ada yang kebijakan yang tidak sesuai dan merepotkan rakyat. Ya, selama ini pun hanya sebatas itu saja.

Saya hanya tahu kepenatan di Indonesia. Karena setiap hari hanya itu yang saya temui. Jenuh ya? Setiap hari mencoba mencari jalan keluar untuk kejenuhan ini, tapi kebanyakan anak bangsa hanya tahu mode keren, mal ramai, Playstation asik sebagai jalan keluar. Tidak banyak yang benar-benar berafiliasi terhadap nusantara ini. Umm,, coba pikirkan dulu. coba rasakan dulu. seperti apa nusantara ini?? Dan setelah itu jangan ditinggal begitu saja “kapal pecah” ini. Pasti segala sesuatu ada solusi.

Sumber foto:
http://i86.photobucket.com/albums/k105/long_paws/Travels/Picture570.jpg

Saturday, January 17, 2009

di sekitar kita...selama ini.

Saya ini memang orang yang iseng. Iseng jalan-jalan dengan kamera buluk yang biasa ngerjain orang. Iseng nyuri-nyuri gambar orang yang lagi bengong yang lagi kena syndrom gara-gara ga minum mizone (kalo kata tukang jualan sih 'MIJON'). Tapi di balik itu saya mencoba mencari hikmah yang terselip dari setiap gambar dan wajah-wajah dan keadaan yang saya perhatikan. Saya mencoba mencari makna dari setiap arti kehidupan. Slow motion dan guratan-guratan mereka memang begitu berarti. Dan itulah yang menjadi guru bagi saya. Itulah yang memberi makna pada saya, bahwa inilah kehidupan. Bukan hanya kesenangan yang bisa didapat, tapi juga ada hal dan takdir sulit yang harus dijalankan. Berikut ialah foto-foto yang saya ambil CUMA di INDONESIA (karena emang saya belum pernah ke luar negeri. semoga suatu saat nanti bisa, amin.) dan dari foto-foto ini saya bisa mendapat inspirasi tentang apa yang saya akan lakukan untuk negeri ini nantinya. Semoga bermanfaat.







Foto anak kecil yang tengah duduk di angkot ini berhasil membuat saya menulis. ahh, setiap foto yang saya ambil memang berhasil menginspirasi saya untuk nulis kok. tulisannya bisa dilihat disini.




















Ini adalah foto yang saya ambil di terminal Pulogadung. tampak wanita tengah membaca. ketika itu saya juga tengah membaca buku di bus. dan ketika itu juga ada seorang lelaki yang juga tengah membaca buku, hanya saja saya tidak bisa mengambil gambarnya karena jarak yang jauh dari saya. Ketika itu pun ada perasaan bungah dari saya, ternyata meski sedikit, ada juga orang Indonesia yang suka sekali menghabiskan
waktunya bercengkrama dengan buku.



Foto anak kecil berjaket merah jambu yang saya ambil di trans jakarta jurusan Kota - Blok M ini lucu yah. lihat deh wajahnya. padahal ketika itu ibunya (saya amati) selalu mengomeli anaknya hingga anaknya menangis. wah, termasuk kekerasan dalam rumah tangga nih! kasihan tuh anak.















Foto gelap ini ialah foto dari situasi transaksi jual beli makanan (kayaknya semacam pecel kangkung dan gorengan gitu deh) di jalan menuju pasar Ciputat tepatnya di sebelah fly over Ciputat yang udah jadi. Yang menjual makanan tersebut ialah seorang pemuda. sepertinya usianya masih dua puluhan. umm, sungguh keras usaha membantu keluarganya.














Gambar diatas ialah gambar anak-anak 'peminta-minta' di stasiun Cikampek. anak-anak penunggu kereta api ini biasa menunggu kereta tiba untuk meminta uang receh dari penumpangnya. saya telah menulis artikel untuk ini dan bisa dilihat disini.















Gambar ini merupakan gambar seorang pekerja di Marakash Square Bekasi. tampak ia tengah menyiangi gelas-gelas yang didapatnya.














Foto ini ketika saya tengah di trans jakarta (lagi-lagi) jurusan Harmoni - Pulogadung. lagi iseng aja nge-jepret orang yg ada di bus, eh tapi bliz-nya lupa di-off gituh. jadi ketauan deh lagi moto.
















gambar di atas ini, ialah gambar gerbang keluar kampus saya tercinta yang sampe saat ini saya belum bisa keluar dari sana (doain cepet lulus dunk!! amin!). terlihat situasi tengah sepi, cuma ada satu satpam, satu pengemis, satu pengendara motor, dan tiga pejalan kaki. padahal biasanya rame banget, bahkan bikin para pengendara mobil pribadi senewen, karena salah satu biang macet di Ciputat ya gara-gara banyaknya mahasiswa yang mondar-mandir ke kampus ini.















Gambar diatas ini ialah gambar seorang ibu yang tengah mengajak anak perempuannya sholat. meski sholat si-anak terlihat asal-asalan, setidaknya ia telah mendapat pelajaran sholat sejak dini. saya telah menulis artikel tentang ini. bisa dilihat disini.
















Gambar disamping ialah suasana macet di pasar Ciputat. terlihat bus 510 yang sering jadi tumpangan mahasiswa UIN. bus ini dijuluki 'bis sejuta umat' hehe. saya pun menulis artikel soal ini. bisa dilihat disini.















Bapak ini bernama Pak Sugeng. Dia adalah seorang tukang sayur di area BBS yang saya kagumi. saya pun telah menulis artikel tentangnya dan tentang apa-apa yang kami obrolkan. bisa dilihat disini.















Gambar ini ialah gambar pak Sugeng dari jauh. ya, saya mencuri-curi gambarnya. ketika itu saya belum berani mewawancarainya. tapi setelah ditemani teman, akhirnya saya pun mewawancarainya juga.















Gambar ini... gambar apa hayo? itu adalah gambar anak kecil yang tengah memeluk kardus kuat-kuat bersama ayahnya yang tengah menuntun sepeda. saya menulis artikel untuk gambar ini. silahkan dilihat disini.















Gambar dua orang yang tengah duduk di tangga ini ialah salah dua dari banyak orang yang melanggar aturan 'DILARANG DUDUK DI TANGGA'. diambil di area Blok M, saya pun menulis artikel mengenai fenomena ini. lihat disini.















Gambar ini merupakan gambar kamar mandi umum yang terletak di selokan depan gedung Balai Pustaka, Gunung Sahari Raya. saya menulis artikelnya. lihat disini.




















Yang satu ini ialah fenomena antrian minah alias minyak tanah. saya mengambil gambar sedang ramai-ramainya konvensi minyak ke gas ketika itu. gambar ini diambil di seberang gerbang kampus utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
















Gambar ini ialah gambar pengamen yang saya ambil di bus mayasari bakti jurusan Blok M - Pulogadung (kalao ga salah nomor busnya 57). suara pengamen ini enak betul. saya sangat menikmatinya ketika ia bernyanyi.


Disamping ini ialah gambarnya IRFAN, pengamen sekitar Ciputat yang menjadi salah satu teman kecil saya di kampus. dulu saya pernah ditanya olehnya, "Kak, kapan lulus??" Hoho Irfan, kalo boleh saya bilang, ternyata untuk lulus itu tidak semudah membalikkan tangan. dulu saya sudah buat strategi diatas kertas kalau saya akan lulus pada bulan ini dan lalu nanti saya akan begini. saya pikir skripsi itu mudah banget (emang iya). tapi yang bikin sulit yaa ribetnya bimbingan. banyak kendala-lah pokoknya. dan Soal Irfan ini saya pun menulis artikel untuknya. bisa dilihat disini.

Begitulah hasil keisengan saya. ada rasa kepuasan tersendiri menjepret gambar-gambar yang selama ini saya lalui. karena saya emang suka jepret hal-hal yang tidak biasa, daripada harus menjepret orang-orang yang emang narsis. terkadang dari muka-muka narsis itu tidak ada hikmah yang bisa diambil (walah, piece dah!). dan begitulah akhinya. semoga dengan postingan gambar-gambar dari saya ini, sedikit banyaknya teman-teman bisa bersyukur dengan keadaan yang teman-teman miliki, meski ketika ada masalah kayaknya merasa jadi orang yang paling malang sedunia (itu yang terjadi pada saya sekarang). ya, postingan ini sekaligus menjadi nasehat untuk saya sendiri. sekali lagi, BISMILLAH, moga bermanfaat.