Thursday, March 19, 2009

Fatwa Rokok Haram: BENARKAH MUI KURANG KERJAAN??


Waduh, kontroversial ngga ya judul ini?? Haha, tidak apalah jika ia memang benar kontroversial. Sebenarnya saya tidak akan menulis artikel ini dengan judul yang keren seperti judul diatas kalau tidak ada situasi yang memberi inspirasi pada saya. boleh cerita sedikit alasan dasarnya ya.

Senin kemarin (16/3) saya bertemu dengan teman sekelas kuliah di Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Senang rasanya melihat ia kembali. Setelah menyelesaikan beberapa urusan, saya bersama ia menuju mushola lt.4 FAH. Kami masih ngobrol bercengkrama hingga ia melihat sebuah spanduk bertuliskan “SAATNYA HARAMKAN ROKOK SEPERTI HARAMNYA ZINA DAN NARKOBA” di fakultas sebelah yakni Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (ini fakultas yang paling saya favoritkan di UIN, kenapa dulu ga masuk syariah aja ya. Lho?). seketika itu ia berkomentar, “Aduh, MUI, kurang kerjaan ga sih rokok diharamkan begitu. Menurut lo gimana, kalo menurut gue sih kurang kerjaan tuh MUI.” Saya tidak menjawab. Diam. Tersenyum. *soalnya kalo jawab khawatir dia jadi mati kutu atau mungkin nantinya kita berdebat, padahal mau sholat. Jadi saya agak malas menjawabnya*

Rokok itu, tidak diragukan lagi “KEJANTANANNYA” dalam membunuh banyak nyawa. Tidak diragukan lagi “PRESTASINYA” mengakibatkan hal-hal yang kurang baik. Rokok sendiri pun mengakui bahwa dirinyalah yang menyebabkan Merokok dapat menyebabkan kanker, gangguan jantung dan impotensi, kehamilan, janin. Ya, begitulah track record sebuah batang putih-kuning ini.

Korban keganasan rokok pun sudah banyak beredar di negeri ini. Lihat saja si-Jantung dan paru-paru bolong merupakan salah satu akibat yang disebabkan rokok. Belum lagi pemborosan. Belum lagi rokok ialah merupakan PINTU MASUK atas segala bentuk NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif). Dan yang paling parah, orang yang paling menderita akibat rokok ialah orang yang tidak merokok alias PEROKOK PASIF! Kemana-kemana orang-orang pasif ini terjebak asap rokok, yang seringnya sang PEROKOK AKTIF pun cuek dan malah sengaja “menghambur-hamburkan” kepulan asap putihnya. Entah ada maksud pamer atau mau ngajak “sakit” juga. Emang dasar orang yang “penyakitan” engga pernah mau merasakan “sakitnya” sendirian. Ya, begitulah alasan kenapa rokok harus dihindari. Untuk lebih jelas, bisa klik disini, klik disini juga.

Kurang kerjaan-kah MUI??

Saya pernah membaca sebuah artikel yang terselip sebuah kalimat “…fatwa rokok ini pesanan dari kak Seto!”. Waduh, orang ini. Jika saya boleh egois dan menjadi orang yang menyebalkan, saya akan menjawab “emangnya kenapa kalo ini pesenan kak Seto? Suka-suka donk.” Tapi engga jadi, karena ini bukan jawaban yang ilmiah. Lagipula, jika memang benar fatwa ini merupakan pesanan, dikarenakan memang sangat penting untuk dikeluarkan kebijakannya. Dan MUI pun tidak akan pernah ngasal mengeluarkan fatwa. Pastinya akan ada pertimbangan matang dulu. akan ada peninjauan dulu dari segi syariahnya, kesehatannya, mudhorot-maslahatnya, dsb. Tidak pula sembarang orang yang ikut memutuskan perkara ini. Insya Allah orang-orang yang ikut mensyurokan fatwa ini ialah orang yang berilmu. Mereka mengerti dan paham mengenai Quran dan Sunnah. Jadi tidak mungkin MUI kurang kerjaan dalam memutuskan sebuah perkara.

Kira-kira Efektifkah Fatwa ini??

Jika ditanya efektif atau tidaknya, saya akan jawab tidak terlalu efektif. Bangsa Indonesia ini bukannya tidak pintar, mereka tahu segala sesuatu termasuk bahaya merokok ini. Hanya saja bangsa kita ini tidak cerdas, sebab sudah tahu keburukannya masih saja dilakukan. Pernah ingat PERDA Jakarta mengenai pelarangan merokok di tempat-tempat pendidikan pada tahun 2005? Ketika itu disosialisasikan pula mana area merokok dan mana yang tidak. Namun kini perda tinggal perda. Masyarakat cuek bebek dengan adanya perda ini, sehingga mungkin saat ini sudah (sengaja) terlupakan dan dilupakan. Hmm, miris betul. Sebab masyarakat berpendidikan pun tidak bisa diandalkan untuk sosialisasi anti rokok ini. Saya sering melihat fenomena ini khususnya di kampus. Bukan, bukan sekedar mahasiswa dan OB kampus yang suka merokok di area pendidikan, namun juga PUDEKnya pun pernah bahkan kerap melakukannya dengan santai tanpa merasa bersalah!

Mungkin betul jika dikatakan bangsa Indonesia sulit bangkit dari segala keterpurukannya di berbagai bidang (termasuk kesehatan). Amanat baik yang dibebankan pemerintah pun jarang ada yang mau memperdulikan. Merokok, buang sampah masih sembarangan, dsb.

Eh, Tunggu Dulu, Akibat Diharamkannya Rokok ini Apa Ya??

Rokok, seperti yang sudah terekam melekat erat di otak kita, ialah sangat berbahaya bagi tubuh. Namun jika kita mau melihat secara menyeluruh soal fatwa ini, ternyata ada pihak-pihak yang pastinya merugi (kalo para perokok aktif sih udah pasti merugi karena mulutnya yang akan selalu asam akibat engga ngerokok, tapi mereka mah bodo amat! Hehe). Pihak yang merugi tersebut ialah, para buruh yang kena PHK dan pengusaha rokok pribumi yang mengelola UKM di daerahnya (bukan perusahaan rokok besar kayak Gudang Garam, dsb ya). Jadi bagaimana ini ya? Kasihan juga kan. Apalagi cari pekerjaan itu susah. Meski ada juga orang yang bilang, “kan masih ada pekerjaan lain yang lebih halal”. Tapi tetap aja prakteknya sulit, apalagi untuk sebagian masyarakat kita yang pendidikannya rendah. Lalu bisakah tembakau dan cengkeh diproduksi menjadi bahan lain selain rokok?

Hmm. PHK. Pengangguran. Kerugian sebagian besar masyarakat menengah kebawah. Aduh, gimana ini? Gimana??

Penawaran Solusi

Rahman Toha, Ketua Umum PP KAMMI mengatakan, “bagi saya fatwa haram rokok bagus2 saja, tapi tidak begitu strtaegis dan penting sekali saat ini..kenapa MUI ga mengeluarkan fatwa haram menaikan harga BBM..?..”

Ya, beliau mengatakan seperti ini karena memang MUI tidak menawarkan solusi konkrit bagi sebagian masyarakat yang akan kehilangan pekerjaan jika rokok ini diharamkan. Mungkin sebaiknya seperti ini, MUI pun berdiskusi dengan pihak-pihak yang terkait mengenai pengalihan pekerjaan para buruh dan pengusaha rokok yang akan kehilangan sumber rezekinya. Karena tembakau dan cengkeh ialah komoditi yang cukup bagus untuk pemasukan ekspor negara kita. Makanya saya bertanya, apakah bisa jika tembakau dan cengkeh dijadikan bahan selain rokok? Untuk sayur mayur misalnya? Kue? Obat-obatan? Atau mungkin dijadikan sepatu (eh, ngomong-ngomong sepatu, ada saran dari Menteri Fahmi Idris untuk wajib membeli sepatu buatan asli Indonesia.)? atau mungkin juga tas? Kain batik?

Hmm, *menyebalkan* saya belum punya penawaran yang solutif untuk hal ini. Saya hanya bisa mensugesti bahwa pemerintah dan MUI untuk kembali mendiskusikan nasib para buruh yang kehilangan pekerjaan akibat fatwa ini. Jika memang disediakan pekerjaan sih tidak masalah. Namun, ini hampir tidak ada. Apalagi kondisi pendidikan masyarakat kita yang rendah.

But, above all, saya tetap mendukung fatwa ini. *sambil memikirkan apa solusi yg tepat atas akibat yang ditimbulkan*

PS.
Terima kasih untuk teman-teman yang sudah mau saling sharing pendapatnya.
Ardiansyah Oktaf, Olia Desconova, Ahmad Supriyadi, Laily Hidayati, Muhamad Solihin, Muthia Bayhaqi, Mustofa Zahri, Joe Hendri, Rahman Toha B., Qory Nadezha, Uut Pradama, Bang Oyi, Zahril Syafrizal Habibie, As Syakila, Arsy Kumala Anggraeni, Ahmad Syahril Baidillah, Acun Saja, Dhimas Lazuardi Noer.

Untuk melihat pendapat mereka bisa dilihat (klik) disini.

No comments: