Friday, March 13, 2009

Mengenang Tawuran

Hmm, kekerasan-hegemoni-bullying , apa lagi ya? Begitu banyak kekerasan yang kita lihat di sekitar. Tapi saat ini saya hanya ingin membatasi pada tingkat siswa dan mahasiswa saja. Baik, kita mulai dengan kata TAWURAN.

Saya mengenal kata ini sejak SMP kelas 1. ketika itu sedang seru-serunya era tawuran-demo-reformasi-kerusuhan-penjarahan. Apalagi sekolah kami berada di pinggir jalan Salemba. Jika boleh disebutkan nama sekolahnya yakni SMPN 216 Jakarta yang terletak di Jl. Salemba Raya No.18 (masih hapal gw,, hehe). Hampir setiap hari saya melihat fenomena seperti ini. Berangkat dan pulang sekolah terkadang dengan diliputi dengan perasaan takut-takut. Akan ada apa hari ini? Tawuran apa lagi ya? Mana sama mana ya? Ada kerusuhan ga ya? Ada demo ga ya? Begitulah.

Saya melihat hal ini dengan penuh miris (pastinya). Kenapa sih para generasi muda kita ini? Ampun deh. Mereka bukan tidak bersekolah, juga bukan berasal dari keluarga yg tidak berpendidikan. Tapi mental berkelahi pun memenuhi awang-awang syahwatnya. Tidak habis pikir juga mereka rela mati konyol demi tindakan hegemoni kelompok dan pribadi yang meliputi diri mereka. Menjadi bullying yang tidak pernah habis. Padahal di sekitarnya orang-orang merasa ngeri. Astagaaaa…

Jadi teringat kejadian yang terjadi ketika saya kelas 2 SMP (buat yg dulu anak kelas 2-2, gapapa ya gw cerita ini). Ketika itu para siswa laki-laki suka melakukan simulasi tawuran dengan kertas yang dibentuk menjadi bulat padat dan dijadikan senjata. Kelas jadi ramai penuh kertas terlempar-lempar. Saya Cuma bisa bengong *wah, teman-teman gw…*. Saya pikir simulasi ini hanya berhenti sampai disini saja, tapi ternyata tidak. Ketika itu ada waktu santai selepas pelajaran olahraga. Para siswi pun bergegas menuju kantin atau kelas, sedang siswanya masih asyik main di luar gerbang *meski masih dalam komplek sekolahan SD kenari-216-SMA 68*. Dan waktu terus berjalan, namun tiba-tiba beredar kabar ada kecelakaan yang menimpa salah seorang teman yang berinisial GA (bukan Gapura Angkasa atau Garuda Indonesia ya). Usut punya usut kecelakaan itu terjadi akibat simulasi tawuran yang dilanjutkan selepas olahraga, dan kini tidak lagi menggunakan batu yang terbuat dari kertas, tapi… ah entah yang jelas ketika itu mata GA berdarah dan segera dilarikan ke RS terdekat entah RSCM atau Saint Carolus, lupa.
Dan akhir kejadian itu ialah, GA tidak masuk beberapa hari, sedangkan para siswa lelaki dihukum untuk mengumpulkan batu sebanyak 1000 buah tiap hari (berapa hari nih ya?). ck-ck… dasar anak muda, moga kapok. Dan gimana kabar GA saat ini? Insya Allah baik dan sehat, beliau sedang menyusun skripsi saat ini. Kebetulan saya bertemu lagi dengannya pada fakultas yang sama di universitas.

Lalu bagaimana saat ini? Masih adakan tawuran? Mungkin tidak seheboh zaman dulu ya. Tapi bullying masih ada aja. Dan bahkan terjadi di beberapa SMA unggulan di bilangan Jakarta *nama SMAnya tidak perlu saya sebutkan*. Entah itu perkelahian antar angkatan, geng, ketika OSPEK, dll. Yang menarik terkait dengan kasus yang terjadi di belakangan ini. Entah itu kasus geng Motor, geng Nero (anggotanya hobbi banget nge-burning kali ya. Makanya namanya NERO), juga geng dll. Atau juga kasus perkelahian antar siswi yang marak dan diliput video HP Cuma gara-gara berebutan laki-laki, bahkan sampai ada yang dibekali sarung tinju oleh guru olahraganya. Itu tingkat SMA.

Kalau tingkat Universitas, wah di UIN sih kadang suka *berantem* gara2 perhitungan suara pemira. Ya ga? Hehe *ups piss*. Tapi kalo saya sering mengamati, di wilayah Sulawesi kayaknya sering juga ada kerusuhan mahasiswa. Kalo di bilangan Jakarta, paling-paling ada tawuran yg terjadi antar beberapa kampus swasta yg ada di bilangan Salemba-Paseban-Matraman. Waduh-waduhh…

Lalu bagaimana kita menyikapi hal ini? Bullying…bullying. Salah satunya ialah, para generasi muda ini lebih diperhatikan! Mereka harus diberi pengertian dan pemahaman yang baik mengenai bagaimana cara yang baik menyalurkan kreativitas. Bukannya malah berantem ga jelas. Kalo nafsu banget berantem, ya masuklah kelompok seni bela diri. Kalo pengen terkenal dan diperhatikan, jadilah artis *tapi jangan jadi model iklan sabun yang tertipu*. Kalo mau jadi pemimpin, jangan abal-abalah, sekalian saja total di salah satu organisasi *meski pada awalnya nafsu pengen jabatan, tapi pasti lama-lama sadar diri kok*. Kalo suka “bersumpah-serapah” *salurkanlah lewat tulisan-puisi-artikel-lirik lagu*. Kalo suka banget nyorat-nyoret, jangan suka bikin jelek tembok orang *mending belajar gravity, atau ikutan lomba. Kabarnya ada LOMBA MURAL yang diadain KAMMI PUSAT tuh, dibuka minggu depan sama wapres JK*.

Gimana teman2, ada solusi lain? atau mungkin ingin berbagi kisah tawuran-kekerasan-kerusuhan-bullying yang pernah dialami atau dirasakan? Mungkin di bilangan Bekasi-Tangerang-Depok atau yang lain? Silahkan. Saya mendengar dan menyerap. *lagi latihan jadi pemimpin masa depan, hehe*

1 comment:

Anonymous said...

sekarang ga heran kalo ada hal semacam itu, bahkan anak SD tak jarang terdengar kekerasan yg terjadi, ada dua pilihan bagi mereka yg terkena bullying mengikuti atau melawan, jika tidak bisa kedua-duanya lebih baik jauhi daripada disakiti, atau berdoa bahwa kekerasan, dan ketidakenakkan yang diterima pasti dapat mengurangi dosa.