Tuesday, April 21, 2009

Allah swt, Pulsa, dan Komik Jepang: Resensi Tentang Kehidupan dan Penciptanya


“Allah itu ada dimana-mana, bahkan di angka nol sekalipun. Karena nol pangkat nol sama dengan SATU. Eh, bener kan yah analisa matematikanya. Hehe” ~quote-nya Dila yang suka ga jelas.



Ah, lagi-lagi rasa ‘bungah’ itu datang ketika saya mendapat buku (objek) yang menjadi bahan bacaan baru bagi saya. Seperti tulisan pada paragraph pertama pada artikel saya yg berjudul Menyiapkan Momentum: Karena Kita adalah Bagian dari Momentum itu (ulasan dari bukunya bang Rijalul Imam yang berjudul “Menyiapkan Momentum”) saya pun kali ini juga menulis tentang perasaan bungah ketika bertemu dengan buku dan ketika harus mengulasnya. Hmm… *senyum-senyum sendiri*

Buku yang ingin saya ulas kali ini ialah buku karya pak (atau saya panggil om aja nih) Tauhid Nur Azhar yang berjudul Allah Swt, Pulsa, dan Komik Jepang: Menelusuri Jejak Tauhid. Saya baru saja mendapat pinjaman buku ini dua hari yang lalu dari seorang teman yang sangat baik. Ketika itu saya dengan wajah memelas memintanya untuk meminjamkan buku kecil itu pada saya. Lalu dia bilang, “boleh, tapi seharinya….” Teman saya itu menggantungkan ucapannya. Saya pun keburu malas, karena biasanya nada-nada seperti itu alamat tidak memperbolehkan barangnya dipinjam orang lain. Tapi ternyata saya salah, dia mau meminjamkannya dengan tulus pada saya karena kebetulan ia sudah membaca. *asiikkk….!!* hati saya bersorak ramai.

Allah Swt, Pulsa, dan Komik Jepang merupakan judul yang cuku menarik dan bikin penasaran khususnya bagi para pembaca awam yang tidak tahu strategi marketing pemasaran buku (kayak Dila tau ajah deh). Pasalnya teman saya yang meminjamkan buku ini pada saya itu bilang, “Tapi judul-judul ini engga nyambung satu sama lain, Dil. Ceritanya terpisah semua. Kirain bakalan ada hubungannya satu sama lain. tapi keseluruhannya bagus kok.”. Saya hanya manggut kecil. Sebenarnya dari judulnya saya sudah tau jika ini pasti tentang penggalan-penggalan kisah sarat hikmah yang pada ujungnya selalu terkait dengan keesaan dan keberadaan Tuhan. Dan ternyata memang benar, kurang lebih isinya seperti yang saya duga.

Menelusuri Jejak Tauhid pun merupakan judul yang oke dan bermakna ganda yang keren menurut saya. kenapa? Ya, karena pertama, menelusuri jejak tauhid bisa diartikan menelusuri keberadaan Tuhan dan keesaan-Nya seperti yang telah saya kemukakan diatas. dan yang kedua, menelusuri jejak tauhid bisa diartikan menelusuri jejak atau cerita hidupnya si-Tauhid, sang pengarang buku ini. Nyambung kan? Menarik kan? Hebat yang bikin judul. Entah sengaja atau tidak mau buat sub judul seperti ini, tapi semuanya bermuara pada hal yang saling terkait yakni tentang cerita si-Tauhid dalam rangka mengenal Ketauhidan Tuhan.

Saya hanya butuh seharian membaca buku ini. Di tempat tidur kosan, di kantor tempat magang (sambil ngawas orang-orang yang lagi test TOEFL), di bus way dan di angkot yang alhamdulillah lampunya cukup terang menerangi saya membaca pada senja yang gelap. Sambil menahan guncangan jalan raya yang rusak (nakal betul Dila ini, udah tau minus dan silindernya gede betul, tapi masih aja suka baca di angkot. Kata guru fisika SMP itu justru bikin mata makin rusak), saya berusaha menahan air mata dan tawa saya ketika membaca kisahnya pak Tauhid. Mengharukan dan benar-benar membuat iri (aduh ngapain iri sih, manusia kan ditakdirkan memiliki rezeki masing-masing). Semua kisahnya saya suka. Namun ada satu artikel yang saya kurang mengerti, yakni yang mengenai ikan salmon. Atau saya yang bebel yah, hehe. Dan yang paling membuat saya terharu ialah tiga kisah terakhir yang tercatat di daftar isi. So sweet!

Hidup ini memang indah, terutama bagi mereka yang bisa memaknai dan mengambil hikmahnya. Dan hidup ini adalah sebuah satu paket perjalanan menyenangkan termasuk suka dan dukanya, juga pahit, getir, asam, asin hingga manisnya. Namun sayang, ternyata banyak yang tidak bisa mengambil hikmah dan mengambil sisi keindahan dari kehidupan yang dimilikinya. Sehingga yang ada hanyalah kesempitan dan kesempitan. Penuh sesak dan ditekan dengan makhluk yang bernama ‘stress’ sehingga bisa menimbulkan penyakit kanker. Ya ga pak Tauhid J ?

Ah, Cuma segini yang bisa saya ulas. Tidak sebagus Om Pepeng yang menulis kata pengantar buat bukunya pak Tauhid ini tentunya. Tapi saya senang bisa menuangkan apa yang saya rasakan ke dalam tulisan. Dan ini seperti biasanya, ya seperti biasanya. Saya selalu menulis tentang mereka yang saya kagumi (termasuk pak Tauhid. Semoga kapan2 bisa ketemu dan bisa wawancara seperti wawancara saya pada semua orang yang saya kagumi) seperti tukang sayur berwajah teduh, tukang Koran yang selalu ber-ikhtiar, atau kisah tentang adik saya yang buta sebelah, atau pula ketika saya bercengkrama dengan capung.

1 comment:

Rychan said...

Kunjungan perdana ane non!!!!! numpang baca-baca ;)