Tuesday, November 18, 2008

A Novel to Kill


Pernah tahu sebab mengapa John Lennon dibunuh oleh penggemar setia-nya sendiri, Mark David Chapman? Pernah bertanya kenapa? Pasti terlintas jawaban sekilas bahwa itu karena si-David Chapman adalah orang yang memiliki penyakit kejiwaan sehingga idola yang sangat dikaguminya dibunuh oleh tangannya sendiri. Ya jawaban itu benar. Tapi pernah tau-kah benda apa yang disebut-sebut menginspirasi David Chapman tersebut? Jawabannya cukup mengerikan: Sebuah Novel Berjudul THE CATCHER IN THE RYE karya J.D Salinger.

Ya, novel itu. Benarkah novel tersebut berisi ajaran atau cara-cara atau hal-hal yang menginspirasi seseorang untuk membunuh orang lain? jawabannya: tergantung pada tiap-tiap orang yang membaca novel tsb. Kenapa?

Karena setelah membaca novel tsb, saya pribadi tidak menemukan hal-hal atau jalan cerita menuju ide pembunuhan dan inspirasi untuk menghabisi nyawa manusia lainnya. Novel yang diterbitkan sekitar tahun 50-an itu sebenarnya tidak begitu menarik dari segi performance (dilihat dari cover dan tulisan isi novel-nya). Apalagi saya mendapat novel tsb dengan cara mem-fotokopi sehingga hasilnya tidak begitu jelas dan makin tidak menariklah novel tsb bagi saya. namun karena tuntutan tugas kuliah, maka akhirnya saya baca juga novel itu.

Oke, bahasa yang enak dan mudah dimengerti membuat saya mulai tertarik membaca dengan sistem SKS alias sistem kebut seminggu. Karena sekali lagi, itu tuntutan tugas kuliah yang ketika itu kami diminta membaca dan menganalisa novel tersebut oleh dosen sastra kami. Lalu akhirnya saya makin tertarik ketika saya mencoba mencari ringkasan dan sekilas analisa novel tsb lewat internet. Ketika itu saya menemukan kasus menarik bahwa THE CATHER IN THE RYE inilah yang mengisnpirasi David Chapman membunuh John Lenon.

Dan Oke (lagi), saya mencoba lebih serius membaca novel tsb. Tujuannya selain karena tugas, namun lebih kepada rasa penasaran mengenai isi novel tsb. Sekali lagi, disana tidak ada ajaran ttg bagaimana cara membunuh orang. Novel ini bercerita mengenai ke-stabilan seorang remaja berusia 17 tahun yang bernama Holden Caulfield. Dia dikenal sebagai siswa yang sering pindah sekolah (empat kali) karena berbagai kasus, mulai dari pindah sendiri karena tidak betah sampai dikeluarkan karena nilai akademiknya yang jelek. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya, namun sayangnya ia tidak langsung pulang dan malah mengembara sesuka hatinya. Sebab ia berpikir bagaimana harus menghadapi keluarganya yang belum mengetahui kabar ia keluar dari sekolah.

Meski dalam novel ini memang tiada ajaran bunuh membunuh, namun bahasa yang digunakan cukup kasar. Mungkin bagi orang Indonesia seperti kita kata-kata seperti ‘goddam’, ‘moron’, ‘bastard’, dan kata bahasa Inggris kasar lainnya tidak terlalu terasa jelek dan kasarnya. Namun bagi orang Amerika dan Inggris juga orang yang beribukan bahasa Inggris lainnya kata-kata seperti ini merupakan kata-kata tidak senonoh yang langsung terasa efek ketidaksopanannya.

Dan jika teman-teman membaca novel ini, akan terasa sekali bahwa sosok karakter utamanya sangat gamang. Kita sebagai pembaca pun ikut merasa bingung dan tidak tentu arah. Cukup terasa kegamangan dan kefuturannya. Ditambah jika pembaca ialah orang yang gamang dan labil pula dalam hal kejiwaan seperti Mark David Chapman tadi. Hmm, cukup menginspirasi untuk berbuat hal yang tidak masuk akal. Sebab ada artikel pula yang menyatakan bahwa salah satu tujuan Chapman membunuh Lenon ialah untuk melanjutkan dan membuat bab terakhir novel yang ditulis oleh J.D Sallinger tsb. Hmm, cukup mengerikan.

No comments: