Showing posts with label resensi dan analisa bacaan. Show all posts
Showing posts with label resensi dan analisa bacaan. Show all posts

Monday, January 19, 2009

Memang Harus Cuma "5 cm"


Jika ada yang menyebut saya adalah orang awam dalam hal buku, sangat benarlah ia. Karena orang yang awam dalam dunia ke-buku-an ialah orang yang ketika ada testimony bagus tentang suatu buku, baru diburu dan dibacanya buku itu. dan itu adalah benar-benar saya. seperti yang terjadi dengan novel berjudul “5 cm” ini. Novel ini sudah ada sejak tahun 2005, dan saya pun sudah tahu sejak kelahirannya itu. saya sempat tergoda untuk membeli ketika itu, namun sayang saya berpikir “ah ga gitu penting.”

Tetapi sekarang, ketika ada sesuatu hal, dan ketika ada saran dari seorang teman demi sesuatu hal itu, akhirnya saya pun memburu novel yang ternyata sudah dicetak ulang sebanyak 10 kali dan sudah dilabeli ‘BEST SELLER’. Waduh, benar-benar orang awam. Tapi, meski awam, saya masih saja ingin mecoba menulis resensinya. Meski saya tau juga pasti sudah banyak orang yang menulis resensi dan ulasan ttg novel ini dan sudah banyak blog pula yang memuatnya.

Sebelumnya, saya ingin mengungkapkan kesan mengenai cara penulisan dan pengungkapan sang penulis dalam novel ini. Wuah benar-benar APA ADANYA jika tidak mau disebut agak vulgar. Yah, yang namanya novel metropolis pasti kebanyakan seperti ini. Saya jadi berpikir, ternyata naskah yang ditulis APA ADANYA dan bahkan cenderung BEREKSPRESI itu cukup diterima di kalangan penerbit dan cukup laku juga. Seperti dua buku yang sudah ditulis oleh teman sekelas saya di kampus, Nuril Basri, yang masing-masing berjudul BIJI KAKA (Bagai Jablay Kena Kamtib) dan BANCI KALAP. Dua buku itu, meski tidak best seller, naskahnya termasuk naskah yang APA ADANYA. Dan beruntung saya termasuk orang yang tidak terlalu mempermasalahkan tatanan APA ADANYA itu, meski sesekali risih juga. Tapi untuk “5 cm” ini tatanan APA ADANYA itu membungkus ke-intektual-an pesan yang disampaikan. Sehingga bagi orang yang tidak suka digurui, boleh jadi tersentuh dengan nilai-nilai intelek yang ditawarkan novel ini.

“5 cm”, pertama kali saya baca judulnya dengan sambil sekilas mendengar testimony orang lain, lantas saya membayangkan bahwa “5 cm” mengacu kepada kedekatan sahabat yang saking dekatnya maka jaraknya seperti 5 cm. Sempat juga saya membayangkan bahwa “5 cm” mengacu momen kecelakaan pendakian yang mungkin saja terjadi pada tokoh yang ada di novel itu. Dan ternyata, semua dugaan saya itu SALAH. Hehe. Ternyata “5 cm” itu ialah kesimpulan dari pesan yang ingin disampaikan novel ini. “5 cm” adalah jarak keyakinan tentang impian yang telah kita gantungkan di hati kita, di kening kita. “5 cm” adalah jarak yang harus diyakini bahwa kita pasti bisa meraih segala impian itu!!


“…Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Dan… sehabis itu yang kamu perlu… Cuma…”
“Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas.”
“Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja….”
“Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya….”
“Serta mulut yang akan selalu berdoa….”
(Donny Dhirgantoro: 362-363)


Ya, inti dari novel ini ialah soal keyakinan kita untuk menggapai impian kita. Memang ada tema lain yang membungkus. Seperti indahnya persahabatan, cinta, filsafat, psikologi, dan bahkan tentang keyakinan akan adanya Tuhan. Inti dari tema besar novel ini memang dibawakan secara kocak, vulgar, dan agak nyeleneh meski ada yang serius juga oleh 5 tokoh novel ini yang digambarkan memiliki persahabatan yang cukup erat sejak SMA. Mereka adalah Genta, Arial, Riani (satu-satunya perempuan di kelompok ini), Zafran dan Ian.

Sumber:
Dhirgantoro, Donny. 5 cm. Jakarta: PT Grasindo, 2005.

PS.
Artikel ini ditulis ketika pikiran sedang penuh dan sakit akibat kepenatan akan LPJ humas kammi uin jkt 08-09 yang tengah saya kerjakan. Juga pikiran yang meronta-ronta karena isinya ingin ditumpahkan dalam tulisan-tulisan yang nantinya akan berjudul ‘DONA NOBIS PACEM’ dan tentang Indonesia yang sampe saat ini belum saya tulis juga. Juga pikiran yang merasa sedih dan bingung gara-gara s-k-r-i-p-s-i. memang benar, saya pun mengakui, bahwa membaca dan menulis adalah pelarian paling cerdas dan intelek ketika kita mengalami kepenatan.

Buat geng adab 04:
SEMANGAT! Mimpi itu kunci kita ke gerbang dunia yang kita inginkan.

Wednesday, January 14, 2009

Sebelum Anda Mengambil Keputusan Besar Itu


Tau judul buku diatas? Judul buku diatas ialah karya Anis Matta, LC yang akan saya ulas kali ini. Buku ini termasuk buku yang tidak baru dan kabarnya tidak diterbitkan lagi (padahal banyak yang nyari, saya saja pinjam buku versi palsunya (hasil potokopian) dari teman). Temanya menarik, tentang PERNIKAHAN, meski tidak best seller dan sepopuler buku pernikahan karya Faudhil Azhim.

Menikah, meski memang menyempurnakan setengah agama, namun tidak mudah menuju ke gerbang tersebut. Bagi saya menikah adalah salah satu momen penting (selain terlahir ke muka bumi dan ketika sekarat menjelang mati) yang dilalui setiap manusia di dunia ini. Menikah tidak hanya butuh kata-kata “Ya, saya siap ustadz/ustadzah.” Namun butuh juga pemikiran ke depan. Bagaimana kesiapan kita secara utuh dan ‘proker-proker’ apa yang akan dilaksanakan ketika kita resmi menjabat dalam sebuah organisasi yang bernama ‘RUMAH TANGGA’. Baik, saya langsung mulai ulasannya.

Buku dengan 76 halaman ini berisi dua bagian. Yang pertama mengenai persiapan menuju pernikahan. Bagian pertama ini berisi 5 bab, yakni tentang kesiapan pemikiran, kesiapan psikologis, kesiapan fisik, kesiapan financial dan Tanya jawab seputar persiapan menuju pernikahan. Bagian kedua berbicara mengenai mahligai rumah tangga islami dengan dua bab yakni meraih kebahagiaan dan menjalin keharmonisan. Namun yang akan saya ulas cukup bagian pertama saja. Karena saya sendiri pun masih belajar dalam mempersiapkan diri menuju gerbang pernikahan.

Seluruh persiapan yang dikemukakan ini ialah persiapan fundamental yang harus disediakan para pemuda sebelum menikah. Jangan kira hanya dengan kata-kata ‘iya’ dan diikuti tindakan ‘pencarian objek yg akan dinikahi’ lalu ditambah ‘semangat’ sudah cukup. Tidak, itu belum cukup. Masih butuh hal yang lebih dasar. Yakni bagaimana kita mengenal pribadi kita. Karena jika kita sudah memahami pribadi kita dengan baik, tentunya kita pun akan memahami pribadi orang lain dengan baik pula. Lalu bagaimana dengan pemikiran kita, apakah sudah baik. Maksudnya, diperjelas apa yang menjadi visi dan misi kita hidup di dunia ini. Semua itu harus matang. Matta menjelaskan kita harus punya kematangan visi keislaman, kematangan visi kepribadian, dan kematangan visi pekerjaan.

Contoh matangnya kepribadian atau konsep diri ialah ketika kita mencari calon pasangan. Kebanyakan orang mencari calon pasangan yang ideal. Padahal yang benar ialah pasangan yang TEPAT bukan IDEAL. Banyak orang yang sudah membuat daftar yang harus dimiliki calon pasangannya sedangkan ia sendiri tidak berkaca dulu siapa dirinya. padahal orang hebat tidak selalu berpasangan dengan orang hebat. Tidak semua lelaki tampan berpasangan dengan perempuan cantik.

“Sekali lagi, orang hebat tidak membutuhkan orang hebat. Konsep diri yang jelas membuat kita mengerti siapa yang kita butuhkan. Bukan istri atau suami yang unggul. Tapi istri atau suami yang tepat. Mungkin dari segi criteria, juga segi fisik. Tidak semua laki-laki yang tampan mengharapkan wanita cantik, atau sebaliknya. Pada kasus tertentu pernah ada seorang suami yang tampan. Ia tumbuh dalam keluarga yang sanagat tidak menghargai ketampanan. Ia biasa dilecehkan, sehingga cenderung membutuhkan orang yang tidak setingkat dengannya. ia membutuhkan orang yang lebih rendah levelnya. Unutk apa? Untuk memuaskan kebutuhannya terhadap penghargaan. Dengan dihargai ia akan memberikan segalanya pada anda. Demikian juga wanita.” (Matta, 2003: 12)

Lalu kesiapan psikologis. “kesiapan psikologi yang saya maksud ialah kematangan tertentu secara psikis untuk menghadapi berbagai tantangan besar dalam hidup. Untuk menghadapi berbagai tantangan besar dalam hidup. Untuk menghadapi tanggung jawab, untuk menghadapi masa-masa kemandirian.” (Matta, 2003: 17)

Jadi, kita harus SIAP. kita pun harus memiliki pandangan visioner kedepan. Bagaimana rumah tangga kita nantinya. Kita ini calon bapak yang akan bekerja memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kita ini calon ibu yang akan kerepotan mengurusi suami-anak-rumah setiap harinya. Perlu diketahui, “situasi jiwa antara sebelum dan sesudah menikah akan berbeda secara sangat mencolok. Sejumlah kebebasan anda otomatis akan dibatasi. Anda tidak lagi memiliki waktu sebanyak seperti pada saat anda masih lajang.” (Matta, 2003: 17)

Lalu kesiapan fisik dan financial. Soal fisik, masing-masing calon pasangan disarankan untuk mengechek kesehatan pribadi. Apakah ada sakit dan penyakit bawaan atau keturunan atau bahkan kronis. Apakah ada cacat fisik yang dimiliki.

“Ukuran fisik harus dipertimbangkan dengan baik. Saya mengusulkan, ketika anda sudah memilih calon, pada saat proses perkenalan, usahakan untuk mengetahui juga masalah fisiknya. Lalu kalau bisa, bukan hanya fisik si calon, tapi juga keturunannya. Kesehatan umum pada keluarganya. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan, karena menyangkut bukan hanya masalah kita. Ini memang hal yang sanagat perlu untuk dipertimbangkan.” (Matta, 2003: 23)

Dan kesiapan financial. Banyak orang bilang bahwa, “bagi yang baru menikah jangan khawatir akan rizki. Karena itu Allah yang mengatur.” Ya, kita pasti sangat percaya dengan itu. “Tetapi juga harus kita ketahui, bagaimana cara Allah membuat orang kaya. Prosedur itu manusiawi. Walaupun ada ayang tidak manusiawi. Allah mengatakan, waman yattaqillaha yajal lahu makhraja, barang siapa yang bertakwa kepada Allah, Ia akan memberikan jalan dari arah yang tidak disangka-sangka. Tapi sebagian besarnya kerja-kerja manusiawi. Langit tidak akan menurunkan emas, seperti yang dikatakan oleh Umar bin Khatab. Masalah financial perlu dipertimbangkan sebelumnya.” (Matta, 2003: 28-29)

Namun begitu juga, jangan terlalu mementingkan masalah financial. Suami sering berpikir, “yang penting gue cari uang dan keluarga tercukupi.” Ingat unsur harmonis dan romantis juga diperlukan. “Saya mengetahui banyak wanita menuntut perceraian dari suaminya. Bukan karena suami tidak baik atau tidak memenuhi kewajiban. Suami sangat baik. Hanya satu masalah. Dia tidak pernah mengatakan, ‘Aku cinta kepadamu’. Saya juga sering mendengar, banyak wanita yang minta cerai, karena suami tidak bisa memberikan nafkah.” (Matta, 2003: 30)

Begitulah sedikit ulasan dan resensi yang saya buat. Semoga sedikit banyaknya bermanfaat.

Sumber:
Matta, Anis. Sebelum Anda Mengambil Keputusan Besar Itu. Bandung: Syamil Cipta Media, 2003.

Saturday, December 20, 2008

Mengingat sejarah penaklukkan Baitul Maqdis di zaman Khalifah Umar bin Khatab Al-Faruq


Desember ini merupakan bulan hari jadi intifadha yang ke-21, sekaligus milad HAMAS yang terjadi pada bulan dan tahun yang sama. Ketika itu rakyat Palestina sudah sekian tahun berada dibawah tekanan penjajah Israel sehingga merasa perlu dan bahkan harus memberontak, membebaskan negeri suci itu dari kezhaliman yang belum berakhir.

Ah, memang berbeda cara Islam menaklukkan negeri dengan non-Islam. Kebanyakan dan bahkan semua penakluk non-Islam menaklukkan negeri jajahan dengan cara yang tidak manusiawi. Segala sesuatu yang ada dalam negeri taklukkannya dirusak. Penduduknya dibinasakan, tidak peduli apakah itu wanita, orang tua dan anak-anak. Hal ini terjadi dimanapun dan di setiap pekan waktu sejarah (maksudnya dari dulu sampai sekarang gituuuuhh).

Sedangkan Islam berbeda. Rasulullah mengajarkan kepada para shahabatnya untuk memelihara tawanan dengan baik. Bahkan makanan yang diberikan tawanan pun lebih baik daripada yang menawan. Rasulullah mengajarkan cara perang dan penklukkan suatu Negara dengan cara yang baik pula. Tidak diperbolehkan untuk membuhuh orang tua, wanita dan anak-anak. Juga tidak diperbolehkan menghancurkan rumah-rumah ibadat di suatu negeri. Maka tidak heran, jika seperti itulah cara ummat Islam berperang, santun dan damai. Seperti sejarah yang ingin saya ceritakan ulang dibawah ini. Mungkin teman-teman sudah mengetahui, namun alangkah baiknya jika bersama kita ingat bagaimana Baitul Maqdis, kota suci di Palestina, ditaklukkan dibawah panglima Abu Ubaidah Ibnul Jarrah itu.

---diambil dari buku “Toleransi Kaum Muslimin dan Sikap Musuh-musuhnya” karya Yunus Ali Al-Muhdhar. Hal 47-49. Terbitan PT Bungkul Indah Surabaya. 1994. Harga Rp.3000, beli di toko Walisongo Kwitang zaman zebot---

….
Ketika kaum Muslimin mengadakan pengepungan terhadap kota Baitul Maqdis selama 4 bulan, penduduk kota itu rela untuk mengadakan perdamaian dengan kaum Muslimin dan mereka bersedia mengadakan perdamaian dengan kaum Muslimin dan mereka bersedia menyerahkan kota suci itu dengan syarat kaum Muslimin harus mendatangkan Khalifah Umar bin Al-Khatab untuk menerima kota suci itu. Penguasa Nasrani kota itu adalah bernama pnedeta Kopernikus. Beliau mau menyerahkan kota suci itu dengan syarat Umar sendiri yang harus hadir untuk menerima penyerahannya. Untuk memenuhi kehendak rakyat Baitul Maqdis itu panglima yang ketika itu Abu Ubaidah Ibnul Jarrah menulis surat kepada Umar dan meminta kehadirannya untuk menerima penyerahan kota itu.

Permintaan itu diterima oleh Umar dengan senang hati. Kemudian beliau dengan ditemani seorang budaknya datang dengan mengendarai seekor unta bergantian dengan budaknya. Kehadiran Umar secara sederhana itu membuat takjub hati rakyat Baitul Maqdis. Mereka hampir tidak percaya ketika melihat pribadi Umar menuntun unta yang ditunggangi oleh budaknya memasuki kta suci itu.mereka kira bahwa dalam kebesaran Umar itu akan ditandai pula dengan kebesaran dalam pengawalannya dan sebagainya.

Umar memasuki kota itu dengan penuh tawadhu kepada Allah yang telah membukakan kota suci itu kepada kaum Muslimin dengan secara damai.

Beliau masuk kota suci itu dengan didampingi oleh pendeta Kopernikus. Dalam kesempatan itu beliau masuk Masjidil Aqsha dan bershalat di dalamnya. Setelah itu beliau mengadakan peninjauan ke berbagai daerah kota suci itu dan menyuruh kepada semua gubernurnya untuk berlaku baik terhadap penduduk kota suci itu karena mereka berhak untuk mendapatkan penghormatan lebih dari penduduk kota lainnya. Dan dalam kesempatan itu pula beliau mengumumkan pemberian perlindungan dan keamanan bagi jiwa mereka, harta benda, maupun rumah peribadatan penduduk. Dan melarang kaum Muslimin utnuk mendirikan masjid diatas tempat peribadatan kaum Nasrani (dilarang merusak gereja untuk mendirikan diatasnya masjid Islam).* Lihat: Hadharatul Arab, hal 135

Dalam kitab Futuhul Buldan juga disebutkan kisah perjalanan Umar ke Baitul Maqdis, dimana Umar melewati desa Jabiah dekat kota Damaskus, beliau meliha sekelompok orang yang menderita sakit kusta. Mereka dipencilkan oleh penduduk setempat di atas suatu bukit, karena mereka amat berbahay sekali bagi kesehatan penduduk kota itu. Keadaan mereka amat sengsara sekali,s ehingga hal ini menggerakkan hati Umar untuk mengumpulkan semua gubernurnya di kota Damaskus. Setelah mereka semuanya hadir di hadapan Umar bin Al Khatab, beliau berkata: Demi Allah aku tak akan meninggalkan kota ini sebelum kamu sekalian mengirim kepada mereka makanan, dan mencatat nama mereka dalam catatan orang yang patut dibantu setiap bulannya. ** Kitab Futuhl Buldan, hal. 166.

Dalam hal ini perlu kita tanyakan dalam diri kita sendiri, apakah sebabnya pendeta Kopernikus ketika akan menyerahkan kota suci Baitul Maqdis mensyaratkan kehadiran Umar sendiri ke kota suci itu, padahal sepanjang sejarah untuk menyerahkan suatu kota sukup ditangani oleh Panglima perang yang dapat menaklukkan kota-kota itu.
Disini tampak sekai kecerdikan pendeta Kopernikus yang agung itu. Diamana sebenarnya beliau sangat butuh sekali akan perlindungan bagi daerah kekuasaannya. Beliau telah mendengarkan keadilan dan ketoleransian Umar terhadap rakyat daerah-daerah yang telah ditaklukkan oleh kaum Muslimin. Karena itu beliau menggunakan kecerdikannya untuk mengundang pribadi Umar sendiri untuk menangani penyerahan kota suci tersebut dengan harapan agar Umar sendiri yang menjamin keamanan dan perlindungan bagi kota suci itu. Harapan pendeta tersebut berhasil dan penduduk kota suci itu disamping diberikan perlindungan sebagaimana wajarnya, mereka juga diberikan keistimewaan-keistimewaan khusus, karena mereka termasuk penduduk kota suci.

Tuesday, November 18, 2008

A Novel to Kill


Pernah tahu sebab mengapa John Lennon dibunuh oleh penggemar setia-nya sendiri, Mark David Chapman? Pernah bertanya kenapa? Pasti terlintas jawaban sekilas bahwa itu karena si-David Chapman adalah orang yang memiliki penyakit kejiwaan sehingga idola yang sangat dikaguminya dibunuh oleh tangannya sendiri. Ya jawaban itu benar. Tapi pernah tau-kah benda apa yang disebut-sebut menginspirasi David Chapman tersebut? Jawabannya cukup mengerikan: Sebuah Novel Berjudul THE CATCHER IN THE RYE karya J.D Salinger.

Ya, novel itu. Benarkah novel tersebut berisi ajaran atau cara-cara atau hal-hal yang menginspirasi seseorang untuk membunuh orang lain? jawabannya: tergantung pada tiap-tiap orang yang membaca novel tsb. Kenapa?

Karena setelah membaca novel tsb, saya pribadi tidak menemukan hal-hal atau jalan cerita menuju ide pembunuhan dan inspirasi untuk menghabisi nyawa manusia lainnya. Novel yang diterbitkan sekitar tahun 50-an itu sebenarnya tidak begitu menarik dari segi performance (dilihat dari cover dan tulisan isi novel-nya). Apalagi saya mendapat novel tsb dengan cara mem-fotokopi sehingga hasilnya tidak begitu jelas dan makin tidak menariklah novel tsb bagi saya. namun karena tuntutan tugas kuliah, maka akhirnya saya baca juga novel itu.

Oke, bahasa yang enak dan mudah dimengerti membuat saya mulai tertarik membaca dengan sistem SKS alias sistem kebut seminggu. Karena sekali lagi, itu tuntutan tugas kuliah yang ketika itu kami diminta membaca dan menganalisa novel tersebut oleh dosen sastra kami. Lalu akhirnya saya makin tertarik ketika saya mencoba mencari ringkasan dan sekilas analisa novel tsb lewat internet. Ketika itu saya menemukan kasus menarik bahwa THE CATHER IN THE RYE inilah yang mengisnpirasi David Chapman membunuh John Lenon.

Dan Oke (lagi), saya mencoba lebih serius membaca novel tsb. Tujuannya selain karena tugas, namun lebih kepada rasa penasaran mengenai isi novel tsb. Sekali lagi, disana tidak ada ajaran ttg bagaimana cara membunuh orang. Novel ini bercerita mengenai ke-stabilan seorang remaja berusia 17 tahun yang bernama Holden Caulfield. Dia dikenal sebagai siswa yang sering pindah sekolah (empat kali) karena berbagai kasus, mulai dari pindah sendiri karena tidak betah sampai dikeluarkan karena nilai akademiknya yang jelek. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya, namun sayangnya ia tidak langsung pulang dan malah mengembara sesuka hatinya. Sebab ia berpikir bagaimana harus menghadapi keluarganya yang belum mengetahui kabar ia keluar dari sekolah.

Meski dalam novel ini memang tiada ajaran bunuh membunuh, namun bahasa yang digunakan cukup kasar. Mungkin bagi orang Indonesia seperti kita kata-kata seperti ‘goddam’, ‘moron’, ‘bastard’, dan kata bahasa Inggris kasar lainnya tidak terlalu terasa jelek dan kasarnya. Namun bagi orang Amerika dan Inggris juga orang yang beribukan bahasa Inggris lainnya kata-kata seperti ini merupakan kata-kata tidak senonoh yang langsung terasa efek ketidaksopanannya.

Dan jika teman-teman membaca novel ini, akan terasa sekali bahwa sosok karakter utamanya sangat gamang. Kita sebagai pembaca pun ikut merasa bingung dan tidak tentu arah. Cukup terasa kegamangan dan kefuturannya. Ditambah jika pembaca ialah orang yang gamang dan labil pula dalam hal kejiwaan seperti Mark David Chapman tadi. Hmm, cukup menginspirasi untuk berbuat hal yang tidak masuk akal. Sebab ada artikel pula yang menyatakan bahwa salah satu tujuan Chapman membunuh Lenon ialah untuk melanjutkan dan membuat bab terakhir novel yang ditulis oleh J.D Sallinger tsb. Hmm, cukup mengerikan.

Thursday, October 23, 2008

Albom—Jurian—Hirata



Tiga nama penulis diatas (sebagai judul) ialah tiga orang yang saya baca karyanya bulan ini. Untuk nama dua penulis pertama, saya baca bukunya langsung dan satu nama terakhir saya baca bukunya lewat karya yang sudah diterjemahkan dalam film.

Mitch Albom dengan TUESDAYS WITH MORRIE
====================================

Buku terjemahan yang kabarnya sudah menjadi international best seller ini memang sangat impressive. Mengisahkan tentang seorang dosen di sebuah universitas di salah satu Negara bagian di USA bernama Morrie yang mengajar sosiologi. Ia merupakan dosen yang menarik ketika memberi pelajaran dan hikmah dan pengalaman hidup. Selalu ada hikmah mendalam yang disampaikan ketika mengajar. Mitch Albom, seorang mahasiswa dan juga sahabat terbaiknya mencoba menulis buku ini stelah kematiannya. Sebab buku ini merupakan hasil diskusi di setiap selasa beberapa bulan sebelum kematiannya.

Morrie memang terkena penyakit yang sulit disembuhkan dan belum ditemukan obatnya ketika itu; yakni penyakit yang menyerang syaraf sehingga kerja seluruh syaraf tubuh melambat dan mati. Penyakit ini memang mematikan si penderita perlahan-lahan. Sungguh penyesalan bagi Alboms untuk mengetahui keadaan dosennya itu setelah ia menderita sakit. Ketika itu Alboms memang sudah lama tidak mengunjungi sang guru besar tersebut dan memilih untuk berkarir sebagai penulis kolom olahraga terkenal (padahal ia telah berjanji untuk mengunjungi gurunya tsb). Dan ketika itu pula pada suatu hari tanpa sengaja ia menonton acara talk show televisi yang menampilkan Morrie sebagai narasumber sedang ia tengah dalam keadaan sakit. Dan sejak itu ia mulai mengunjungi Morrie dengan rutin yakni setiap selasa. Ia menganggapnya ini ialah kuliah terakhirnya dan banyak hal yang dibicarakan setiap kali ia bertemu dengan Morrie. Bukan pelajaran yang membutuhkan catatan banyak dan ulangan yang serius dalam kertas, namun ini ialah pelajaran mengenai kehidupan.

Jurie G Jurian dengan OPIK SOK COOL NIH!
==================================

Berikut ini ialah merupakan novel lucu yang tidak begitu tebal. Gaya cerita dan tulisannya cukup mengalir dan enak dibaca. Pesan yang disampaikan juga sampai khususnya jika dibaca oleh orang-orang yang tidak terlalu suka membaca bacaan dengan topik berat.

Bercerita tentang seorang mahasiswa ‘culun’ bernama Opik, kuliah di jurusan Teknik Sipil di sebuah universitas terkenal di Bandung. Opik adalah seorang yang mengaku berasal dari kampung dan tidak pernah ke kota besar sebelumnya (bahkan ngakunya tidak akan pergi ke Bandung kalau bukan karena kuliah). Ia disukai oleh seorang gadis cantik bernama Bella. Bella ialah anak seorang diplomat. Ia besar dan pernah bersekolah di Inggris dan Prancis. Namun Opik tampak tidak peduli dengan Bella. Ia merasa ia hanyalah orang yang sangat biasa dan tidak cukup baik bagi Bella. Namun sebenarnya ia kurang menyukai Bella yang senang berpenampilan dengan pakaian ketat dan terbuka. Opik memang aktivis masjid selain menjadi aktivis BEM.

Namun kisah menjadi berubah ketika liburan tiba. Bella bersama pacar dari sahabat Opik berencana mengikuti pengajian dan pesantren kilat selama liburan bagi mahasiswa di sebuah pesantren yang ternyata merupakan kampung halaman Opik. Dan ternyata, Opik pun diketahui masih termasuk dalam jajaran keluarga pesantren tsb. Ia juga ikut Bantu-bantu mengajar ngaji disana. Bella lantas kaget dan takjub ketika mengetahui hal tersebut. Ia pun makin merasa respek pada Opik, sehingga ia menjadi malu sekali ketika bertemu dengan Opik lantaran kepintaran dan kerendahan hati Opik selama ini.

Ada banyak topik yang dibahas Jurie disini. Namun Jurie berhasil memadukan topik tersebut sehingga tidak berbenturan dan pesan yang disampaikan cukup tepat tujuan. Topik tersebut antara lain mengenai cinta, batasan-batasan aurat, sampai masalah terorisme. Namun yang saya sayangkan kenapa judulnya kok sederhana sekali, Cuma ‘OPIK SOK COOL NIH!’. Padahal jika mau bersusah payah untuk memikirkan judul sebentar saja, pasti akan dapat judul yang lebih baik. Karena buat saya judulnya Cuma kurang tepat. Atau mungkin judul ini untuk menarik pembaca. Ah, tapi tidak juga. Lalu apa ya judul yang tepat? =)

Andrea Hirata with LASKAR PELANGI
==============================

Penulis dan judul buku dan film diatas sudah terkenal dan sangat fenomenal di Indonesia. Semua sudah tahu dengan hal yang satu ini. Namun kurang lengkap rasanya jika saya tidak menyebut nama Mira Lesmana dan Riri Riza jika mau membahas filmnya. Karena memang, saya belum pernah membaca novelnya. Alasannya MALAS. Merupakan alasan bodoh bagi seseorang yang mengaku mahasiswa seperti saya.

Lanjut dengan Laskar Pelangi. Memang benar kata seorang teman, Zamal Firdaus, mengenai film ini dan berkaitan dengan novel aslinya. Yang penting bukan orisinal bahwa film harus dengan sesuai novelnya, namun lihat pesan yang disampaikannya. Karena saya pikir (setelah melihat beberapa film yang diadaptasi dari novel; Da Vinci Code & Ayat-Ayat Cinta) akan menjadi sangat jelek jika film tidak sesuai betul dengan novelnya. Namun Laskar Pelangi lain (atau mungkin karena saya belum baca novelnya?). meski berbeda dengan novelnya, kata orang-orang yang sudah membaca novelnya dan bahkan kata Andrea Hirata sendiri, filmnya lebih bagus dan ekspresif. Kita mampu tertawa dan menangis karenanya. Melihat hikmah yang disampaikan tokoh-tokohnya juga melihat kepolosan dari ke-sepuluh tokoh ciliknya. Semua menjadi inspirasi!

“Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya dan bukan menerima sebanyak-banyaknya.” Itu kata Pak Harfan.

Benar-benar film yang amat bagus di tengah kegersangan dunia industri hiburan saat ini.



PS: special thx to Ulfatun Ni’mah (untuk pinjaman buku TUESDAYS WITH MORRIE), Saiful Bahri (untuk pinjaman OPIK SOK COOL NIH!) dan Zamal Firdaus (untuk diskusi singkat mengenai film Laskar Pelangi).
======
sumber gambar film laskar pelangi: http://laskarpelangithemovie.blogspot.com/
======

Thursday, October 2, 2008

Pendidikan Bebas, seperti apa?


Sebuah buku menarik ketika saya berhasil meminjam buku berjudul ‘Summerhill School: Pendidikan Alternatif Yang Membebaskan’ karya A.S Neill. A.S Neill terbitan Serambi tahun 2007 ialah seorang praktisi pendidikan yang tidak pernah mengaplikasikan ilmu pendidikan, ia selalu menulis artikel yang bisa dibilang nyeleneh bagi dunia pendidikan. Ia malah lebih menyukai mengaplikasikan ilmu-ilmu psikologi yang ketika itu sedang berkembang, khususnya Psikoanalisa temuan Sigmund Freud yang memang tengah dalam masa kejayaan di abad 20.

Summerhill didirikan oleh Neill pada 1921 di Jerman dan kemudian pindah ke Inggris. Sekolah ini merupakan sekolah berasrama dengan jenjang pendidikan TK sampai SMA. Sekolah ini memiliki system sangat berbeda dari sekolah biasa yang menurut Neill sangat mengekang anak dan mengadopsi konsep militer; yakni SWAKELOLA alias kelola sendiri. Maksudnya ialah sekolah ini membebaskan seluruh siswa-siswinya untuk melakukan apa saja (termasuk tidak mengikuti pelajaran) asalkan tidak mengganggu orang lain. karena menurut Neill, masa kanak-kanak ialah masa permainan. Jika ia dikekang akan menghambat dan menjadi sebuah gangguan yang akan tertanam di dalam diri si-anak di masa depan. Yang harus diperhatikan ketika mendirikan sekolah Summerhill ini (bagi Neill dan istrinya) yakni sekolah yang cocok untuk anak, bukan anak yang dicocokkan terhadap system sekolah.

Di Summerhill, seperti yang sudah saya kemukakan, membebaskan seluruh siswa-siswinya untuk bermain sepanjang hari. Tidak ada aturan seketat di sekolah biasa. Disini siswa-siswi berhak menentukan peraturan sekolah sesuai keinginan mereka. Ada sebuah kebiasaan di Summerhill, yakni mengadakan Rapat Umum untuk membahas segala sesuatu soal peraturan yang akan diterapkan dan menyidang atau membahas kesalah-kesalahan atau pelanggaran yang terdapat di Summerhil. Perlu diketahui, setiap Rapat Umum diadakan, semua siswa dan guru dan staff bahkan Neill yang merupakan pendiri Summerhill memiliki satu suara untuk menyatakan pendapatnya. Dan suara tersebut sama kedudukannya. Sehingga tidak ada otoriter disini. Hal ini dikarenakan Neill ingin menerapkan keberanian kepada diri anak. Sebab selama ini Neill merasa anak-anak tidak bahagia jika pergi ke sekolah disebabkan kebenciannya pada pelajaran juga kebencian pada guru (walau tidak bisa diungkapkan karena rasa takut mereka terhadap guru). Dan Neill ingin menghilangkan hal tsb, yakni menghilangkan rasa takut anak-anak terhadap guru atau orang dewasa lainnya. Hasil positifnya, mereka bisa hidup dalam masyarakat dengan kepercayaan diri yang wajar.

Banyak kebijakan di Summerhill yang cukup bertentangan dengan sekolah formal lain di luaran. Salah satunya ialah melakukan coeducation; yakni mencampurkan siswa dan siswi dalam berbagai hal termasuk tinggal dalam satu asrama. Keberanian Neill ini mendapat respon yang cukup bertentangan di Inggris. Sebab, seperti yang kita ketahui, menurut norma adat dan agama, laki-laki dan perempuan punya resiko berbahaya jika dicampur dalam satu tempat (asrama/kamar). Namun menurut Neill tidak seperti itu, melainkan jika koedukasi ini dilakukan akan menghilangkan segala rasa penasaran dan justru mengcounter kejadian yang tidak diinginkan seperti perzinahan bahkan perkosaan. Sebab dengan adanya koedukasi mereka akan melakukan pembelajaran dengan bentuk nyata. Tidak ada penasaran atau khayalan-khayalan kosong tentang laki-laki (bagi perempuan) dan tentang perempuan (bagi laki-laki). Salah satu fenomena terkait hal ini yang terjadi di Summerhill; ketika itu Summerhill memiliki dua orang siswa dan siswi pindahan. Yang siswa berasal dari sekolah khusus laki-laki yang sangat ketat dan disiplin. Dan yang siswi berasal dari sekolah khusus perempuan yang juga sangat ketat dan displin. Mereka berdua terlibat cinta dan selalu pergi berdua. Mereka pikir dengan pindahnya mereka dari sekolah formal dan masuk Summerhill, mereka bisa melakukan segala sesuatu yang mereka sukai, apalagi asrama di Summerhil dicampur antara laki-laki dan perempuan dengan tanpa pengawas asrama yang tinggal disana. Akhirnya suatu ketika Neill menghampiri mereka di suatu malam. Neill berkata pada mereka berdua untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan namun jika sampai si perempuan hamil, hal tsb akan mencoreng nama mereka berdua dan akan mencoreng nama Summerhill. Begitulah cara Neill memberi nasehat dan pengajaran meski tanpa harus ada aturan yang mengekang.

Selain itu di Summerhill bebas bermain sepanjang hari alias tidak mengikuti pelajaran sepanjang anak-anak mau. Seperti yang Neill katakan, masa kanak-kanak ialah masa permainan. Kita tidak boleh memaksa anak untuk belajar hanya karena kita khawatir terhadap masa depannya. Biarkan mereka mendapat hak bermain mereka di masa kecil, karena sesudah itu mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa yang normal dengan tanpa rasa penasaran ingin kembali menjadi anak kecil dan ingin merasakan masa bermain yang barangkali belum mereka dapatkan (masa kecil kurang bahagia). Neill bilang, coba pikirkan untuk apa kucing kecil bermain tali. Ialah sebagai latihan untuk mempersiapkan diri menangkap tikus di masa dewasanya. Dan untuk apa anak kecil bermain masak-masakan atau permainan lainnya yang jika kita lihat ialah bentuk fantasi dari kehidupan nyata, yakni untuk mempersiapkan mereka juga di masa dewasa nanti. Ada contoh nyata, yakni alumni Summerhill yang berhasil lolos ujian masuk perguruan tinggi dan bisa mengikuti kuliah di Universitas. Di Universitas, mereka melihat mahasiswa non-alumni Summerhill melakukan hal-hal yang bersifat anak kecil seperti berkelahi dan meributkan sesuatu yang tidak penting. Para alumni Summerhil berkomentar, kami tidak ingin melakukan hal kekanak-kanakkan tersebut karena kami sudah melakukannya ketika di Summerhill dulu.

Lalu bagaimana jika ada anak yang belum bisa baca atau malah jadi malas belajar, padahal mereka sudah memasuki usia lulus dari SMA. Hal ini biasanya timbul dari kesadaran siswa tersebut atau biasanya bagi siswa-siswa bermasalah diadakan les private bagi mereka yang mau dan butuh. Menurut Neill, suatu hal yang baik ketika mereka mau belajar dengan keinginan mereka sendiri tanpa dipaksak siapapun. Karena hasilnya pun juga akan lebih maksimal. Bagi Neill, pendidikan sukses ialah pendidikan yang mengerti dengan keinginan anak dan bisa bermanfaat bagi mereka di masa depan. Maksud berhasil dan bermanfaat bukan berarti mereka menjadi orang-orang besar namun bersikap kekanak-kanakkan dan melakukan hal-hal kurang baik serta tidak bahagia. Namun ialah menjadi orang dewasa yang baik dan memiliki pekerjaan yang sesuai dengan hati nurani dan merasa bahagia. Karena menjadi bahagia, itulah kunci sukses pendidikan anak menurut Neill.

Satu hal yang saya suka dari konsep Neill ialah Neill melarang untuk melakukan hukuman keras (terutama memukul) kepada anak. Karena ini akan mengakibatkan penyakin psikis yang berkepanjangan bagi si-anak di masa depan. Salah satu alasan Neill mengapa ia menerapkan system swakelola di Summerhill, ialah karena ia mendapatkan pendidikan keras yang menurutnya sangat menyakitkan di masa kecil. Ia juga memiliki pengalaman ketika jadi guru di sekolah yang memiliki aturan sangat ketat dan mengharuskannya memukul para siswa jika berbuat kesalahan. Menurut Neill, para guru sengaja menciptakan kesan DEWA bagi para siswanya sehingga timbul perasaan takut dan segan dan ngeri dan benci dari siswa pada gurunya. Dan hal inilah yang salah satunya ingin dihilangkan Neill.

Namun, terlepas dari segala pesona kebebasan yang diberlakukan di Summerhill School, saya tetap kurang setuju dengan sekolah yang memiliki system bebas aturan. Beberapa konsep Neill tentang sikap orang dewasa terhadap anak sangat benar dan saya setuju dengan hal tsb. Namun dengan bebasnya system, menjadi rancu dan membuat kebingungan sendiri bagi yang menerapkannya. Di buku tsb, saya menangkap kebingungan dari Neill ketika melaksanakan system ini ketika ia menemukan masalah-masalah yang di luar dugaannya. Katanya, tidak ada system yang sempurna (termasuk demokrasi) namun menurutnya inilah system yang tepat (setidaknya).

Namun, karena saya bukan praktisi pendidikan (baru sekedar mempelajari sedikit-sedikit) sehingga saya kurang bisa mencari konsep yang lebih tepat untuk pendidikan anak. Hmm, tapi Rasulullah pernah ngajarin tuh. Untuk referensi lihat buku ‘Menjadi ABG muslim’. Ada yang ingin coba analisa soal ini, juga soal Summerhill school? Saya sarankan untuk membaca bukunya dulu sampai habis agar mengetahui sendiri titik perkaranya.

Satu lagi kekurangan buku ini, yakni terjemahannya. Secara keseluruhan bagus, namun ada beberapa kata yang asing seperti ‘arkian’, ‘ahmak’, dll. Sepertinya kata-kata itu hanya ada di kamus besar Bahasa Indonesia.


PS: Thx untuk Fatimatul Fikriyah atas pinjaman bukunya.

Thursday, September 25, 2008

Menjadi Model Manusia Muslim Abad XXI


“Langkah yang pertama adalah memiliki kesadaran tentang tujuan hidup. Tujuan hidup adalah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut.

Kemana anda akan berjalan?

Kemana arah anda?

Ingin jadi apa anda sebenarnya?

Jika anda seorang mahasiswa, kadang-kadang kita termotivasi ketika mendengarkan pengarahan tentang cara berprestasi dan cara belajar yang baik. Anda termotivasi, tetapi setelah itu, lama kelamaan, motivasi itu hilang. Contoh lain, anda mendengarkan ceramah seorang ustadz tentang pentingnya tilawah Al-Qur’an atau qiyamul lail. Sepulang darisana, anda rajin tilawah dan qiyamul lail setiap malam. Namun, dua-tiga hari kemudian, anda “roboh”, tidak sanggup lagi melakukannya.

Mengapa hal itu dapat terjadi? Karena anda belum menjawab pertanyaan: ingin jadi apakah anda sebenarnya? Jika kita tidak menyadari tujuan hidup, kita tidak akan mengetahui cara mengarahkan tenaga jiwa menuju tujuan tersebut. Orang yang paling mudah gagal dalam hidup adalah orang yang tidak mempunyai tujuan hidup atau tidak tahu ingin menjadi apa sebenarnya. Jadi, kesadaran tentang tujuan hidup perlu dipupuk.”
(Model Manusia Muslim Abad XXI, Anis Matta, Progessio:2006)

Penggalan tulisan diatas ialah merupakan penggalan karya Anis Matta mengenai konsep diri yang dikemas dalam judul ‘Model Manusia Muslim Abad XXI’. Sudah cukup lama saya menginginkan buku ini. Karena saya pikir karya-karya Anis Matta sangat enak dibaca sehingga ilmu-ilmu yang dituangkan dari pikirannya cukup berasa manfaatnya bagi para pembacanya. Dan puji kepada Allah, pada bulan September 2008 ini saya berhasil mendapat buku tsb dengan tidak membeli langsung namun merupakan hadiah atas milad saya yang jatuh pada bulan yang sama.

Pada awalnya, saya mengira buku ini ialah berkonten mengenai sejarah nabi dan kenabiannya beserta para sahabatnya yang menjadi contoh model bagi para manusia di abad XXI. Namun ternyata tidak. Buku ini lebih kepada konsep diri dengan mengambil contoh kepada konsep hidup nabi dan para sahabatnya, meski tidak memaksa kita untuk benar-benar mengikuti peraturan dan tips yang ketat demi menjadi manusia yang sama seperti sahabat dan tabi’in. karena menurut Anis Matta, sesungguhnya syarat kesuksesan dalam hidup hanya kita yang mampu menentukan. Sebab hanya masing-masing diri yang benar-benar bisa menilai bagaimana dirinya sendiri. Sehingga sesungguhnya hal-hal yang dibutuhkan untuk sebuah kesuksesan diri, tidak ditentukan oleh orang lain, melainkan kita yang menentukan dengan menganalisa hal apa saja yang yang kita butuhkan untuk menggapai kesuksesan tersebut.

Coba baca ulang penggalan materi diatas tadi. Dan coba renungkan mendalam. Sungguh benar bukan apa yang diungkapkannya? Hal ini benar-benar merupakan realitas yang kita rasakan selama ini. Kita mencoba berubah dengan mengikuti anjuran-anjuran bagus yang dikemukakan baik oleh buku-buku motivasi atau tausiyah para asatidz. Namun ternyata kita masih sulit merubah diri, kita masih sulit menanamkan konsep diri yang benar terhadap diri kita. Mengapa? Coba check ulang penggalan tulisan Matta di atas sekali lagi. Ya, jawabannya ialah kita belum benar-benar memahami dan menentukan apa tujuan hidup kita sebenarnya. Meski kita semua tahu bahwa tujuan hidup kita ialah untuk Allah.

Saya jadi ingat rasa sedih akan renungan saya tentang niat. Saya merenungkan apa-apa yang sudah saya perbuat selama ini. Mungkin memang banyak hal baik dan bermanfaat bagi orang lain dan dakwah. Tapi sungguh, terkadang saya merasa amat kosong. Sebenarnya untuk apa saya melakukan hal ini? Apakah semua ini akan kembali dan dilihat Allah dengan penilaian yang baik? Ataukah hanya dilihat sebagai perbuatan riya yang akhirnya tidak ada kompensasi apapun bagi perbuatan baik saya itu. Ataukah itu hanya amalan kosong tanpa penilaian baik atau buruk karena tidak ada tujuan didalamnya? Dan saya merenung ulang, berpikir ulang: apakah saya sudah berniat sebelum berbuat tadi? Lalu kenapa kosong begini rasanya?

Mungkin itu ialah akibat dari tidak seriusnya saya berpikir dan mematrikan tujuan hidup saya. Benar apa yang dikatakan pak Sugeng, tukang sayur BBS, bahwa tujuan dalam hidup ini sebenarnya Cuma satu; mengharap ridho Allah. Kita melakukan sesuatu yang berbau dan berkenaan dengan dunia sesungguhnya ialah hanya untuk Allah. Itulah orang yang cerdas, melakukan segala sesuatu diniatkan dan selalu dihubungkan dengan sang pencipta. Karena sesungguhnya tanpa kita sadari sebenarnya selama ini kita tengah berjalan menuju (kembali) kepada Allah dengan segala perbuatan yang telah, sedang dan akan kita lakukan. Lihat QS. Al-insyiqaq: 6.

Maka penting untuk mengkonsep ulang diri kita saat ini, khususnya bagi diri mereka yang merasa selalu gagal dalam hidup ini. Yang jelas, menurut Anis Matta, masih dalam buku yang sama, bahwa orang yang sukses ialah orang yang memiliki kemauan kuat. Ia tak hanya memiliki otak cerdas atau impian yang luar biasa, namun kemauan untuk melakukannya. Itulah kunci. KEMAUAN. Juga disiplin yang tinggi. Selama ini saya merasakan, segala kegagalan dan kesempatan yang berlalu sia-sia dalam hidup saya ialah karena saya tidak punya komitmen akan displin yang tinggi. Padahal, selama ini saya mengerjakan sholat lima waktu, namun tetap saja saya belum paham akan banyak hikmah yang diberikan dari sholat tersebut. Bahwa salah satu hikmahnya ialah displin dan pengaturan waktu yang ketat. Coba pikirkan, untuk apa kita sholat shubuh? Salah satunya ialah untuk membiasakan kita bangun pagi dan membiasakan diri kita untuk menyetting segala sesuatu di awal episode, bukan di akhir.

Mungkin begini saja pemikiran sekaligus resensi yang bisa saya kemukakan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Manifesto Khalifatullah: Resensi dan Renungan


“Dan tatkala Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak jadikan khalifah di muka bumi.’ Mereka bertanya, ‘Apakah Kau tepatkan orang yang merusak di sana dan menumpahkan darah, sedangkan kami bertasbih menurut Dikau dan menguduskan nama-Mu?’ (Tuhan menjawab dan) berfirman, ‘Sungguh, Aku tahu apa yang tiada kamu tahu.” (QS. Al-Baqarah: 30)

Dengan membaca terjemahan Al-Qur’an yang diterjemahkan dengan puitis oleh H.B Jassin (mengingatkan: judul Al-Qur’an yang diterjemahkan oleh H.B Jassin ialah ‘Al-Qur’an Berwajah Puisi’. Terjemahan ini sempat mendapat berbagai respon yang menolak keberadaan terjemahan tersebut di Indonesia) kita akan mengingat kembali apa sebenarnya tujuan Allah menurunkan kita ke atas bumi. Bukan karena kesalah nabi Adam yang memakan buah khuldi, namun Allah memang memiliki tujuan dibalik peristiwa tersebut yakni menjadikan kita sebagai wakilNya di muka bumi. Yakni mengutus kita untuk membumikan perintah dan ajaranNya di dunia ini.

Seorang Achdiat K. Miharja (mengingatkan: beliau adalah penulis novel ATHEIS yang menjadi rujukan bacaan sastra yang bagus. Jika mau mengingat kembali ke belakang, penggalan-penggalan dalam novel ini selalu menjadi soal dalam tes Bahasa Indonesia baik di SD, SMP atau SMA bahkan sebagai soal di Tes Masuk Perguruan Tinggi) dalam usianya yang sudah dibilang kelewat uzur (90 tahun) dengan mata nyaris buta menulis buku Manifesto Khalifatullah yang diterbitkan Arasy yang didistribusikan oleh Mizan Media Utama pada 2005. Saya membeli dan membacanya ketika umur saya masih 18 tahun pada 6 bulan pertama 2006 lalu. Sungguh hikmah dan pesan dan pengalaman yang luar biasa yang saya temui dalam buku ini.

Sederhananya jika dikisahkan dalam bentuk singkat, buku ini menggambarkan sosok manusia yang pada awalnya menafikan keberadaan Tuhan. Ia melalaikan dan hanya percaya dengan kekuatan alam dan kekuatan dirinya sendiri; tidak ada yang dari Tuhan. Namun pada akhirnya seiring dengan berjalannya waktu dan pengalaman hidup yang makin memperkaya pikiran, ia pun berpikir tentang adanya Tuhan; Tuhan benar-benar ada! Seperti yang dialami Jean Paul Sartre (tokoh dalam buku Understanding Secular Religions dari Josh McDowell & Don Stewart), tokoh besar paling terkemuka dari kaum eksistensialis yang ateis itu, pada saat-saat terakhir hari tuanya dalam keadaan renta dan buta pula, telah berterus terang kepada seorang temannya, Pierre Victor yang mantan penganut Mao Tze Tung, bahwa segala-galanya yang ada di dunia ini mesti ada penciptanya. Dan penciptanya itu adalah Tuhan.

Itulah yang dikisahkan Achdiat sebenarnya. Mengenai untuk dan sebagai apa manusia di dunia ini. Bullshit hati manusia tidak mempercayai Tuhan, walau mereka mengaku sebagai atheis. Meski sedikit, pasti ada rasa pembenaran terhadap adanya Tuhan.

Berkisah tentang tokoh ‘aku’ yang dalam Kisah Panjang (kispan) –Achdiat yang sudah 43 tahun lebih tinggal di Australia ini lebih senang menyebutnya begitu—ini memiliki pengalaman hidup yang luar biasa. Dikisahkan ia banyak bertemu dengan penggagas utama aliran pemikiran ideology dunia seperti Sidharta Ghautama (yang ditemuinya pertama kali), Karl Max, Engelsm, Bacon, Adam, Smith, Nietzsche. Ia juga bertemu dengan Chairil Anwar, S.T Alisjahbana, Sanusi Pani, Sutan Syahrir. Masing-masing tokoh tsb juga saling bertemu dan mendiskusikan ide dan pemikiran mereka, bahkan diceritakan para pemikir tsb sampai berdebat. Namun pada akhirnya ‘aku’ jatuh hati pada gagasan tokoh Abah Arifin, seorang kyai nyentrik dari Lembah Pasaduka yang mengaku sebagai MBS alias Manusia Biasa Saja. Abah Arifin yang memperkenalkan manifesto khalifatullah (penjelmaan manusia sebagai wakil Allah) kepada aku. Ia bercerita tentang kisah segitiga antara Allah-Manusia (Adam)-Iblis yang ada dalam QS. Al-Baqarah: 35, QS. Al-A’raf: 69, QS. Shad: 71. Dikisahkan iblis sangat menentang ketika diperintahkan untuk bersujud kepada manusia dan makin bertambah iri dengkinya ketika manusia ditunjuk sebagai khalifah di bumi sehingga ia memohon kepada Allah agar diizinkan untuk menggoda dan membelokkan jalan kelurusan manusia sebagai bentuk nyata dengkinya.

Terakhir dalam Kisah Panjangnya Achdiat mengungkapkan melalui tokoh aku;

‘Maka, bagiku orang kuat itu tiada lain dari orang yang kuat untuk menendang sang iblis dan setan-setannya sehingga mereka lari terbirit-birit ke ujung langit. Orang itu kuat karena keteguhan keyakinan dan imannya kpada Tuhan Yang Maha Esa. Dia sadar akan tugasnya sebagai khalifatullah di muka bumi ini. Dia pantang tunduk pada kemauan dan godaan iblis dan setan-setannya. Itulah dia, orang kuat, sang khalifatullah, wakil Tuhan di muka bumi ini! Emoh menjadi wakil setan!’ (Achiat K. Miharja, Manifesto Khalifatullah, Arasy: Juni 2005, hal. 178)

Sekali lagi, buku ini merupakan jeritan dan pengalaman spiritual penulisnya khususnya mengenai Ketuhanan. Pasalnya Achidiat sering menemui orang-orang yang mengajaknya dan membuatnya berdiskusi tentang keberadaan Tuhan. Ya, orang-orang yang dihadapi ialah orang-orang yang tidak percaya Tuhan. Karena ia telah lama tinggal dan bergaul di Australia, maka ia bertemu dengan sering dengan orang-orang barat yang menjadi teman-temannya yang kebanyakan tidak beragama. Salah satunya ia pernah bertemu dengan seorang turis Amerika yang berkunjung ke Australia dan terlibat pembicaraan dengannya yang makin lama makin jauh kepada urusan ketuhanan. Achdiat kekeuh meyakinkan bahwa Tuhan itu ada hingga akhirnya ia menceritakan tentang orang-orang sekuler dan atheis yang pada akhir hidupnya percaya pada adanya Tuhan (seperti yang telah saya kemukakan diatas tadi).

Lalu mengenai Bob Brisley, rekannya sesame dosen di Australia National University (ANU), Canberra, yang meninggal. Bob ialah seorang penyair dan novelis, suka menyanyi dan bermain gitar. Bod dimakamkan di luar kota dan kebetulan Achidiat tidak ikut hadir dalam pemakam tsb. Ketika ia bertanya mengenai pemakamannya, ia mendapat info bahwa tidak ada kesyahduan seperti lazimnya orang mengubur jenazah. Ketika jenazah Bob dimasukkan ke liang kubur, maka serentak itu pula satu jazz band yang lengkap dan telah dipersiapkan langsung membunyikan musik jazz-nya keras-keras hingga liang kubur tersebut ditutup dan orang-orang kembali pulang. Tidak ada doa dan tidak ada wajah-wajah sedih.

Beberapa waktu setelah Bob meninggal, Achdiat bertemu kembali dengan Ross, janda Bob yang sedang bersama temannya yang juga membawa keluarganya. Ketika itu mereka makan bersama hingga terlibat obrolan yang entah kenapa (lagi-lagi) menyinggung masalah keberadaan Tuhan. Ross beserta John, temannya yang dosen fisika itu, berpendapat bahwa Manusia ialah ciptaan alam. Lalu Achdiat membantah dengan mengatakan bahwa alam ada yang menciptakan, yakni Tuhan. Mereka berpendapat lagi bahwa tidak ada yang menciptakan alam kecuali alam itu sendiri.

Ya begitulah, orang-orang yang belum tersentuh hatinya. Bahwa memang hanya Allah yang menentukan orang-orang yang akan diberi petunjuk oleh-Nya (QS. Al-Maidah: 51). Semoga kita masuk kedalamnya, dan sadar akan tujuan sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Wallahu a’lam.

Thursday, September 18, 2008

Islam & Pergerakan


Sambil mendengarkan nasyid lawas yg selalu menjadi penyemangat—“KAMI HARUS KEMBALI—dari IZZIS.

Saya mencoba meresensi buku Islam dan Pergerakan yang sudah berusia 20 tahun yang kebetulan ada dalam koleksi perpustakaan bapak saya yang cukup berantakan di rumah. Setelah mengumpulkan semangat yang sempat maju-mundur dan dipaksakan, akhirnya berhasil membaca buku ini dan menyelesaikannya.

Buku ini berisi kumpulan tulisan mengenai pergerakan Islam yang sejak dulu memang sudah eksis yang ditulis oleh berbagai ahli dalam analisa pergerakan Islam dan sosiolog seperti Dr. Kalim Siddiqui, Prof. Isham Al-‘Aththar, Syaikh ‘Abdur Rahman ‘Abdu’l-Khaliq, Prof. Dr. Ja’far Syaikh Idris, Prof Dr. Fathi Osman dan Dr. Muhyi’d-Din ‘Athiyyah.

Berbicara mengenai definisi dasar pergerakan dalam Islam mengawali buku ini sebagai pendahuluan, Siddiqui mengatakan bahwa pergerakan Islam bukanlah instansi atau badan hokum seperti perusahaan atau partai politik yang mempunyai hirarki piramida. Namun gerakan Islam itu dapat disebut system fungsional dan tingkah laku. Karena ia mempunyai anggota, prinsip-prinsip, nilai-nilai dan tujuan-tujuan. Sehingga pergerakan Islam ialah suatu system terbuka yang tak terikat dan bertaraf internasional dimana individu-individu atau kelompok-kelompok ummat Islam berusaha dengan sadar untuk kembali menyatukan ummat dalam suatu system tingkah laku amali yang mempunyia tujuan.

Namun kadang (atau sepertinya sering) usaha yang dilakukan pergerakan Islam saat ini semuanya kekurangan arah. Sehingga ada usaha yang terbuang sia-sia yang sepatutnya diganti dengan usaha lain yang lebih tepat. Begitu kira-kira kata Siddiqui dalam menganalisa pergerakan Islam dewasa ini. Intinya, kekurangan rasa penyatuan secara internasional sehingga dengan mudah ummat Islam dimasuki dan dipatahkan usahanya.

Sebuah analisa yang cukup mencengangkan dari Isham Al-Athar bahwa ternyata berakhirnya peperangan antara Blok Barat (USA) dan Blok Timur (Uni Soviet) bukan untuk perdamaian di dunia ini. Melainkan disana ada perjanjian antara timur dan barat untuk menghindari bentrokan senjata secara langsung. Mereka sadar jika itu terjadi lambat laun USA atau Uni Soviet akan hancur. Sehingga mereka memindahkan pusat pertarungan mereka di Negara-negara miskin dan berkembang yang notabene bermayoritas penduduk Islam. Sehingga yang merugi bukanlah Rusia atau USA melainkan ummat Islam di Negara miskin dan berkembang tersebut.

Mereka juga menggunakan pangan sebagai senjata politik. Beratus-ratus ton bahan pangan pernah dibuang ke dasar lautan oleh Eropa barat hanya karena agar harga pangan dunia tidak menurun di pasaran. Sehingga warga muslim yang berada di negeri yang notabene memiliki dan menghasilkan mayoritas bahan pangan kelaparan di negeri mereka sendiri. Selain subordinasi pangan ini juga ada subordinasi ekonomi dan politik juga militer demi menekan Negara-negara muslim. Salah satu perangkatnya ialah NATO.

Mereka sangat turut andil dalam perang saudara antar Negara dan ummat Muslim di dunia. Sebagai contoh Uni Soviet mengirim senjata untuk Mesir agar bisa terlibat perang ummat Islam lawan ummat Islam di Yaman. Kemudian Soviet menghentikan pengiriman senjata dan onderdil-onderdil ke Mesir ketika Negara ini membutuhkannya dalam perang melawan Yahudi.

Sungguh miris kita menghadapi kenyataan dan keterpurukan yang terjadi pada ummat Islam ini. Sejak dahulu—sejak peradaban Islam jatuh pada masa kesultanan Turki, ummat Islam terpuruk peradabannya dan selalu berada dalam posisi bangkit dan terus bangkit meski selalu dipatahkan pula (namun tidak benar-benar patah, karena ummat Islam (pergerakan) akan selalu tumbuh dimanapun).

Mengenai jalan keluar, menurut Al-Athar, tidak ada jalan keluar bagi negeri-negeri Islam dari tragedy berulang-ulang ini kecuali keluar total dari segala bentuk subordinasi yang membawa kehancuran ini dan kembali kepada Islam yang sebenarnya, yaitu hidup secata Islam, berciri Islam dan merdeka menurut yang diajarkan Islam. Setelah itu baru dapat dicapai saling isi mengisi dan kerjasama antara Negara-negara Islam: sama-sama mencegah diri terlibat dalam kancah pertarungan kedua blok atas daerah dan kekayaan alam dunia Islam dan sama-sama mencegah agar kedua blok jangan menjadisekutu kontra masalah Islam dan ummat Islam yang menentukan.

Kita betul-betul yakin bahwa jalan dirintis Islam untuk masa depan yang gemilang adalah jalan satu-satunya untuk mencapai tujuan hidup mulia yang bebas dan kedaulatan yang benar-benar luhur. Dengan demikian barulah kita dapat mencapai kemajuan, persatuan dan kemenangan yang diridhoi Allah untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kita benar-benar yakin bahwa dengan keteguhan, perjuangan dan usaha kita terus menerus, kita berhak menempuh jalan ini. Sudah sepatutnya kita menyelamatkan tanah air dan bangsa kita dari tragedy masa yang dideritanya untuk menempuh masa depan Islam yang gemilang. Masa depan orang-orang yang berdaulat yang bebas dan mulia.

Hidup luhur dan mulia dengan Islam atau menjadi pejuang terhormat yang bebas dari kehidupan subordinasi, hina dan diremehkan.

“Allah adalah pimpinan orang-orang beriman yang membawa mereka dari suasana gelap gulita ke suasana terang benderang. Pimpinan orang-orang kafir adalah thgaut yang membawa mereka dari terang benderang kepada gelap gulita. Mereka yang terakhir ini adalah penduduk kekal dari neraka “ ---Albaqarah: 257---

Sekarang sambil diiring oleh “HARAPAN ITU MASIH ADA” by SHOUTUL HAROKAH.