Monday, December 29, 2008

Mencari Air Mata untuk Palestina

--tidak pernah ada alasan untuk mengumbar kisah pribadi kecuali untuk diambil hikmahnya. Karena ini hanyalah sekedar perjalanan seorang manusia-

Ketika saya mendapat 5 SMS mengenai aksi Solidaritas untuk Palestina (28/12), anehnya tidak ada perasaan mendalam terhadap itu semua. Tidak ada kegeraman untuk Israel, tidak ada rasa empati untuk Palestina. Semua berlangsung datar dalam hati saya. hingga akhirnya ketika pukul 16.30 WIB saya mendapat telepon dari Rico Candra (Ketum KAMMI UIN 08/09) dan saya ditugaskan untuk menghubungi wartawan agar meliput aksi di kampus kami besok pagi pada pukul 08.00 WIB. Ya, memang sebelum berkumpul di Bunderan HI pada pukul 10.00 WIB kami biasa mengadakan aksi terlebih dahulu di kampus. Seketika itu rasa tanggung jawab langsung timbul, meski sebelumnya sempat mengemukakan banyak alasan agar saya terbebas dari tugas tersebut. Namun tidak, hati baik saya mesih memompa niat-niat baik untuk membantu. Akhirnya saya coba membantu ala kadarnya, meski keesokan harinya ketika aksi dimulai di Kampus, saya tidak datang dan malah langsung menuju Bunderan HI, sebab saya memang berangkat dari rumah yang jaraknya cukup jauh dengan kampus.

Malam hari sebelum hari H aksi, saya masih mencoba mengumpulkan semangat itu. semangat untuk mendukung saudara-saudara seperjuangan di bumi Kan’an sana. Saya coba putar lagu-lagu haroki bertema Palestina. Saya coba mengutak-atik perasaan saya. namun rasa tangis itu belum ada, rasa cinta saya belum tinggi untuk Islam. ASTAGHFIRULLAH. Hingga akhirnya ketika pagi hari, saya masih sempat menonton ‘APA KABAR PAGI’ di TV One. Kebetulan ketika itu pembahasan utamanya adalah Serangan Israel Terhadap Palestina. Saya coba meresapi dan menggali informasi, namun belum cukup juga. Ya Allah, ternyata penyakit hati saya sudah sebegitu parahnya sehingga sulit menggali empati itu.

Dan dengan perasaan yang masih datar saya pun berangkat menuju Bunderan HI. Sesampainya disana massa yang datang ke Bunderan HI sudah cukup banyak. Beruntung ketika saya keluar dari busway dan berjalan sebentar, saya langsung bertemu dengan salah seorang teman, Budi Kurniawan (Ketum LDK Syahid 07-08) sehingga saya bisa dengan mudah mencari teman-teman UIN yang telah bergabung dengan massa. Namun sayang, ternyata tidak semudah itu mencari teman di antara orang banyak. Akhirnya kami berpisah dan saya pun bertemu dengan Ahmad Tabrizi (Staff Humas KAMMI UIN), sehingga dengan bantuannya saya bisa bertemu dengan segelintir teman-teman akhwat dari UIN. Cukup lama saya berada dalam barisan massa, namun belum tergugah juga rasa empati saya. hingga akhirnya ketika sholat ghaib dilangsungkan dan ketika Rico Candra (ketum KAMMI UIN 08-09) yang menemani imam sholat ghaib diatas mobil TV One mulai merobek bendera Israel sambil meneriakkan takbir, air mata saya mulai luruh. Namun sayangnya tak banyak. Allahu Akbar! Dimana air mata itu?? saya masih menunggu. Dan bersyukur empati saya masih berfungsi. Ketika pembacaan do’a penutup oleh Asep Saepul Amri (Ketum LDK Syahid 08-09) dilangsungkan diatas mobil sound, hati saya kembali bergetar. Saya mencoba khusyuk mendengar do’a dan sedikit prakata dari Asep soal Palestina. Dan akhirnya, air mata saya mulai mengalir lagi meski tidak banyak.

Saudara-saudaraku di Palestina, MAAF. Maafkan saya telah menjadi saudara yang kurang baik kepada antum semua. Maafkan saya yang jarang memikirkan antum sekalian. Entah kenapa saya begini. Padahal tanah itu adalah tanah suci dimana ketika ditaklukkan pertama kali, Umar Al-Faruq memasuki dengan sangat tawadhu dan sangat toleran kepada rakyatnya yang multi agama. Dan dimana ketika direbut kembali oleh Salahudin Al-Ayyubi, ia pun berlaku tawadhu. Dengan segala penuh hormat pada tanah suci dan tidak ingin mengotorinya dengan darah rakyat sipil yang tak berdosa. Mungkinkah saya terlalu terlena dengan ZONA NYAMAN sehingga lupa dengan penderitaan antum. Ah, tidak. Tidak usah dengan hanya tangisan. Namun empati yang akan saya berikan. Namun do’a tulus yang akan saya panjatkan untuk antum disana, wahai para pejuang sejati yang rindu syahid. Allahu Akbar!! Long Life Islam!! No compromise for everything!!

Ini Dia TEGAL –Perjalanan dan Pengamatan— (Part 3: Pengajian Pinggir Jalan)

Setelah menyaksikan akad nikah yang hikmat dan mengharukan dan membantu ala kadarnya, saya sempat berjalan-jalan sebentar menuju Masjid Agung Slawi yang belum jadi dan mampir ke Tugu Perjuangan –entah apa namanya dan juga background sejarahnya, dan saya hanya mendapat jawaban bahwa di tugu tsb ialah tempat perang melawan Jepang— yang ada di seberang Masjid Agung juga calon Bundaran Slawi yang belum jadi.
Kemudian keesokan harinya –Minggu (28/12)— saya bersama dua teman kembali ke Jakarta pagi-pagi sekali. Kami diantar menuju stasiun Tegal. Dan ketika melewati Jl. Raya Pagongan di Minggu pagi itu, saya diberitahu Ariyanti (teman saya yang baru saja jadi pengantin baru) bahwa di jalan ini ada pengajian unik. Saya bertanya, pengajian seperti apa itu? dia menjelaskan bahwa pengajian itu tidak dilaksanakan di dalam mesjid, rumah atau gedung seperti lazimnya, namun DI PINGGIR-PINGGIR JALAN. Saya bertanya lagi, lalu leader alias ustadznya ada dimana? Ketika itu saya membayangkan ini pasti seperti sholat ied yang juga biasa dilakukan di jalan besar. Dan berarti kita tidak bisa melalu jalan ini karena jalanan dipenuhi orang, pikir saya ketika itu.ternyata SAYA SALAH. Pengajian ini memang benar-benar dilangsungkan di pinggir-pinggir jalan. Jadi ustadz atau pemimpin pengajian ini berada di salah satu teras warung dengan banner yang bertuliskan MAJELIS TA’LIM “AL-HIKMAH” dan sound system-nya. Sang ustadz memulai bacaan ayat Al-qur’an memakai speaker. Sedangkan para jamaah berbondong-bondong berdatangan dari segala penjuru kota dengan menggunakan berbagai kendaraan atau sekedar jalan kaki. Mereka mulai mengambil tempat masing-masing (di setiap emperan toko atau ruko bahkan rumah yang ada di Jl. Raya Pengagongan itu). mereka duduk hanya dengan beralaskan tikar dan Koran dan lalu mulai ikut mengaji. Hmm, unik. Kata Ariyanti, ini hanya terjadi setiap hari Minggu pagi. Wah, serunya ada pengajian seperti itu. tanpa disadari ini menjadi salah satu bentuk syiar Islam.

Ini Dia TEGAL –Perjalanan dan Pengamatan— (Part 2: Eksplorasi Tenaga Anak)


Ketika kereta kelas ekonomi TEGAL ARUM jurusan Kota—Tegal transit sebentar di Cikampek, saya mengamati sekelompok anak laki-laki kecil yang tengah berjongkok di peron luar stasiun. Mereka menanti kedatangan kereta yang akan transit di stasiun itu, seperti kereta ini. Penantian mereka terhadap setiap kereta yang datang bukan tanpa maksud. Ya, mereka menanti untuk mengambil kesempatan emas meminta sekedar uang receh kepada para penumpang kereta dari luar jendela. Dengan memelas penuh mereka memohon untuk dikasihani dan diberi uang receh barang seribu. Saya tidak memberinya, melainkan mengambil gambarnya. Sampai teman saya berkomentar,”Urusin tuh Bekasi, masih banyak orang yang harus diurus. Jangan moto-moto aja.” Saya tertawa. Benar komentarnya. Saya berpikir, ternyata selama ini saya telah salah jalan juga mengambil foto rakyat kecil yang malang tanpa banyak membantunya. Tapi saya berpikir ulang, bahwa saya tidak hanya ingin menjadi sekedar pemberi receh tanpa mampu mengubah ini semua menjadi lebih baik. SAYA INGIN SEKALI MENIADAKAN HAL INI. Karena menurut saya recehan yang dinanti anak-anak itu hanya akan menambah ketergantungan mereka. Mereka tidak boleh memiliki paradigma begitu. Memang sih bukan mereka, namun orang tua yang memberi isu panas kepada mereka. Dan tanpa sadar orang tua telah mengeksplor tenaga anaknya sendiri kepada hal-hal yang berakibat tidak baik kepada anak itu sendiri. Anak dipekerjakan, padahal bukan itu hak mereka. Aduhh, bagaimana ini ya?? Ayo Dila, pikir-pikir-pikir!!! Jangan Cuma bisa nuntut, tapi berikan apa yang dituntut.

Sunday, December 28, 2008

Ini Dia TEGAL –Perjalanan dan Pengamatan— (Part 1: Di Kereta)

Tanggal 27 Desember 2008 kemarin, salah satu teman baik saya menikah. Karena asli Tegal, jadi saya pun harus menghadiri akad dan perayaan nikahnya di daerah asalnya itu. inilah kali pertama saya bepergian jauh dengan menggunakan kereta tanpa orang tua. Kereta yang saya dan teman-teman tumpangi adalah kereta dengan kelas ekonomi. Terbayang sekali bagaimana sesak, panas, dan kotornya berada di dalam kereta tersebut. Padahal kapasitas dalam satu gerbong hanya untuk 106 orang, namun yang ada di dalamnya LEBIH dari itu! saya jadi merenung, betapa kita harus prihatin dan paham dengan keadaan bangsa kita sebenarnya. Coba lihat dari dekat. Beginilah rakyat kecil berbuat. Beginilah mereka menjalani hidup. Selama ini kita hanya tau gambaran-gambaran tentang keadaan masyarakat DI ATAS KERTAS. Sehingga solusi yang ditawarkan dan dilaksanakan kurang maksimal dan tidak menyeluruh. Saya jadi punya ide, BAGAIMANA KALAU DIADAKAN SYARAT BAGI PARA CALEG UNTUK MENUMPANGI KERETA EKONOMI SEHARI SEMALAM, PURA2 JADI PENGAMEN DIATAS BUS, PURA2 JADI PEMULUNG, MENJADI PEDAGANG ASONGAN (khususnya di kereta ekonomi, yang WUIH, panasnya luar biasa. Sempitnya juga luar biasa. Duduknya harus berbagi. Di koridor yg sempit pun dijejali penumpang yg berdiri krn tdk dpt duduk. Herannya para pedagang itu SURVIVE betul, bolak-balik menjajakan dagangannya di sepanjang koridor sempit yang jika kita amati tidak akan mungkin berjalan melewatinya), DLL. Hal ini dimaksudkan agar para CALEG tsb bisa merasakan langsung bagaimana penduduk kecil itu menjalani hidup mereka. Sehingga ada perasaan empati yang timbul dan bisa dengan maksimal memperjuangkan aspirasi rakyat banyak. Jadi, GAK HANYA SEKEDAR NGOMONG, TAPI BUKTI BENERAN BRO (mentahnya juga boleh.. halah apaan sih. He-he…)!

Saturday, December 20, 2008

Mengingat sejarah penaklukkan Baitul Maqdis di zaman Khalifah Umar bin Khatab Al-Faruq


Desember ini merupakan bulan hari jadi intifadha yang ke-21, sekaligus milad HAMAS yang terjadi pada bulan dan tahun yang sama. Ketika itu rakyat Palestina sudah sekian tahun berada dibawah tekanan penjajah Israel sehingga merasa perlu dan bahkan harus memberontak, membebaskan negeri suci itu dari kezhaliman yang belum berakhir.

Ah, memang berbeda cara Islam menaklukkan negeri dengan non-Islam. Kebanyakan dan bahkan semua penakluk non-Islam menaklukkan negeri jajahan dengan cara yang tidak manusiawi. Segala sesuatu yang ada dalam negeri taklukkannya dirusak. Penduduknya dibinasakan, tidak peduli apakah itu wanita, orang tua dan anak-anak. Hal ini terjadi dimanapun dan di setiap pekan waktu sejarah (maksudnya dari dulu sampai sekarang gituuuuhh).

Sedangkan Islam berbeda. Rasulullah mengajarkan kepada para shahabatnya untuk memelihara tawanan dengan baik. Bahkan makanan yang diberikan tawanan pun lebih baik daripada yang menawan. Rasulullah mengajarkan cara perang dan penklukkan suatu Negara dengan cara yang baik pula. Tidak diperbolehkan untuk membuhuh orang tua, wanita dan anak-anak. Juga tidak diperbolehkan menghancurkan rumah-rumah ibadat di suatu negeri. Maka tidak heran, jika seperti itulah cara ummat Islam berperang, santun dan damai. Seperti sejarah yang ingin saya ceritakan ulang dibawah ini. Mungkin teman-teman sudah mengetahui, namun alangkah baiknya jika bersama kita ingat bagaimana Baitul Maqdis, kota suci di Palestina, ditaklukkan dibawah panglima Abu Ubaidah Ibnul Jarrah itu.

---diambil dari buku “Toleransi Kaum Muslimin dan Sikap Musuh-musuhnya” karya Yunus Ali Al-Muhdhar. Hal 47-49. Terbitan PT Bungkul Indah Surabaya. 1994. Harga Rp.3000, beli di toko Walisongo Kwitang zaman zebot---

….
Ketika kaum Muslimin mengadakan pengepungan terhadap kota Baitul Maqdis selama 4 bulan, penduduk kota itu rela untuk mengadakan perdamaian dengan kaum Muslimin dan mereka bersedia mengadakan perdamaian dengan kaum Muslimin dan mereka bersedia menyerahkan kota suci itu dengan syarat kaum Muslimin harus mendatangkan Khalifah Umar bin Al-Khatab untuk menerima kota suci itu. Penguasa Nasrani kota itu adalah bernama pnedeta Kopernikus. Beliau mau menyerahkan kota suci itu dengan syarat Umar sendiri yang harus hadir untuk menerima penyerahannya. Untuk memenuhi kehendak rakyat Baitul Maqdis itu panglima yang ketika itu Abu Ubaidah Ibnul Jarrah menulis surat kepada Umar dan meminta kehadirannya untuk menerima penyerahan kota itu.

Permintaan itu diterima oleh Umar dengan senang hati. Kemudian beliau dengan ditemani seorang budaknya datang dengan mengendarai seekor unta bergantian dengan budaknya. Kehadiran Umar secara sederhana itu membuat takjub hati rakyat Baitul Maqdis. Mereka hampir tidak percaya ketika melihat pribadi Umar menuntun unta yang ditunggangi oleh budaknya memasuki kta suci itu.mereka kira bahwa dalam kebesaran Umar itu akan ditandai pula dengan kebesaran dalam pengawalannya dan sebagainya.

Umar memasuki kota itu dengan penuh tawadhu kepada Allah yang telah membukakan kota suci itu kepada kaum Muslimin dengan secara damai.

Beliau masuk kota suci itu dengan didampingi oleh pendeta Kopernikus. Dalam kesempatan itu beliau masuk Masjidil Aqsha dan bershalat di dalamnya. Setelah itu beliau mengadakan peninjauan ke berbagai daerah kota suci itu dan menyuruh kepada semua gubernurnya untuk berlaku baik terhadap penduduk kota suci itu karena mereka berhak untuk mendapatkan penghormatan lebih dari penduduk kota lainnya. Dan dalam kesempatan itu pula beliau mengumumkan pemberian perlindungan dan keamanan bagi jiwa mereka, harta benda, maupun rumah peribadatan penduduk. Dan melarang kaum Muslimin utnuk mendirikan masjid diatas tempat peribadatan kaum Nasrani (dilarang merusak gereja untuk mendirikan diatasnya masjid Islam).* Lihat: Hadharatul Arab, hal 135

Dalam kitab Futuhul Buldan juga disebutkan kisah perjalanan Umar ke Baitul Maqdis, dimana Umar melewati desa Jabiah dekat kota Damaskus, beliau meliha sekelompok orang yang menderita sakit kusta. Mereka dipencilkan oleh penduduk setempat di atas suatu bukit, karena mereka amat berbahay sekali bagi kesehatan penduduk kota itu. Keadaan mereka amat sengsara sekali,s ehingga hal ini menggerakkan hati Umar untuk mengumpulkan semua gubernurnya di kota Damaskus. Setelah mereka semuanya hadir di hadapan Umar bin Al Khatab, beliau berkata: Demi Allah aku tak akan meninggalkan kota ini sebelum kamu sekalian mengirim kepada mereka makanan, dan mencatat nama mereka dalam catatan orang yang patut dibantu setiap bulannya. ** Kitab Futuhl Buldan, hal. 166.

Dalam hal ini perlu kita tanyakan dalam diri kita sendiri, apakah sebabnya pendeta Kopernikus ketika akan menyerahkan kota suci Baitul Maqdis mensyaratkan kehadiran Umar sendiri ke kota suci itu, padahal sepanjang sejarah untuk menyerahkan suatu kota sukup ditangani oleh Panglima perang yang dapat menaklukkan kota-kota itu.
Disini tampak sekai kecerdikan pendeta Kopernikus yang agung itu. Diamana sebenarnya beliau sangat butuh sekali akan perlindungan bagi daerah kekuasaannya. Beliau telah mendengarkan keadilan dan ketoleransian Umar terhadap rakyat daerah-daerah yang telah ditaklukkan oleh kaum Muslimin. Karena itu beliau menggunakan kecerdikannya untuk mengundang pribadi Umar sendiri untuk menangani penyerahan kota suci tersebut dengan harapan agar Umar sendiri yang menjamin keamanan dan perlindungan bagi kota suci itu. Harapan pendeta tersebut berhasil dan penduduk kota suci itu disamping diberikan perlindungan sebagaimana wajarnya, mereka juga diberikan keistimewaan-keistimewaan khusus, karena mereka termasuk penduduk kota suci.

Wednesday, December 17, 2008

Berbagi Kisah Cinta


Sebelumnya, saya ingin memberi salam hormat dan kagum kepada Pak Ridho, guru Fisika SMA saya, di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi. Karena pada saat inilah, kisahnya akan saya bagi kepada teman-teman sekalian. Sebuah kisah cinta pribadinya yang cukup menarik untuk direnungi.

Pak Ridho memang guru Fisika yang unik di kelas. Tak hanya memberi pelajaran mengenai teori relativitas atau teman-teman Einstein, tapi juga sering sekali memberi pelajaran hidup kepada kami. Pelajaran itu sering kali diambil dari kisah hidupnya atau dari current news yang ada di sekitar kita.

Btw, langsung mulai kisahnya ya…

Ketika itu pak Ridho masih muda. Ia merupakan pemuda yang cukup pintar dan cerdas sehingga sudah mengajar di SMA sejak mahasiswa. Ketika itu ia sempat memiliki hubungan dengan seorang siswi-nya, namun sayang harus kandas karena siswi tersebut pindah sekolah tanpa kabar. Sehingga pak Ridho sempat merasakan patah hati ketika itu.

Singkat cerita, beberapa waktu kemudian, ia bertemu dengan seorang wanita di masjid. Ketika itu pak Ridho sudah merasa ada yang bergejolak dalam hatinya, sehingga ia menghampiri si-gadis dan bertanya, apakah gadis tsb ingin diantar pulang ke rumahnya? Si-gadis hanya diam dan terus berlalu pulang ke rumahnya. Namun pak Ridho tidak tinggal diam. Ia membuntuti si-gadis hingga depan rumahnya. Jika si-gadis berjalan pelan, maka ia pun berjalan pelan. Dan jika si-gadis berjalan cepat, maka ia pun berjalan cepat. Pokoknya, meski ia mengikuti si-gadis dari belakang, ia selalu menjaga jarak aman, kira-kira 1 meter.

Lucunya, hal ini berlangsung tidak hanya sekali, namun beberapa kali. Dan si-gadis hanya diam. Hingga pada suatu hari….. pak Ridho melakukan hal yang sama pada si-gadis, yakni mengantarnya pulang. Namun ketika itu ada hal yang tak biasa yg dirasakan pak Ridho. Ternyata beberapa menit setelah si-gadis masuk rumah, ayah si-gadis pun keluar rumah dan menghampiri pak Ridho. Ia meminta pak Ridho masuk rumah dan duduk bersamanya di ruang tamu. Pak Ridho pun menurutinya.

Dan di ruang tamu, ayah si-gadis bertanya soal kenapa ia mengikuti anaknya. Pak Ridho menjawab bahwa ia menyukai anak gadisnya. [intermezzo; dulu pak Ridho ialah mak comblang yang cukup jago dan terkenal. Ia dikenal telah berhasil me-mak comblangi teman-temannya, bahkan ada yang berhasil awet hingga berkeluarga. Lucunya, meski ia jago soal menjodohkan orang, ia agak sulit menjodohi dirinya sendiri]. Lalu ayah si-gadis langsung meminta pak Ridho untuk menikahinya segera!! Pak Ridho kaget “ditembak” seperti itu, lalu mengadakan nego. Ayah si-gadis tidak terima kompensasi apapun kecuali pak Ridho menikahi anaknya. Alasan sang ayah ialah, PACARAN ITU HARAM!!! Ketika itu pun pak Ridho berpikir, bahwa memang benar jika hubungan romantis apapun antara lawan jenis sebelum menikah ialah tidak dibenarkan, termasuk TUNANGAN. Maka, akhirnya pak Ridho pun menerima tawaran tersebut yakni menikahi si-gadis pujaan hatinya. Meski mahar yang diberikan tidak seberapa. Dan itu pun ternyata tidak menjadi soal bagi keluarga si-gadis, karena yang penting si-gadis dinikahi dengan sah dan halal.

Setelah menikah, karena pak Ridho dan istrinya masih sama-sama menempuh jenjang pendidikan (pak ridho masih kuliah dan istri masih menjadi santriwati di sebuah pesantren), akhirnya mereka berpisah sementara. Pak ridho kembali ke Depok untuk menempuh S1-nya, dan sang istri kembali ke asramanya. Beberapa kali waktu mereka sering bertemu dengan rutin. Pak Ridho datang ke asrama sang istri dengan membawa buku nikah sebagai bukti kepada ibu asramanya bahwa ia sudah menikah dengan sah dengan sang istri dan bisa mengajaknya keluar untuk jalan-jalan. Dan setelah dua tahun menikah, mereka pun akhirnya memiliki anak pertama pada tahun 1988.

Hmm, pak Ridho… dimana ya sekarang? Teman-teman, begitulah kisah pak Ridho. Sebenarnya banyak sekali yang ia kisahkan. Dan ini hanyalah salah satu kisah yg diceritakan olehnya di depan kelas. Kurang lebih seperti itu. Kalau ada kesalahan dlm kisahnya, saya mohon maaf.

Monday, December 15, 2008

Mom, Thank You!


Sabtu pagi itu saya pulang dari kampus. Berjalan penuh lunglai, mengingat sidang untuk skripsi saya akan ditunda lagi hingga February 2009 nanti. Lemas dan sedih sekali rasanya. Impian untuk diwisuda bulan January hilang sudah. Ah Rabb, saya bingung sekali harus bersikap apa kemarin. Marahkah? Menangiskah? Tertawakah? Atau bahkan bersyukur? Dan akhirnya saya memilih menangisi ketidakberdayaan saya.

Saya masuk rumah dengan menemukan ayah saya yang tengah menerima tamu. Saya menyapa dan mencium tangan ayah dan tamu tersebut. Lalu melihat ada ibu di kamarnya, lalu saya mencium tangannya pula sambil bilang kepadanya bahwa saya tidak akan bisa sidang January. Lalu saya menangis dan menuju ke kamar dan melempar tubuh ke kasur. Dan ibu saya menghampiri sambil bertanya, “Kenapa? Salah skripsinya?”

Saya menggeleng, “Dosennya belum mau baca skripsinya.”
“Yaudah, sabar aja.” Akhirnya ibu saya menjawab lagi.
Oh ibu, saya pikir saya akan mendengar jawaban memaki atau mengutuk kelalaian saya atau dosen yang begitu malas membaca tugas akhir saya itu. Tidak ada intimidasi apapun dari anggota keluarga termasuk ayah dan ibu saya gara-gara skripsi saya yang belum selesai juga. Sungguh begitu percaya mereka terhadap semua yang saya usahakan selama ini. Saya bersyukur akhirnya. Memiliki orang tua yang begitu tegar dan paham akan urgensi syukur dan ujian dari Tuhan.

Membicarakan kebaikan orang tua khususnya ibu memang tiada akan pernah habis. Ibu bersabar dengan ujian ketika kelelahan mengandung kita selama kurang lebih sembilan bulan. Lalu bersabar mengasuh kita hingga dewasa seperti saat sekarang ini. Dan bahkan sampai sekarang pun saya masih ketergantungan dengan ibu. Kebaikannya membuat saya begitu mencintainya, meski terkadang dan bahkan amat sering menyusahkan dan membuat sakit hati dirinya. Ya Allah…

Ya Allah… muliakanlah dirinya, ibuku, ibu terbaik di dunia-akhirat
Muliakanlah usahanya, limpahkanlah pahala untuknya
Limpahkanlah ia rasa syukur yang lebih lagi atas karunia-Mu terhadapnya
Jadikanlah ia menjadi ibu yang amat baik
Dan jadikanlah kami, anak-anaknya, sebagai anak yang sholeh-sholehah
Yang berguna dan menjadi kebanggaannya dan selalu menjadi penambah amalnya ketika ia meninggal nanti
Jadikanlah ia istiqomah di jalan-Mu
Dan jadikanlah akhir hidupnya khusnul khotimah
Amin!!

Rabbighfirlii waaliwalidayya warhamhumaa kamaa rabbayani shoghiro… amin!!

Saturday, December 6, 2008

Kaki-kaki Yang Berdiri Saat PEMIRA


Akhirnya saya datang juga ke kampus ketika pemilihan eksekutif berlangsung pada Kamis (4/12) kemarin. Setelah sebelumnya tidak datang selama hampir sepekan. Sehingga ketika itu pun saya tidak merasakan suasana ketegangan kampus menjelang PEMIRA seperti Debat capres BEMU dan panas-dinginnya situasi koalisi antar partai kampus.Ketika pencoblosan kemarin, kampus cukup ramai, meski nuansa kampus –khususnya sospol- tidak seramai tahun-tahun sebelumnya. Saya punya analisa bahwa mahasiswa pada tahun ini tidak memiliki antusias yang sama terhadap politik kampus. Sehingga animo (dilihat dari nuansa kampanye, berkurangnya peserta PEMIRA, dll) mahasiswa dirasakan menurun.Yang namanya perpolitikan pasti diselimuti ketegangan-ketegangan yang menimbulkan emosi dan kelakuan-kelakuan yang bersifat provokasi.


Seperti itu juga yang terjadi pada politik kampus di UIN Jakarta. Banyak artikel-artikel sesat dan menyesatkan yang bertebaran di tataran mahasiswa khususnya yang berstatus pemilih sejati. Seperti yang saya ungkapkan tadi, artikel-artikel tersebut berisi penudingan dan isu-isu yang sengaja diangkat dan dihubung-hubungkan. Dan yang menjadi objek penderita penudingan isu-isu tersebut tidak hanya satu partai dan satu capres saja, namun hampir seluruh pihak peserta PEMIRA. Dan info, saya berhasil mengumpulkan 4 selebaran (ada yang bilang sebenarnya lebih dari itu) yang berbeda-beda.Saya sedikit tertawa, ini salah satu hal paling lucu yang saya lihat dan rasakan.


Saya jadi berpikir tentang realita dan fakta dari apa-apa yang pernah saya baca. Salah satunya buku karya Dr. Ahmad Naufal yang berjudul PERANG ISU DALAM ISLAM terbitan Pustaka Mantiq. Dalam buku itu dijabarkan perihal mengenai isu, mulai dari definisi hingga faktor-faktor penyebab terjadinya isu. Saya menjadi mencoba menganalisa kejadian yang ada di kampus UIN ini sesuai dengan teori yang ada dalam buku tsb. Dan kesimpulannya, tersebarnya dan terjadinya isu-isu ini sudah memenuhi faktor-faktor yang ada, yakni ada si-penyebar alias provokator dan ada pihak yang siap menerima dan menyebarkan (kebanyakan pihak ini ialah pihak yang menjadi alat). Maka dari itu, saya hanya mencoba bersikap menjadi ‘viewer’ alias pemantau. It’s not only waiting and seeing, but also analyzing.Dan terlepas dari itu semua, saya hanya berharap PEMIRA di kampus peradaban ini berlangsung lancar dan tertib. Meski ada simpang siur tidak akan berumur panjang sistem Student Government di kampus ini (kalo emang benar begitu selamat datang deh senat! ^_^).

Monday, December 1, 2008

kepada wartawan yg telah mewawancarai dan mengambil gambar saya: maaf dan terima kasih

Yang namanya manusia memang punya sisi norak dan rasa pamer. Beberapa waktu lalu dengan cukup lama saya sangat menginginkan diwawancara oleh wartawan manapun dan dari media manapun. Sebab saya berpikir bahwa saya cukup sering meminta orang lain untuk saya wawancarai, sedang saya tidak pernah dipinta seperti itu kecuali wawancara masuk sekolah, perguruan tinggi, atau tempat magang. Dibawah ini ialah foto para wartawan yang telah mewawancara dan mencapture foto saya. Dan sebelumnya juga sesudahnya saya ucapkan peromohonan maaf kepada mereka, karena --mungkin saking gugup dan emoh memberikan identitas--, dasar norak sebelum terkenal.


Wartawan LPM Institute ini berhasil mewawancarai saya ketika nuansa kampanye berlangsung di kampus. Sayangnya ketika itu saya sedang mengalami dilemma yang berkecukupan, sehingga karena itu tanpa pikir panjang saya memberikan identitas palsu. maaf ya...

Wartawan bule asal Australia ini --duh lupa namanya-- mewawancarai saya dan teman saya ketika RUU APP disahkan pada Oktober kemarin. Dia bertanya dalam bahasa Inggris, dan jelas teman-teman yang ada dalam barisan aksi mencari kami --yang mereka anggap paling jago-- untuk bersedia diwawancarai. Yang berkesan, kami menjawab dengan bule juga, alias BULEPOTAN. dasar anak sastra Inggris yang ga becus.

Wartawan ini, entah dari media mana, tidak terlihat mewawancarai mahasiswa manapun yang ikut dalam aksi pengesahan RUU APP Oktober kemarin. Dia lebih mengandalkan kepada selebaran-selebaran pernyataan sikap yang dibuat dan dibagikan dari beberapa elemen yang mendukung sahnya UU APP. Dan juga ia mengandalkan keahliannya dalam mengcapture gambar dengan kameranya yang besar. Akhirnya, saya iseng mengcapture balik.

Wednesday, November 19, 2008

AWAL Sejarah Cinta Kita


Oleh Farhan Fahmi*

*Teruntuk sahabatku yang garis hidupnya selalu “keras” dan untuk seluruh ikhwan yang masih menjaga idealisme cinta


Dimalam yang dingin itu Fulan duduk diteras mushola dekat rumahnya. Secara sengaja ia keluar malam untuk menyendiri dan merenung, dipangkuannya buku agenda kesayangan, beberapa lembar kertas putih dan hape esia. Perlahan ia menelaah lembar demi lembar buku agendanya tertulis disitu sebuah azzam dan rencana menikah. Halaman yang tertulis dua digit tanggal setahun yang lalu itu menjelaskan secara rinci langkah demi langkah yang harus ditempuh Fulan sebelum menikah ia menyebutnya Indikator Kesiapan Menikah ( IKM ).


Pada halaman berikutnya Fulan menuliskan IKM dalam empat kategori ; Ruhiyah, Fikriyah, Jasadiyah dan Finansial. Sambil memegang bibir sebagai tanda konsentrasi ia mencoba me-review pelaksanaan indikator – indikator yang ia buat. Dari sisi Ruhiyah telah ada peningkatan antara lain Sholat berjamaah, qiyammulail, shaum sunnah dan ibadah – ibadah lain yang telah ia targetkan setahun yang lalu itu. Kemudian dari aspek fikriyah lebih dari sepuluh buku seputar pernikahan dan rumah tangga sudah ia baca lalu dari segi Jasadiyah Fulan terbilang aman setahun belakangan tak pernah dirawat atau masuk rumah sakit maklum dari kecil ia sudah terbiasa susah, dan kini ia mulai rutin berolah raga. Tinggal aspek yang terakhir yang membuatnya sedikit pusing yaitu kesiapan finansial.


Berat bagi Fulan untuk mencapai indikator yang terakhir ini, separuh dari gajinya bekerja digunakan untuk ibunda dan biaya kuliah kedua adiknya. Gaji itupun ia peroleh karena ia memutuskan bekerja dan meninggalkan bangku kuliah demi keluarga. Belum lagi keperluan sehari – harinya seperti ongkos, makan, sumbangan ini dan itu dan pengeluaran lainnya. Alhasil sebulan ia hanya bisa saving dua ratus ribu.


Semakin tenggelam Fulan dalam renungannya, apakah dana yang ada cukup untuknya menikah. Kembali ia perhatikan targetan – targetan yang telah dilaluinya, “sudah waktunya menikah” gumamnya. Namun dana yang ada belum mencukupi berarti ia harus bersabar, berpuasa seperti yang Rasulullah SAW ajarkan akan tetapi shaum sunnah sudah rutin ia kerjakan “apalagi yang mesti ditunggu” protes Fulan dalam hati.


Saat kebanyakan lelaki sudah tidak bisa lagi menjaga idealisme cintanya. Saat kebanyakan wanita sudah tidak punya iffah (harga diri). Saat kenakalan remaja merajalela, Fulan tak ingin tergolong salah satunya. Fulan bertanya dalam hati inikah perasaan yang dirasakan oleh kebanyakan lelaki beriman? inikah keinginan menjaga kehormatan yang dirasakan oleh kebanyakan lelaki beriman? rasa khawatir akan kekurangan dan takut melangkah, apakah juga dirasakan oleh kebanyakan lelaki yang pas – pasan? apakah hanya aku sendiri yang merasakan?


Tetapi yang lebih dikhawarirkan oleh si Fulan adalah adakah akhwat (wanita) yang mau diajak pas – pasan? adakah akhwat masa kini yang menerima hidup serba kekurangan? adakah akhwat modern yang mau menerima nafkah dua lembar ratus ribuan bahkan kurang dari itu?


Ah, itu hanya ketakutan pribadi !! lirihnya. Fulan percaya Allah SWT-lah yang menjadi tempat bergantung apalagi dalam salah satu firmanNya yang ia catat dalam buku agenda “Dan nikahkanlah orang – orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang – orang yang layak (menikah) dari hamba – hamba sahaya yang laki – laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karuniaNya. Dan Alah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” ( Qs : An Nur [24] : 32 )


Diangkatnya selembar kertas putih tadi, digenggamnya hape esia lalu ia tekan nomor salah satu orang kepercayaannya setelah tersambung ia katakan “ustadz bismillah ana siap….”


===============================================


* Farhan Fahmi adalah mahasiswa dengan pendidikan S1 Ilmu Perpustakaan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia adalah salah satu teman pemilik blog ini yang cerdas dan berwawasan luas.

Tuesday, November 18, 2008

A Novel to Kill


Pernah tahu sebab mengapa John Lennon dibunuh oleh penggemar setia-nya sendiri, Mark David Chapman? Pernah bertanya kenapa? Pasti terlintas jawaban sekilas bahwa itu karena si-David Chapman adalah orang yang memiliki penyakit kejiwaan sehingga idola yang sangat dikaguminya dibunuh oleh tangannya sendiri. Ya jawaban itu benar. Tapi pernah tau-kah benda apa yang disebut-sebut menginspirasi David Chapman tersebut? Jawabannya cukup mengerikan: Sebuah Novel Berjudul THE CATCHER IN THE RYE karya J.D Salinger.

Ya, novel itu. Benarkah novel tersebut berisi ajaran atau cara-cara atau hal-hal yang menginspirasi seseorang untuk membunuh orang lain? jawabannya: tergantung pada tiap-tiap orang yang membaca novel tsb. Kenapa?

Karena setelah membaca novel tsb, saya pribadi tidak menemukan hal-hal atau jalan cerita menuju ide pembunuhan dan inspirasi untuk menghabisi nyawa manusia lainnya. Novel yang diterbitkan sekitar tahun 50-an itu sebenarnya tidak begitu menarik dari segi performance (dilihat dari cover dan tulisan isi novel-nya). Apalagi saya mendapat novel tsb dengan cara mem-fotokopi sehingga hasilnya tidak begitu jelas dan makin tidak menariklah novel tsb bagi saya. namun karena tuntutan tugas kuliah, maka akhirnya saya baca juga novel itu.

Oke, bahasa yang enak dan mudah dimengerti membuat saya mulai tertarik membaca dengan sistem SKS alias sistem kebut seminggu. Karena sekali lagi, itu tuntutan tugas kuliah yang ketika itu kami diminta membaca dan menganalisa novel tersebut oleh dosen sastra kami. Lalu akhirnya saya makin tertarik ketika saya mencoba mencari ringkasan dan sekilas analisa novel tsb lewat internet. Ketika itu saya menemukan kasus menarik bahwa THE CATHER IN THE RYE inilah yang mengisnpirasi David Chapman membunuh John Lenon.

Dan Oke (lagi), saya mencoba lebih serius membaca novel tsb. Tujuannya selain karena tugas, namun lebih kepada rasa penasaran mengenai isi novel tsb. Sekali lagi, disana tidak ada ajaran ttg bagaimana cara membunuh orang. Novel ini bercerita mengenai ke-stabilan seorang remaja berusia 17 tahun yang bernama Holden Caulfield. Dia dikenal sebagai siswa yang sering pindah sekolah (empat kali) karena berbagai kasus, mulai dari pindah sendiri karena tidak betah sampai dikeluarkan karena nilai akademiknya yang jelek. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya, namun sayangnya ia tidak langsung pulang dan malah mengembara sesuka hatinya. Sebab ia berpikir bagaimana harus menghadapi keluarganya yang belum mengetahui kabar ia keluar dari sekolah.

Meski dalam novel ini memang tiada ajaran bunuh membunuh, namun bahasa yang digunakan cukup kasar. Mungkin bagi orang Indonesia seperti kita kata-kata seperti ‘goddam’, ‘moron’, ‘bastard’, dan kata bahasa Inggris kasar lainnya tidak terlalu terasa jelek dan kasarnya. Namun bagi orang Amerika dan Inggris juga orang yang beribukan bahasa Inggris lainnya kata-kata seperti ini merupakan kata-kata tidak senonoh yang langsung terasa efek ketidaksopanannya.

Dan jika teman-teman membaca novel ini, akan terasa sekali bahwa sosok karakter utamanya sangat gamang. Kita sebagai pembaca pun ikut merasa bingung dan tidak tentu arah. Cukup terasa kegamangan dan kefuturannya. Ditambah jika pembaca ialah orang yang gamang dan labil pula dalam hal kejiwaan seperti Mark David Chapman tadi. Hmm, cukup menginspirasi untuk berbuat hal yang tidak masuk akal. Sebab ada artikel pula yang menyatakan bahwa salah satu tujuan Chapman membunuh Lenon ialah untuk melanjutkan dan membuat bab terakhir novel yang ditulis oleh J.D Sallinger tsb. Hmm, cukup mengerikan.

Bukan Mulan Jameela…Bukan juga Mulan Jameedonk…


Bukan dua nama yang kerap menjadi momok gossip di dunia selebritas dan jagad keartisan itu yang akan saya bagi profilnya. Namun ia adalah MARYAM JAMEELAH, seorang muslimah intelektual yang telah menulis berbagai buku dengan tema besar Ghozwul Fikri dan dengan spesifikasi topik antara ideologi Islam dan Barat. Jika teman-teman pernah menonton film ‘Sang Murobbi’, disana terdapat adegan Ust. Rahmat Abdullah yang tengah bercakap dengan istrinya di teras depan rumah mungilnya. Ketika itu Ust Rahmat sedang memegang sebuah buku yang berjudul ‘Para Mujahid Agung’. Ya, itulah salah satu karya Maryam Jameelah. Buku-buku yang ditulisnya selalu bagus ditambah terjemahan ke dalam bahasa kita, bahasa Indonesia, pun cukup bagus, sehingga enak dibaca.

Berikut adalah profil Maryam Jameelah yang bernama asli Margaret Marcus yang ditulis oleh Umar Faruq Khan. Catatan profil ini saya ambil dari salah satu buku Maryam Jameelah yang berjudul ‘Islam dalam Kancah Modernisasi’.

Maryam Jamilah dilahirkan pada tahun 1934 di New York ketika Depresi Besar –seorang Amerika generasi keempat asal Jerman— Yahudi. Ia dibesarkan di Westchester, salah satu kota kecil yang paling makmur dan padat di New York dan memperoleh pendidikan Amerika yang secular di suatu sekolah umum local. Seorang siswa yang nilainya di atas rata-rata, ia segera menjadi seorang intelek yang bersemangat dan kutu buku yang tak pernah puas, hampir tidak pernah tanpa buku di tangannya, bacaannya meluas jauh di luar tuntutan kurikulum sekolah. Ketika ia menginjak remaja, ia sangat berpikiran serius, tidak pernah membuang-buang waktu yang biasanya sangat jarang dilakukan seorang gadis muda yang menarik. Perhatian utamanya adalah agama, filsafat, sejarah, antropologi, sosiologi dan biologi. Sekolah dan perpustakaan umum masyarakat setempat dan kemudian, perpustakaan umum New York, merupakan “rumahnya yang kedua.”

Setelah ia lulus dari sekolah menengah pada musim panas 1952, ia diterima di Universitas New York tempat ia mempelajari suatu program kesenian liberal umum. Ketika di universitas, ia sakit keras pada 1953 yang semakin memburuk dan harus menghentikan kuliah dua tahun sehingga ia tidak memperoleh ijazah. Ia dikurung oleh rumah-rumah sakit private dan rumah-rumah sakit umum selama dua tahun (1957-1959) dan baru setelah keluar, ia memperoleh kembali fasilitasnya untuk menulis. Terjemahan Marmaduke Pickthall tentang Qur’an dan Allama Muhammad Asad dengan bukunya –otobiografinya Road to Mecca dan “Islam at the Crossroads” membangkitkan minatnya terhadap Islam dan setelah mengadakan surat menyurat dengan beberapa orang Muslim terkemuka di negeri-negeri Islam dan mengadakan persahabatan yang intim dengan beberapa tokoh Islam di New York, ia memeluk agama Islam di Missi Islam di Brooklyn, New York dengan bimbingan Sheik Daoud Ahmad Faisal, yang kemudian merubah namanya dari MARGARET MARCUS menjadi MARYAM JAMEELAH.

Selama surat menyurat yang panjang lebar dengan beberapa orng muslim di seluruh dunia dan memberi sumbangan tulisan sastra kepada majalah-majalah periodic Muslim yang dapat diperoleh dalam bahasa Inggris, Maryam Jameelah mulai mengenal tulisan-tulisan Maulana Sayyid Abul Ala Maudoodi, dan akhirnya sejak Desember 1960, mereka saing menyurati secara teratur. Pada musim semi tahun 1962, Maulana Maudoodi mengundang Maryam untuk pindah ke Pakistan dan tinggal sebagai anggota keluarganya di Lahore. Maryam Jameelah menerima tawarannya dan setahun kemudian, menikah dengan Mohammad Yusuf Khan, yang kemudian menjadi penerbit semua buku-bukunya. Ia kemudian menjadi ibu dari empat orang anak, yang hidup dengan penuh kasih dan anak-anaknya di dalam sebuah rumah tangga yang luas dari saudara-saudara iparnya. Paling aneh bagi seorang wanita setelah menikah, ia melanjutkan semua minat intelektualnya dan aktivitas-aktivitas kesusastraannya; dalam kenyataan, tulisan-tulisannya yang paling penting dilakukan selama dan antara masa-masa hamilnya. Ia mengamati Purdah dengan seksama.

Kebenciannya terhadap atheisme dan materialisme dalam semua manifestasinya –dulu dan yang sekarang— kuat sekali dan dalam pencariannya terhadap ide-ide yang mutlak dan bersifat kerohanian, ia menganggap Islam sebagai penjelasan yang paling emosional dan secara intelektual memuaskan bagi kebenaran akhir yang memberi kehidupan dan kematian, arti, petunjuk, tujuan dan nilai.

Sayid Quthb Shalat Jumat diatas Kapal: Salah Satu Bentuk Syiar Islam


Dibawah ini adalah tulisan Sayid Quthb dalam perjalanannya pertama kali menuju Amerika. Tulisan ini dimuat dalam Fi Dhilaalil Quran 3: 1786 yang dimuat kembali dalam buku karya Dr. Sholah Abdul Fatah Al-Kholidi dengan judul “SAYID QUTHB MENGUNGKAP AMERIKA”
=========================================================

Saya sebut sebuah persitiwa yang kualami dengan 6 orang muslim lainnya sebagai saksinya. Waktu itu, kami berenam berada di sebuah kapal Mesir yang membawa kami dan 120 orang lainnya mengarungi samudra Atlantik menuju New York. Terlintas oleh kami untuk melakukan shalat Jumat diatas kapal. Allah mengetahui, bahwa kami mendirikan shalat itu dengan semangat keagamaan menghadapi seorang penginzil yang melakukan pekerjaannya di atas kapal dan berupaya melakukan penginjilannya terhadap kami. Kepala kaptennya seorang Inggris memberi izin kepada kami, juga para kelasi, para koki serta para pelayan kapal –yang semuanya orang Nubia Muslimin— agar bersembahyang bersama kami. Betapa gembira mereka, karena saat itu adalah saat pertama dilakukan shalat Jumat di atas kapal. Saya menjadi khotib sekaligus mengimami. Penumpang asing mayoritas berkeliling memperhatikan shalat kami. Setelah selesai, kami didatangi mereka, lalu memberi selamat atas keberhasilan “upacara” itu. Ini adalah sejauh-jauh yang mereka pahami dari shalat kami. Diantara mereka, ada seorang wanita Yugoslavia yang kabur dari “Negara” komunis Tito. Ia sangat terpengaruh dan tidak dapat menahan dirinya dari pengaruh yang dalam dengan shalat kami yang khusyu’, dengan ketertiban serta roh yang terdapat didalamnya. Dengan penuh kekaguman ia bertanya: “Bahasa apa yang digunakan ‘pendetamu’ untuk berbicara?” Dalam bayangan wanita tersebut shalat didirikan oleh seorang pendeta –atau agamawan- sebagaimana pada agama Masehi di gereja. Kami telah mengoreksi pahamnya ini dan menjawabnya. Ia berkata: “Sesungguhnya dalam bahasa yang disampaikannya, terdapat irama muski yang menakjubkan, walaupun saya tidak memahaminya sama sekali.” Lalu, kami terkejut ketika ia berkata: “Tetapi ini bukan masalah yang ingin saya tanyakan. Sesungguhnya masalah yang menggugah perasaanku adalah bahwa ‘Imam’ ditengah pembicaraannya mengucapkan –dengan bahasa musik ini- beberapa kalimat khas ini yang menggetarkan hatiku. Itu adalah sesuatu yang lain, sebagaimana jika Imam dipenuhi roh kudus.” Sejenak kami berpikir, lalu kami paham akan apa yang dimaksudnnya, yaitu ayat-ayat Al-Qur’an yang terdapat baik di saat khutbah Jumat maupun di tengah shalat. Meski demikian, merupakan kejutan dari kami yang mengherankan seorang wanita itu yang tidak memahami apa yang dikatakannya sedikit pun.

Tuesday, November 11, 2008

Momen Hari Pahlawan tahun ini: Gelar Pahlawan untuk M. Natsir, Bung Tomo dan Abdul Halim


Akhirnya, setelah sekian lama berjuang demi mengukuhkan sebuah gelar pahlawan yang diakui secara resmi oleh pemerintah, 3 orang yang sangat berjasa bagi bangsa kita mendapat gelar tersebut. Mereka ialah M. Natsir, Bung Tomo dan Abdul Halim. Memang bukan para pahlawan itu yang ngoyo memperjuangkan gelar bagi diri mereka sendiri (karena saya pun yakin mereka tidak haus gelar!), namun keluarga dan orang-orang yang peduli dan mendukung dan mengakui bahwa adanya kontribusi perjuangan mereka untuk bangsa ini. orang-orang inilah yang memperjuangkan "hak" mereka sebab mereka pun memang pantas dianugrahi gelar mulia itu.

Seperti Natsir, putra bangsa berdarah Minang ini merupakan sosok yang tidak hanya sholeh namun juga sosok yang cerdas, bijaksana dan penuh tak-tik. Sebab ia merupakan sosok ulama, politisi, negarawan dan ilmuwan. Dia tercatat pernah menjabat sebagai perdana menteri Negara ini pada tahun 1950, ketua Masyumi dan DDII dan bahkan dia dikenal sebagai pendiri UII (Universitas Islam Indonesia) yang merupakan perguruan tertinggi tertua di Indonesia bersama M. Hatta.

Lalu Abdul Halim, yang dikenal sebagai pahlawan sunda dari Majalengka. Dia itu merupakan pendiri organisasi Hayatul Qulub. Organisasi itu membantu petani dan pedagang pribumi menghadapi persaingan dengan pedagang asal Tiongkok yang mendapat kemudahan dari pemerintah Belanda. Organisasi ini pun sempat dilarang oleh pemerintah.
Abdul Halim pun mendirikan Jamiatul Muslimin yang kemudian berubah menjadi Persjarikatan Oelama (PO). Berkat bantuan Ketua Sarekat Islam Tjokroaminoto, PO mendapat pengesahan dari pemerintah belanda. PO kemudian dibekukan pada masa penjajahan Jepang. Saat itu yang boleh berdiri hanya Muhammadiyah dan NU. Barulah pada 1944 PO berubah menjadi Perikatan Oemat Islam (POI) dan pada 1952 menjadi Persatuan Umat Islam. (batampos.co.id/utama/utama/tiga_pahlawan_baru_warnai_hari_pahlawan_nasional/ - 32k -)

Dan yang terakhir, Bung Tomo. Tokoh perjuangan yang sangat tenar dan identik dengan 10 November ini ternyata belum diakui sebagai pahlawan Nasional Indonesia sebelum November 2008 ini. Dia tercatat pernah memimpin tentara Indonesia pada perang melawan Belanda di Surabaya ketika itu. Dan dia pula yang membangkitkan semangat lewat berbagai orasinya baik secara langsung ataupun lewat radio. Maka tak heran jika ia pernah diangkat sebagai pimpinan TNI pada 1947. namun sayangnya, pada orde baru ia dipenjarakan oleh Soeharto akibat kritik-kritik tajamnya terhadap pemerintah.

================

sumber gambar: penamuslim.wordpress.com

================

Saturday, November 1, 2008

Selamat: UU Anti Pornografi



Selamat atas disahkannya RUU Anti Pornografi menjadi Undang-Undang. Meski banyak yang menolak amat sangat, tentu saja. Ketika ikut aksi di depan gedung MPR/DPR kamis (29/10) kemarin saya merasa cukup senang ketika mengetahui bahwa RUU itu disahkan. Namun sayangnya dua fraksi yang menolak, seolah tidak kuat menghadapi kekalahan, walk out dari sidang. Ingat, walk out bukan solusi. Namun tak apalah, biar mereka belajar lagi. Karena dengan adanya UU Anti Pornografi ini segala sesuatu yang terkait dengan pelecehan seksual dan martabat manusia khususnya perempuan bisa di minimalisir.

Peran media: benarkan 100% independent?

Saya tidak yakin bahwa ada media yang benar-benar 100% independent dan netral dari kubu manapun. Karena dibuatnya media ialah suatu sarana pemikiran yang diharapkan bisa mempengaruhi opini public. Artinya, hampir semua media merupakan alat bagi orang yang berada di belakang layarnya. Seperti kasus disahkannya UU AP ini. Saya pikir banyak media yang tidak setuju di-sahkannya UU AP ini (kalau kata Koran Tempo; ‘RUU Bermasalah’). Sungguh lucu, sambil tertawa sendiri, saya membaca dan menonton para media itu memberitakan kontra dan kubunya dari UU AP ini. Berulang-ulang dipermasalahkan dan dipublikasikan komentar-komentar mengenai pasal-pasal yang dinilai bermasalah. Kalaupun ada yang dimuat komentar atau pandangan dari kubu pro, itu hanya dianggap sebagai komentar selingan dan tidak di-expose secara utama. Bahkan yang dimuat ialah komentar pendukung yang bernada plin-plan atau ragu, sehingga cenderung membenarkan kubu kontra.

Lalu bagaimana?

Sekarang sudah ada UU AP, setelah diperjuangkan selama 11 tahun! Dan hanya melihat bagaimana para pendukung ini menjalankan dan mensosialisasikan kepada masyarakat yang lain, serta memberi pemahaman bagaimana batasan-batasan pornografi itu. Mungkin yang juga harus diwaspadai ialah kubu kontra yang tidak menerima dan lantas ingin mengajukan banding dengan mengadu kepada Mahkamah Konstitusi. Ya, setiap orang memang perlu belajar. Dan memang tidak bisa lantas langsung mengerti, karena akan membutuhkan tahapan-tahapan. Umm, semoga saja mereka bisa mengerti lebih cepat. Amin!

==========================================
ps.
1. foto diatas (laki-laki memakai topi) ialah foto wartawan yang meliput aksi kami di MPR/DPR RI kamis (29/10) kemarin. saya iseng balik memotonya. =)
2. foto diatas (perempuan bule memakai topi) ialah jurnalis bule dari Australia yang mewawancarai kami ketika aksi. meski jawabnya harus 'keroyokan', maksudnya biar bisa saling bantu soal grammar dan vocab. coz jawabnya harus 'in english' kan?

Thursday, October 23, 2008

Albom—Jurian—Hirata



Tiga nama penulis diatas (sebagai judul) ialah tiga orang yang saya baca karyanya bulan ini. Untuk nama dua penulis pertama, saya baca bukunya langsung dan satu nama terakhir saya baca bukunya lewat karya yang sudah diterjemahkan dalam film.

Mitch Albom dengan TUESDAYS WITH MORRIE
====================================

Buku terjemahan yang kabarnya sudah menjadi international best seller ini memang sangat impressive. Mengisahkan tentang seorang dosen di sebuah universitas di salah satu Negara bagian di USA bernama Morrie yang mengajar sosiologi. Ia merupakan dosen yang menarik ketika memberi pelajaran dan hikmah dan pengalaman hidup. Selalu ada hikmah mendalam yang disampaikan ketika mengajar. Mitch Albom, seorang mahasiswa dan juga sahabat terbaiknya mencoba menulis buku ini stelah kematiannya. Sebab buku ini merupakan hasil diskusi di setiap selasa beberapa bulan sebelum kematiannya.

Morrie memang terkena penyakit yang sulit disembuhkan dan belum ditemukan obatnya ketika itu; yakni penyakit yang menyerang syaraf sehingga kerja seluruh syaraf tubuh melambat dan mati. Penyakit ini memang mematikan si penderita perlahan-lahan. Sungguh penyesalan bagi Alboms untuk mengetahui keadaan dosennya itu setelah ia menderita sakit. Ketika itu Alboms memang sudah lama tidak mengunjungi sang guru besar tersebut dan memilih untuk berkarir sebagai penulis kolom olahraga terkenal (padahal ia telah berjanji untuk mengunjungi gurunya tsb). Dan ketika itu pula pada suatu hari tanpa sengaja ia menonton acara talk show televisi yang menampilkan Morrie sebagai narasumber sedang ia tengah dalam keadaan sakit. Dan sejak itu ia mulai mengunjungi Morrie dengan rutin yakni setiap selasa. Ia menganggapnya ini ialah kuliah terakhirnya dan banyak hal yang dibicarakan setiap kali ia bertemu dengan Morrie. Bukan pelajaran yang membutuhkan catatan banyak dan ulangan yang serius dalam kertas, namun ini ialah pelajaran mengenai kehidupan.

Jurie G Jurian dengan OPIK SOK COOL NIH!
==================================

Berikut ini ialah merupakan novel lucu yang tidak begitu tebal. Gaya cerita dan tulisannya cukup mengalir dan enak dibaca. Pesan yang disampaikan juga sampai khususnya jika dibaca oleh orang-orang yang tidak terlalu suka membaca bacaan dengan topik berat.

Bercerita tentang seorang mahasiswa ‘culun’ bernama Opik, kuliah di jurusan Teknik Sipil di sebuah universitas terkenal di Bandung. Opik adalah seorang yang mengaku berasal dari kampung dan tidak pernah ke kota besar sebelumnya (bahkan ngakunya tidak akan pergi ke Bandung kalau bukan karena kuliah). Ia disukai oleh seorang gadis cantik bernama Bella. Bella ialah anak seorang diplomat. Ia besar dan pernah bersekolah di Inggris dan Prancis. Namun Opik tampak tidak peduli dengan Bella. Ia merasa ia hanyalah orang yang sangat biasa dan tidak cukup baik bagi Bella. Namun sebenarnya ia kurang menyukai Bella yang senang berpenampilan dengan pakaian ketat dan terbuka. Opik memang aktivis masjid selain menjadi aktivis BEM.

Namun kisah menjadi berubah ketika liburan tiba. Bella bersama pacar dari sahabat Opik berencana mengikuti pengajian dan pesantren kilat selama liburan bagi mahasiswa di sebuah pesantren yang ternyata merupakan kampung halaman Opik. Dan ternyata, Opik pun diketahui masih termasuk dalam jajaran keluarga pesantren tsb. Ia juga ikut Bantu-bantu mengajar ngaji disana. Bella lantas kaget dan takjub ketika mengetahui hal tersebut. Ia pun makin merasa respek pada Opik, sehingga ia menjadi malu sekali ketika bertemu dengan Opik lantaran kepintaran dan kerendahan hati Opik selama ini.

Ada banyak topik yang dibahas Jurie disini. Namun Jurie berhasil memadukan topik tersebut sehingga tidak berbenturan dan pesan yang disampaikan cukup tepat tujuan. Topik tersebut antara lain mengenai cinta, batasan-batasan aurat, sampai masalah terorisme. Namun yang saya sayangkan kenapa judulnya kok sederhana sekali, Cuma ‘OPIK SOK COOL NIH!’. Padahal jika mau bersusah payah untuk memikirkan judul sebentar saja, pasti akan dapat judul yang lebih baik. Karena buat saya judulnya Cuma kurang tepat. Atau mungkin judul ini untuk menarik pembaca. Ah, tapi tidak juga. Lalu apa ya judul yang tepat? =)

Andrea Hirata with LASKAR PELANGI
==============================

Penulis dan judul buku dan film diatas sudah terkenal dan sangat fenomenal di Indonesia. Semua sudah tahu dengan hal yang satu ini. Namun kurang lengkap rasanya jika saya tidak menyebut nama Mira Lesmana dan Riri Riza jika mau membahas filmnya. Karena memang, saya belum pernah membaca novelnya. Alasannya MALAS. Merupakan alasan bodoh bagi seseorang yang mengaku mahasiswa seperti saya.

Lanjut dengan Laskar Pelangi. Memang benar kata seorang teman, Zamal Firdaus, mengenai film ini dan berkaitan dengan novel aslinya. Yang penting bukan orisinal bahwa film harus dengan sesuai novelnya, namun lihat pesan yang disampaikannya. Karena saya pikir (setelah melihat beberapa film yang diadaptasi dari novel; Da Vinci Code & Ayat-Ayat Cinta) akan menjadi sangat jelek jika film tidak sesuai betul dengan novelnya. Namun Laskar Pelangi lain (atau mungkin karena saya belum baca novelnya?). meski berbeda dengan novelnya, kata orang-orang yang sudah membaca novelnya dan bahkan kata Andrea Hirata sendiri, filmnya lebih bagus dan ekspresif. Kita mampu tertawa dan menangis karenanya. Melihat hikmah yang disampaikan tokoh-tokohnya juga melihat kepolosan dari ke-sepuluh tokoh ciliknya. Semua menjadi inspirasi!

“Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya dan bukan menerima sebanyak-banyaknya.” Itu kata Pak Harfan.

Benar-benar film yang amat bagus di tengah kegersangan dunia industri hiburan saat ini.



PS: special thx to Ulfatun Ni’mah (untuk pinjaman buku TUESDAYS WITH MORRIE), Saiful Bahri (untuk pinjaman OPIK SOK COOL NIH!) dan Zamal Firdaus (untuk diskusi singkat mengenai film Laskar Pelangi).
======
sumber gambar film laskar pelangi: http://laskarpelangithemovie.blogspot.com/
======

Wednesday, October 22, 2008

Lambang Bintang Daud Familiar di Tembok-Tembok Rumah Kita


Pernah lihat gambar ini? Dan mengerti akan lambang ini? Oh ya pasti mengerti dengan sangat bahwa lambang ini ialah lambang untuk Negara Israel dan untuk kejayaan perwujudan kerajaan Solomon. Lambang ini begitu familiar dengan segala sifat kekeluargaannya sehingga menempel di tembok-tembok manapun di Negara kita. Saya sudah lama kenal lambang ini, bahkan sebelum saya paham bahwa lambang tersebut dengan makna sebenarnya.

Ya, sejak sekitar umur 10 tahun ketika saya masih duduk di kelas 1 SMP. Saya sudah mengenal lambang itu melalui tembok-tembok. Mereka yang memberitahu dan mengenalkan saya. mereka juga yang memberitahu bahwa yang sering membuat gravity lambang bintang segi enam itu ialah anak-anak SMP dan SMA yang punya hobby membuat gravity tidak jelas di sepanjang jalur tembok masyarakat. Sering juga dibawah lambang tersebut dituliskan ISRAEL beserta nama pembuatnya juga asal sekolahnya yang tentunya ditulis dengan bahasa julukan (misalnya: PONCOL atau BOEDOET). Ketika itu saya bertanya, Israel itu apa dan ada apa dengannya. sepertinya saya sering dengar Israel; seperti sebuah nama Negara. Tapi kok nampaknya teman-teman SMP dan SMA (yang laki-laki) seperti kenal betul dengan lambang dan nama tersebut? Dari mana mereka kenal? Hati saya terus berkecamuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang terabaikan itu.

Hingga akhirnya saya mengerti sendiri mengenai makna sebenarnya dari lambang dan nama tersebut; sebuah Negara dari penduduk yang kejam yang merebut tanah ummat Islam dan tidak mau mengembalikannya lagi sejak 1948. kembali saya bertanya dalam hati, khususnya yang berkaitan dengan anak-anak SMP dan SMA yang suka sekali membuat lambang tersebut. Bahkan sering juga memperdengarkannya. Saya jadi ingat ketika kelas 3 SMP, seorang teman laki-laki, berkata “Israel….” di dalam kelas. Tentu, ketika itu saya tidak mengerti dan saya yakin teman saya pun tidak mengerti dengan apa yang dibicarakannya. Nah, itulah yang saya miriskan. Generasi muda kita sangat mengenal lambang dan nama penjajah itu dengan tanpa pernah mengetahui kekejaman sebenarnya dari apa yang telah mereka gambar dan tuliskan. Tentang Palestina, juga Negara Islam yang lain, apa pernah mereka tahu (kecuali anak-anak ROHIS).

Adik-adikku… semoga kalian cepat menyadari bahwa mereka telah menjajah kita dari dulu

Saturday, October 11, 2008

Ingatlah dengan Qazman...

Masing-masing dari kita sebagai ummat manusia memang ditakdirkan untuk mengemban misi dakwah yakni membumikan ajaran Islam dimuka bumi ini. Namun dalam menjalankannya tidak jarang banyak rintangan yang kerap menjadi sandungan para pengemban dakwah. Yang menjadi musuh utama ialah hati dari masing-masing diri tersebut. Hati yang didalamnya terdapat penyakit. Makanya sangat sewajarnya jika manusia harus selalu berwaspada dengan segala kemungkinan terburuk yang akan membuatnya dari jalan panjang yang indah ini. Dibawah ini terdapat kisah yang banyak mengandung hikmah bagi kita. Semoga bermanfaat.
====================================================================
(Diambil dari buku “Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam” buku ketiga karya K.H. Moenawar Chalil, terbitan PT Bulan Bintang, tahun 1993, halaman 260-261)

Menurut riwayat, ketika terjadi peperangan di kota Khaibar, diantara balatentara kaum Muslimin ada seorang yang bernama Qazman. Qazman, seorang yang gagah berani dan perkasa, seorang yang kelihatan terkemuka dan terhormat di muka orang banyak, karena ia seorang pahlawan Islam yang sejati. Jasanya terhadap Islam tidak sedikit, pada lahirnya.

Ketika terjadi perang Uhud, ia ikut serta bertempur melawan kaum musyrikin Quraisy. Dan ketika terjadi peperangan di Khaibar, ia tidak ketinggalan ikut serta pula menjadi seorang tentara dari barisan kaum Muslimin. Dalam lingkungannya, ia tidak sedikit pula mengeluarkan tenaga dan kekuatannya untuk kepentingan Islam dan kaum Muslimin. Tetapi selama itu pula Nabi SAW menyatakan kepada kaum Muslim yang seringkali beegaul dengannya, dengan sabdanya: “Bahwa (Qazman) sesungguhnya golongan ahli neraka.”

Sebagian dari tentara kaum Muslimin yang mendengar sabda Nabi SAW yang sedemikian itu tentu kurang percaya, dan ada pula yang sangat heran, mengingat akan jasa-jasanya. “Mengapa orang yang begitu berjasa dalam perjuangan, dan begitu gagah perkasa melawan musuh Islam, dikatakan oleh nabi, bahwa sesungguhnya ia adalah golongan ahli neraka. Dan sekali lagi beliau menyatakan, bahwa sesungguhnya ia itu ahli neraka.

Kemudian pada waktu itu ada seorang sahabat Nabi yang berkata kepada beliau: “Saya yang akan menemaninya.” Tegasnya bersedia untuk menyertai Qazman.

Orang ini terus keluar, dan selalu mengikuti dan menyertai Qazman. Sewaktu Qazman berdiri, orang itu berdiri; sewaktu Qazman berjalan cepat, ia berjalan cepat; apabila Qazman berhenti, ia ikut berhenti; apabila Qazman bergerak, ia ikut bergerak, dan demikianlah selanjutnya.

Dengan demikian, maka ketika terjadi pertempuran seru di Khaibar –sebagaimana yang diriwayatkan di muka— Qazman pun terus menerus bertempur dengan gigihnya. Tetapi pada suatu waktu dalam pertempuran itu juga dengan tiba-tiba Qazman mendapat luka-luka parah ia tidak tahan merasakan sakit yang sedang dideritanya lalu ia mencepatkan kematiannya sendiri. Qazman ketika itu meletakkan hulu pedangnya sendiri diatas tanah dan ujung pedang itu dilekatkan di dadanya kemudian ia menekankan dirinya diatas ujung pedangnya itu sehingga cepat menemui kematiannya. Qazman membunuh dirinya sendiri. Maka orang yang selalu menyertai Qazman tadi segera menghadap Nabi SAW seraya berkata: “Saya menyaksikan, bahwa sesungguhnya engkau itu Utusan Allah.”

Nabi SAW setelah mendengar ucapan orang tersebut lalu bertanya kepadanya: “Mengapa demikian?”

Orang itu lalu menerangkan tentang keadaan Qazman, bahwa ia telah berbuat demikian … dan demikian … (seperti riwayat diatas).

Ketika itu Nabi SAW lalu memanggil Bilal, dan ia setelah menghadap kepada beliau lalu diperintahkan supaya menyiarkan kepada orang ramai dengan suaranya yang nyaring tentang sabda beliau:

“Tidak akan masuk ke surga, kecuali orang yang beriman. Dan sungguh Allah menguatkan agama ini dengan orang lelaki yang durhaka.”

Bilal seketika itu mengumandangkan dan menyiarkan sabda Nabi SAW yang tersebut itu di muka ramai.

Dengan riwayat yang tersebut itu jelas bagi kita, kebenaran yang dikatakan oleh Nabi SAW yang menerangkan, bahwa sesungguhnya ia termasuk golongan ahli neraka, karena orang yang mati membunuh diri itu termasuk ahli neraka.

Menurut riwayat, Nabi SAW telah menyatakan lebih dulu, bahwa Qazman itu golongan ahli neraka, karena beliau sudah mengetahui keadaannya yang sebenarnya. Yakni, sebenarnya Qazman itu seorang munafik, seorang yang tidak ikhlas niatnya dalam mengikuti peprangan bersama-sama kaum Muslimin, dan lebih tegas seorang yang berperang tidak karena Allah.

Sunday, October 5, 2008

Pride & Prejudice: Analisa dan Amatan


Film ini diangkat dari sebuah karya fiksi (novel) karya Jane Austin. Merupakan kisah cinta romantis dengan setting Inggris di abad 19 antara Elizabeth Bennet (Lizzy) yang berasal dari keluarga kelas menengah di daerah distrik di Inggris dengan Fitzwilliam Darcy yang merupakan pemuda keturunan bangsawan yang kaya dan terhormat. Darcy merupakan keponakan dari Lady Catherine, seorang wanita yang paling disegani di daerah tinggal Lizzy. Untuk ringkasan selengkapnya, anda bisa klik disini.

Analisa dan amatan…
=================
Pada awalnya saya ada prasangka (prejudice) dengan novel ini. Saya pikir, novel ini akan berakhir sad ending, yang pada akhirnya Elizabeth dan kekasihnya, Darcy akan berpisah dan memiliki takdir masing-masing. Namun ternyata saya salah. Setelah saya menonton filmnya, saya merubah pendapat dan pemikiran saya tentang karya fiksi dari penulis terkenal Inggris, Jane Austen, yang menulis Pride and Prejudice ini masih memasuki usia awal dua puluh-an.

Terlepas dari segala prejudice saya, saya menilai karya ini bagus. Film Pride and Prejudice pun menarik dan membuat hati saya syahdu. Tidak seperti yang saya pikirkan tentang film barat, film ini merupakan kisah cinta yang sangat elegan dan penuh santun. Tidak ada adegan seronok yang membuat para penonton (yang masih memegang tata moral dengan teguh) harus menutup matanya dengan kedua tangan. Ternyata Inggris pada abad 20-an memiliki tata krama dan kesopanan yang cukup bagus. Mungkin karena pada masa itu agama Kristen masih dalam koridor yang sedikit benar dan ketat. Jika dirunut dalam sejarah, ditulisnya novel ini oleh Austen yakni sebelum jatuhnya Revolusi Industri di Inggris. Begitulah. Cocok bagi bahan analisa teman-teman yang kuliah di jurusan Sastra Inggris dalam mengambil tema tugas akhirnya.
===============================
===============================

Friday, October 3, 2008

Rindu: Antara Sejarah, Kenangan dan Hikmah



Pernahkah anda memejamkan mata dan mengajak pikiran anda menelusuri kembali masa kecil anda yang telah lewat? Adakah kesan dari kenangan indah maupun sedih dari tiap masa yang telah anda lewati? Adakah kenangan yang ingin anda ulang atau ingin anda hidupkan kembali dalam hidup anda kini? Jawabannya: PASTI ada. Kalaupun anda merasa tidak memiliki, coba renungi sebentar hidup ini –hidup yang telah anda lalui-. Mungkin anda belum benar-benar menemukan hikmah dari segala kesusahan dan kesenangan itu.

Rindu—itulah yang saya rasakan sekarang. Pada awalnya (mungkin hingga kini masih ada sedikit tertanam) saya memiliki rasa rindu yang berlebihan terhadap masa kecil bahkan sangat terobsesi ingin kembali kesana. Namun semakin detik di dunia ini bertambah, semakin tidak pantas rasanya saya melakukan itu. Karena realita terus berjalan dan hidup tidak pernah boleh stagnan. Saya harus realistis! Akhirnya rindu itu berubah menjadi hikmah dan pelajaran yang harus saya ambil dan saya terapkan kembali di masa saya sekarang ini. Ya, ternyata banyak hal positif yang telah saya lupakan dari masa kecil yang saya rasa masih pantas untuk diterapkan di kedewasaan awal saya.

Berawal dari keisengan saya membuka koleksi perpustakaan sangat mini dan sederhana saya dan ketika itu saya menemukan buku ‘DUNIA KATA’ karya Fauzil Azhim yang merupakan penulis buku-buku best seller khususnya buku-buku yang bertemakan pernikahan. Saya buka beberapa halaman dan membaca sekilas tulisan Fauzil (khususnya pengalaman ia ketika kecil) mengenai kebiasaannya membaca dan melahap tulisan-tulisan yang tak hanya diperuntukkan anak-anak namun juga bacaan-bacaan berat untuk anak seusianya (sampai ia pernah melahap buku Psikologi Perkembangan milik budenya). Saya trenyuh dan merenung: prihatin dengan keadaan saya sendiri. Sebab dulu saya memiliki kebiasaan yang sama meski tidak ‘separah’ Fauzil Azhim. Namun seiring berjalannya waktu dan pengaruh lingkungan luar, saya mulai meninggalkan kebiasaan baik tersebut.

Ditambah ketika saya membaca buku Anis Matta yang berjudul ‘Model Manusia Muslim Abad XXI’ yang baru saja saya selesaikan. Disana Anis menulis, ‘sediakan lebih banyak waktu untuk membaca dan sediakanlah waktu 15 menit utuk memikirkan dan mengendapkan bacaan dalam pikiran anda.’ Saya makin ‘terpukul’ dan sedikit menyesal, mengapa tidak saya terapkan kembali budaya baca itu? Dan semakin ditambah lagi ketika saya menemukan buku lawas karya K.H. Abdurrahman Arroisi ’30 Kisah Teladan’ pada perpustakaan lawas bapak saya. Yakni buku yang sudah lama saya kenal dan sudah sejak kecil saya mencoba mengkhatamkannya tapi belum bisa hingga kini karena ada beberapa serial dari buku tsb yang hilang.

Ada dua hal yang saya dapat setelah perenungan tentang masa kecil saya; yakni hal yang saya sesali dan hal yang tidak pernah saya sesali dari hidup ini. Pertama, hal yang saya sesali ialah tentang pembelajaran saya terhadap ilmu agama yang jarang didapat langsung dari bapak saya. saya menyesal kenapa dulu saya tidak pernah belajar bahasa arab sejak kecil? Kenapa saya dulu tidak pernah di-pesantrenkan? Sehingga meski keluarga saya termasuk religius, namun saya terpaksa harus mengenal Islam baru-baru ini dengan melalui usaha saya sendiri yang bergabung dengan teman-teman dalam memelajari Islam. Memang, setiap orang dalam belajar butuh sebuah kesadaran dalam dirinya sehingga terasa lebih indah. Benar yang diungkapkan Raihan dalam judul lagunya Iman. Disana terdapat lirik bahwa ‘iman tak dapat diwarisi dari seorang ayah yang bertakwa. Ia tak dapat dijual beli.

Lalu kedua, hal yang tidak pernah saya sesali ialah, kebiasaan dan BUDAYA BACA TULIS yang diterapkan bapak saya. meski tidak pernah ada paksaan dalam kebiasaan membaca dan menulis, namun bapak saya selalu mencontohkannya dengan kebiasaan dirinya (membaca) yang tampak dari luar oleh kami sebagai keluarganya. Saya biasa diajak ke toko buku (khususnya toko-toko buku di bilangan Kwitang, Jakarta Pusat, seperti Walisongo, Gunung Agung, Menara Kudus, toko buku di gedung pertemuan NU, dll) sejak kecil hingga kebiasaan diajak itu berhenti sejak saya SMA yang kebetulan harus jauh dari rumah, yakni di daerah Sukabumi.

Sejak dikenalkannya dengan buku serta perangkat-perangkat yang mendukungnya, saya mulai terbiasa dengan buku. Saya melahap berbagai buku cerita hikmah (kebetulan saya sangat menyukai tema yang berbau fiksi dan sejarah) sejak usia balita meski sekedar dongeng dan gambar-gambar. Saya punya setumpuk majalah anak Islam (majalah favorit saya ketika kecil ialah AKU ANAK SHOLEH) dan setumpuk kisah nabi dan shahabat yang sekarang sudah entah kemana (meski masih ada beberapa, dan itupun hanya sekedar koleksi dan belum pernah saya baca detail). Namun kebiasaan baca semakin pudar ketika saya besar. Ketika SMP saya lebih suka baca majalah-majalah remaja, meski masih suka mengkoleksi SABILI. Ya, sejak usia 10 tahun saya sudah membaca SABILI, meski engga ngerti. Sebelumnya saya juga sudah mengenal majalah serupa seperti Ikhwanul Muslimin, dsb. Sehingga sejak itu saya sudah tahu konflik-konflik yang ada di Palestina, Afghanistan, juga konflik di Indonesia seperti Tanjung Priuk, Talang Sari, Malari, Kristenisasi, dsb. Namun sayangnya, seiring saya mengenal lingkungan luar yang memperkenalkan saya pada style barat (saya termasuk korban ghazwul fikri!!), saya mulai pikun dengan hal-hal tsb dan saya diingatkan kembali dengan itu semua ketika saya mulai mengenal tarbiyah pada saat memasuki jenjang perguruan tinggi.

Maka, dengan ini, saya sungguh ingin sekali menghidupkan kembali budaya yang telah saya miliki puluhan tahun ini. Ingin saya budayakan kembali semua ini. Karena saya sangat paham akan keuntungannya. Dengan membaca dan menulis kita akan terlatih untuk mendapat info-pengetahuan-ilmu dan terbiasa untuk menganalisa sebagai bentuk pelatihan terhadap otak kita. Meski memang sangat dibutuhkan disiplin tinggi dan rasa istiqomah yang kuat sehingga kebiasaan ini bisa istimror seumur hidup.

Sekarang cobalah dengan anda. Punyakah hikmah yang didapat dari kehidupan masa lalu anda? Jika merasa tidak punya, cobalah ajak pikiran anda mengarungi masa-masa itu. Meski misalnya terlalu banya yang pahit masa-masa yang anda miliki, tapi cobalah ambil hikmah dan pelajaran dari kepahitan tsb, dan coba terapkan kesimpulkan tentang apa-apa yang harus dihindari. Contoh anda sering tidak naik kelas dan sering mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari teman-teman sebaya anda ketika kecil. Coba ambil hikmah apa yang harus dilakukan agar menjadi pintar dan tidak lagi menjadi bahan cemoohan oleh orang-orang di sekitar anda. Misalnya, untuk menjadi orang pintar dan disegani, anda harus lebih banyak menyediakan waktu untuk belajar dan membaca dan berlatih berpikir dan menganalisa. Dan untuk menjadikan diri anda disegani atau tidak dipermainkan lagi, cobalah anda untuk melatih diri agar menjadi lebih dewasa dalam menghadapi tiap persoalan (dengan tidak terlalu menghiraukan segala ejekan) dan mengupgrade diri anda agar disegani.

Wallahu a’lam
Semoga bermanfaat.

Thursday, October 2, 2008

Pendidikan Bebas, seperti apa?


Sebuah buku menarik ketika saya berhasil meminjam buku berjudul ‘Summerhill School: Pendidikan Alternatif Yang Membebaskan’ karya A.S Neill. A.S Neill terbitan Serambi tahun 2007 ialah seorang praktisi pendidikan yang tidak pernah mengaplikasikan ilmu pendidikan, ia selalu menulis artikel yang bisa dibilang nyeleneh bagi dunia pendidikan. Ia malah lebih menyukai mengaplikasikan ilmu-ilmu psikologi yang ketika itu sedang berkembang, khususnya Psikoanalisa temuan Sigmund Freud yang memang tengah dalam masa kejayaan di abad 20.

Summerhill didirikan oleh Neill pada 1921 di Jerman dan kemudian pindah ke Inggris. Sekolah ini merupakan sekolah berasrama dengan jenjang pendidikan TK sampai SMA. Sekolah ini memiliki system sangat berbeda dari sekolah biasa yang menurut Neill sangat mengekang anak dan mengadopsi konsep militer; yakni SWAKELOLA alias kelola sendiri. Maksudnya ialah sekolah ini membebaskan seluruh siswa-siswinya untuk melakukan apa saja (termasuk tidak mengikuti pelajaran) asalkan tidak mengganggu orang lain. karena menurut Neill, masa kanak-kanak ialah masa permainan. Jika ia dikekang akan menghambat dan menjadi sebuah gangguan yang akan tertanam di dalam diri si-anak di masa depan. Yang harus diperhatikan ketika mendirikan sekolah Summerhill ini (bagi Neill dan istrinya) yakni sekolah yang cocok untuk anak, bukan anak yang dicocokkan terhadap system sekolah.

Di Summerhill, seperti yang sudah saya kemukakan, membebaskan seluruh siswa-siswinya untuk bermain sepanjang hari. Tidak ada aturan seketat di sekolah biasa. Disini siswa-siswi berhak menentukan peraturan sekolah sesuai keinginan mereka. Ada sebuah kebiasaan di Summerhill, yakni mengadakan Rapat Umum untuk membahas segala sesuatu soal peraturan yang akan diterapkan dan menyidang atau membahas kesalah-kesalahan atau pelanggaran yang terdapat di Summerhil. Perlu diketahui, setiap Rapat Umum diadakan, semua siswa dan guru dan staff bahkan Neill yang merupakan pendiri Summerhill memiliki satu suara untuk menyatakan pendapatnya. Dan suara tersebut sama kedudukannya. Sehingga tidak ada otoriter disini. Hal ini dikarenakan Neill ingin menerapkan keberanian kepada diri anak. Sebab selama ini Neill merasa anak-anak tidak bahagia jika pergi ke sekolah disebabkan kebenciannya pada pelajaran juga kebencian pada guru (walau tidak bisa diungkapkan karena rasa takut mereka terhadap guru). Dan Neill ingin menghilangkan hal tsb, yakni menghilangkan rasa takut anak-anak terhadap guru atau orang dewasa lainnya. Hasil positifnya, mereka bisa hidup dalam masyarakat dengan kepercayaan diri yang wajar.

Banyak kebijakan di Summerhill yang cukup bertentangan dengan sekolah formal lain di luaran. Salah satunya ialah melakukan coeducation; yakni mencampurkan siswa dan siswi dalam berbagai hal termasuk tinggal dalam satu asrama. Keberanian Neill ini mendapat respon yang cukup bertentangan di Inggris. Sebab, seperti yang kita ketahui, menurut norma adat dan agama, laki-laki dan perempuan punya resiko berbahaya jika dicampur dalam satu tempat (asrama/kamar). Namun menurut Neill tidak seperti itu, melainkan jika koedukasi ini dilakukan akan menghilangkan segala rasa penasaran dan justru mengcounter kejadian yang tidak diinginkan seperti perzinahan bahkan perkosaan. Sebab dengan adanya koedukasi mereka akan melakukan pembelajaran dengan bentuk nyata. Tidak ada penasaran atau khayalan-khayalan kosong tentang laki-laki (bagi perempuan) dan tentang perempuan (bagi laki-laki). Salah satu fenomena terkait hal ini yang terjadi di Summerhill; ketika itu Summerhill memiliki dua orang siswa dan siswi pindahan. Yang siswa berasal dari sekolah khusus laki-laki yang sangat ketat dan disiplin. Dan yang siswi berasal dari sekolah khusus perempuan yang juga sangat ketat dan displin. Mereka berdua terlibat cinta dan selalu pergi berdua. Mereka pikir dengan pindahnya mereka dari sekolah formal dan masuk Summerhill, mereka bisa melakukan segala sesuatu yang mereka sukai, apalagi asrama di Summerhil dicampur antara laki-laki dan perempuan dengan tanpa pengawas asrama yang tinggal disana. Akhirnya suatu ketika Neill menghampiri mereka di suatu malam. Neill berkata pada mereka berdua untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan namun jika sampai si perempuan hamil, hal tsb akan mencoreng nama mereka berdua dan akan mencoreng nama Summerhill. Begitulah cara Neill memberi nasehat dan pengajaran meski tanpa harus ada aturan yang mengekang.

Selain itu di Summerhill bebas bermain sepanjang hari alias tidak mengikuti pelajaran sepanjang anak-anak mau. Seperti yang Neill katakan, masa kanak-kanak ialah masa permainan. Kita tidak boleh memaksa anak untuk belajar hanya karena kita khawatir terhadap masa depannya. Biarkan mereka mendapat hak bermain mereka di masa kecil, karena sesudah itu mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa yang normal dengan tanpa rasa penasaran ingin kembali menjadi anak kecil dan ingin merasakan masa bermain yang barangkali belum mereka dapatkan (masa kecil kurang bahagia). Neill bilang, coba pikirkan untuk apa kucing kecil bermain tali. Ialah sebagai latihan untuk mempersiapkan diri menangkap tikus di masa dewasanya. Dan untuk apa anak kecil bermain masak-masakan atau permainan lainnya yang jika kita lihat ialah bentuk fantasi dari kehidupan nyata, yakni untuk mempersiapkan mereka juga di masa dewasa nanti. Ada contoh nyata, yakni alumni Summerhill yang berhasil lolos ujian masuk perguruan tinggi dan bisa mengikuti kuliah di Universitas. Di Universitas, mereka melihat mahasiswa non-alumni Summerhill melakukan hal-hal yang bersifat anak kecil seperti berkelahi dan meributkan sesuatu yang tidak penting. Para alumni Summerhil berkomentar, kami tidak ingin melakukan hal kekanak-kanakkan tersebut karena kami sudah melakukannya ketika di Summerhill dulu.

Lalu bagaimana jika ada anak yang belum bisa baca atau malah jadi malas belajar, padahal mereka sudah memasuki usia lulus dari SMA. Hal ini biasanya timbul dari kesadaran siswa tersebut atau biasanya bagi siswa-siswa bermasalah diadakan les private bagi mereka yang mau dan butuh. Menurut Neill, suatu hal yang baik ketika mereka mau belajar dengan keinginan mereka sendiri tanpa dipaksak siapapun. Karena hasilnya pun juga akan lebih maksimal. Bagi Neill, pendidikan sukses ialah pendidikan yang mengerti dengan keinginan anak dan bisa bermanfaat bagi mereka di masa depan. Maksud berhasil dan bermanfaat bukan berarti mereka menjadi orang-orang besar namun bersikap kekanak-kanakkan dan melakukan hal-hal kurang baik serta tidak bahagia. Namun ialah menjadi orang dewasa yang baik dan memiliki pekerjaan yang sesuai dengan hati nurani dan merasa bahagia. Karena menjadi bahagia, itulah kunci sukses pendidikan anak menurut Neill.

Satu hal yang saya suka dari konsep Neill ialah Neill melarang untuk melakukan hukuman keras (terutama memukul) kepada anak. Karena ini akan mengakibatkan penyakin psikis yang berkepanjangan bagi si-anak di masa depan. Salah satu alasan Neill mengapa ia menerapkan system swakelola di Summerhill, ialah karena ia mendapatkan pendidikan keras yang menurutnya sangat menyakitkan di masa kecil. Ia juga memiliki pengalaman ketika jadi guru di sekolah yang memiliki aturan sangat ketat dan mengharuskannya memukul para siswa jika berbuat kesalahan. Menurut Neill, para guru sengaja menciptakan kesan DEWA bagi para siswanya sehingga timbul perasaan takut dan segan dan ngeri dan benci dari siswa pada gurunya. Dan hal inilah yang salah satunya ingin dihilangkan Neill.

Namun, terlepas dari segala pesona kebebasan yang diberlakukan di Summerhill School, saya tetap kurang setuju dengan sekolah yang memiliki system bebas aturan. Beberapa konsep Neill tentang sikap orang dewasa terhadap anak sangat benar dan saya setuju dengan hal tsb. Namun dengan bebasnya system, menjadi rancu dan membuat kebingungan sendiri bagi yang menerapkannya. Di buku tsb, saya menangkap kebingungan dari Neill ketika melaksanakan system ini ketika ia menemukan masalah-masalah yang di luar dugaannya. Katanya, tidak ada system yang sempurna (termasuk demokrasi) namun menurutnya inilah system yang tepat (setidaknya).

Namun, karena saya bukan praktisi pendidikan (baru sekedar mempelajari sedikit-sedikit) sehingga saya kurang bisa mencari konsep yang lebih tepat untuk pendidikan anak. Hmm, tapi Rasulullah pernah ngajarin tuh. Untuk referensi lihat buku ‘Menjadi ABG muslim’. Ada yang ingin coba analisa soal ini, juga soal Summerhill school? Saya sarankan untuk membaca bukunya dulu sampai habis agar mengetahui sendiri titik perkaranya.

Satu lagi kekurangan buku ini, yakni terjemahannya. Secara keseluruhan bagus, namun ada beberapa kata yang asing seperti ‘arkian’, ‘ahmak’, dll. Sepertinya kata-kata itu hanya ada di kamus besar Bahasa Indonesia.


PS: Thx untuk Fatimatul Fikriyah atas pinjaman bukunya.

Thursday, September 25, 2008

Menjadi Model Manusia Muslim Abad XXI


“Langkah yang pertama adalah memiliki kesadaran tentang tujuan hidup. Tujuan hidup adalah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut.

Kemana anda akan berjalan?

Kemana arah anda?

Ingin jadi apa anda sebenarnya?

Jika anda seorang mahasiswa, kadang-kadang kita termotivasi ketika mendengarkan pengarahan tentang cara berprestasi dan cara belajar yang baik. Anda termotivasi, tetapi setelah itu, lama kelamaan, motivasi itu hilang. Contoh lain, anda mendengarkan ceramah seorang ustadz tentang pentingnya tilawah Al-Qur’an atau qiyamul lail. Sepulang darisana, anda rajin tilawah dan qiyamul lail setiap malam. Namun, dua-tiga hari kemudian, anda “roboh”, tidak sanggup lagi melakukannya.

Mengapa hal itu dapat terjadi? Karena anda belum menjawab pertanyaan: ingin jadi apakah anda sebenarnya? Jika kita tidak menyadari tujuan hidup, kita tidak akan mengetahui cara mengarahkan tenaga jiwa menuju tujuan tersebut. Orang yang paling mudah gagal dalam hidup adalah orang yang tidak mempunyai tujuan hidup atau tidak tahu ingin menjadi apa sebenarnya. Jadi, kesadaran tentang tujuan hidup perlu dipupuk.”
(Model Manusia Muslim Abad XXI, Anis Matta, Progessio:2006)

Penggalan tulisan diatas ialah merupakan penggalan karya Anis Matta mengenai konsep diri yang dikemas dalam judul ‘Model Manusia Muslim Abad XXI’. Sudah cukup lama saya menginginkan buku ini. Karena saya pikir karya-karya Anis Matta sangat enak dibaca sehingga ilmu-ilmu yang dituangkan dari pikirannya cukup berasa manfaatnya bagi para pembacanya. Dan puji kepada Allah, pada bulan September 2008 ini saya berhasil mendapat buku tsb dengan tidak membeli langsung namun merupakan hadiah atas milad saya yang jatuh pada bulan yang sama.

Pada awalnya, saya mengira buku ini ialah berkonten mengenai sejarah nabi dan kenabiannya beserta para sahabatnya yang menjadi contoh model bagi para manusia di abad XXI. Namun ternyata tidak. Buku ini lebih kepada konsep diri dengan mengambil contoh kepada konsep hidup nabi dan para sahabatnya, meski tidak memaksa kita untuk benar-benar mengikuti peraturan dan tips yang ketat demi menjadi manusia yang sama seperti sahabat dan tabi’in. karena menurut Anis Matta, sesungguhnya syarat kesuksesan dalam hidup hanya kita yang mampu menentukan. Sebab hanya masing-masing diri yang benar-benar bisa menilai bagaimana dirinya sendiri. Sehingga sesungguhnya hal-hal yang dibutuhkan untuk sebuah kesuksesan diri, tidak ditentukan oleh orang lain, melainkan kita yang menentukan dengan menganalisa hal apa saja yang yang kita butuhkan untuk menggapai kesuksesan tersebut.

Coba baca ulang penggalan materi diatas tadi. Dan coba renungkan mendalam. Sungguh benar bukan apa yang diungkapkannya? Hal ini benar-benar merupakan realitas yang kita rasakan selama ini. Kita mencoba berubah dengan mengikuti anjuran-anjuran bagus yang dikemukakan baik oleh buku-buku motivasi atau tausiyah para asatidz. Namun ternyata kita masih sulit merubah diri, kita masih sulit menanamkan konsep diri yang benar terhadap diri kita. Mengapa? Coba check ulang penggalan tulisan Matta di atas sekali lagi. Ya, jawabannya ialah kita belum benar-benar memahami dan menentukan apa tujuan hidup kita sebenarnya. Meski kita semua tahu bahwa tujuan hidup kita ialah untuk Allah.

Saya jadi ingat rasa sedih akan renungan saya tentang niat. Saya merenungkan apa-apa yang sudah saya perbuat selama ini. Mungkin memang banyak hal baik dan bermanfaat bagi orang lain dan dakwah. Tapi sungguh, terkadang saya merasa amat kosong. Sebenarnya untuk apa saya melakukan hal ini? Apakah semua ini akan kembali dan dilihat Allah dengan penilaian yang baik? Ataukah hanya dilihat sebagai perbuatan riya yang akhirnya tidak ada kompensasi apapun bagi perbuatan baik saya itu. Ataukah itu hanya amalan kosong tanpa penilaian baik atau buruk karena tidak ada tujuan didalamnya? Dan saya merenung ulang, berpikir ulang: apakah saya sudah berniat sebelum berbuat tadi? Lalu kenapa kosong begini rasanya?

Mungkin itu ialah akibat dari tidak seriusnya saya berpikir dan mematrikan tujuan hidup saya. Benar apa yang dikatakan pak Sugeng, tukang sayur BBS, bahwa tujuan dalam hidup ini sebenarnya Cuma satu; mengharap ridho Allah. Kita melakukan sesuatu yang berbau dan berkenaan dengan dunia sesungguhnya ialah hanya untuk Allah. Itulah orang yang cerdas, melakukan segala sesuatu diniatkan dan selalu dihubungkan dengan sang pencipta. Karena sesungguhnya tanpa kita sadari sebenarnya selama ini kita tengah berjalan menuju (kembali) kepada Allah dengan segala perbuatan yang telah, sedang dan akan kita lakukan. Lihat QS. Al-insyiqaq: 6.

Maka penting untuk mengkonsep ulang diri kita saat ini, khususnya bagi diri mereka yang merasa selalu gagal dalam hidup ini. Yang jelas, menurut Anis Matta, masih dalam buku yang sama, bahwa orang yang sukses ialah orang yang memiliki kemauan kuat. Ia tak hanya memiliki otak cerdas atau impian yang luar biasa, namun kemauan untuk melakukannya. Itulah kunci. KEMAUAN. Juga disiplin yang tinggi. Selama ini saya merasakan, segala kegagalan dan kesempatan yang berlalu sia-sia dalam hidup saya ialah karena saya tidak punya komitmen akan displin yang tinggi. Padahal, selama ini saya mengerjakan sholat lima waktu, namun tetap saja saya belum paham akan banyak hikmah yang diberikan dari sholat tersebut. Bahwa salah satu hikmahnya ialah displin dan pengaturan waktu yang ketat. Coba pikirkan, untuk apa kita sholat shubuh? Salah satunya ialah untuk membiasakan kita bangun pagi dan membiasakan diri kita untuk menyetting segala sesuatu di awal episode, bukan di akhir.

Mungkin begini saja pemikiran sekaligus resensi yang bisa saya kemukakan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.