Tuesday, November 18, 2008

Bukan Mulan Jameela…Bukan juga Mulan Jameedonk…


Bukan dua nama yang kerap menjadi momok gossip di dunia selebritas dan jagad keartisan itu yang akan saya bagi profilnya. Namun ia adalah MARYAM JAMEELAH, seorang muslimah intelektual yang telah menulis berbagai buku dengan tema besar Ghozwul Fikri dan dengan spesifikasi topik antara ideologi Islam dan Barat. Jika teman-teman pernah menonton film ‘Sang Murobbi’, disana terdapat adegan Ust. Rahmat Abdullah yang tengah bercakap dengan istrinya di teras depan rumah mungilnya. Ketika itu Ust Rahmat sedang memegang sebuah buku yang berjudul ‘Para Mujahid Agung’. Ya, itulah salah satu karya Maryam Jameelah. Buku-buku yang ditulisnya selalu bagus ditambah terjemahan ke dalam bahasa kita, bahasa Indonesia, pun cukup bagus, sehingga enak dibaca.

Berikut adalah profil Maryam Jameelah yang bernama asli Margaret Marcus yang ditulis oleh Umar Faruq Khan. Catatan profil ini saya ambil dari salah satu buku Maryam Jameelah yang berjudul ‘Islam dalam Kancah Modernisasi’.

Maryam Jamilah dilahirkan pada tahun 1934 di New York ketika Depresi Besar –seorang Amerika generasi keempat asal Jerman— Yahudi. Ia dibesarkan di Westchester, salah satu kota kecil yang paling makmur dan padat di New York dan memperoleh pendidikan Amerika yang secular di suatu sekolah umum local. Seorang siswa yang nilainya di atas rata-rata, ia segera menjadi seorang intelek yang bersemangat dan kutu buku yang tak pernah puas, hampir tidak pernah tanpa buku di tangannya, bacaannya meluas jauh di luar tuntutan kurikulum sekolah. Ketika ia menginjak remaja, ia sangat berpikiran serius, tidak pernah membuang-buang waktu yang biasanya sangat jarang dilakukan seorang gadis muda yang menarik. Perhatian utamanya adalah agama, filsafat, sejarah, antropologi, sosiologi dan biologi. Sekolah dan perpustakaan umum masyarakat setempat dan kemudian, perpustakaan umum New York, merupakan “rumahnya yang kedua.”

Setelah ia lulus dari sekolah menengah pada musim panas 1952, ia diterima di Universitas New York tempat ia mempelajari suatu program kesenian liberal umum. Ketika di universitas, ia sakit keras pada 1953 yang semakin memburuk dan harus menghentikan kuliah dua tahun sehingga ia tidak memperoleh ijazah. Ia dikurung oleh rumah-rumah sakit private dan rumah-rumah sakit umum selama dua tahun (1957-1959) dan baru setelah keluar, ia memperoleh kembali fasilitasnya untuk menulis. Terjemahan Marmaduke Pickthall tentang Qur’an dan Allama Muhammad Asad dengan bukunya –otobiografinya Road to Mecca dan “Islam at the Crossroads” membangkitkan minatnya terhadap Islam dan setelah mengadakan surat menyurat dengan beberapa orang Muslim terkemuka di negeri-negeri Islam dan mengadakan persahabatan yang intim dengan beberapa tokoh Islam di New York, ia memeluk agama Islam di Missi Islam di Brooklyn, New York dengan bimbingan Sheik Daoud Ahmad Faisal, yang kemudian merubah namanya dari MARGARET MARCUS menjadi MARYAM JAMEELAH.

Selama surat menyurat yang panjang lebar dengan beberapa orng muslim di seluruh dunia dan memberi sumbangan tulisan sastra kepada majalah-majalah periodic Muslim yang dapat diperoleh dalam bahasa Inggris, Maryam Jameelah mulai mengenal tulisan-tulisan Maulana Sayyid Abul Ala Maudoodi, dan akhirnya sejak Desember 1960, mereka saing menyurati secara teratur. Pada musim semi tahun 1962, Maulana Maudoodi mengundang Maryam untuk pindah ke Pakistan dan tinggal sebagai anggota keluarganya di Lahore. Maryam Jameelah menerima tawarannya dan setahun kemudian, menikah dengan Mohammad Yusuf Khan, yang kemudian menjadi penerbit semua buku-bukunya. Ia kemudian menjadi ibu dari empat orang anak, yang hidup dengan penuh kasih dan anak-anaknya di dalam sebuah rumah tangga yang luas dari saudara-saudara iparnya. Paling aneh bagi seorang wanita setelah menikah, ia melanjutkan semua minat intelektualnya dan aktivitas-aktivitas kesusastraannya; dalam kenyataan, tulisan-tulisannya yang paling penting dilakukan selama dan antara masa-masa hamilnya. Ia mengamati Purdah dengan seksama.

Kebenciannya terhadap atheisme dan materialisme dalam semua manifestasinya –dulu dan yang sekarang— kuat sekali dan dalam pencariannya terhadap ide-ide yang mutlak dan bersifat kerohanian, ia menganggap Islam sebagai penjelasan yang paling emosional dan secara intelektual memuaskan bagi kebenaran akhir yang memberi kehidupan dan kematian, arti, petunjuk, tujuan dan nilai.

No comments: